“Ka-kau mengenalku ?” tanya Anna ragu dan terbata-bata.
“Tentu saja aku mengenalmu.” pelayan itu menurunkan telunjuknya. Ia tersenyum lagi.
Wajah Anna semakin tegang.
“Kau pikir aku lupa. Walaupun baru bertemu sekali, aku masih mengingat wajahmu dengan jelas. Gara-gara kamu, aku sampai dihukum.” tutur pelayan itu.
Anna mengernyitkan keningnya. Ia bingung dengan arah pembicaraan pelayan itu.
Apa hubungannya rahasiaku dengan hukumannya ?
“Apa maksudmu sebenarnya ?? Aku tidak mengerti.” tanya Anna dengan wajah bingung.
“Kau! Jangan bilang kau tidak tahu lagi.” pelayan itu melihat raut wajah Anna yang kebingungan. Ia lalu menghela napas kasar.
“Sebenarnya apa yang kamu tahu sih ?” ia berdecak kesal.
“Sudahlah, jangan berbelit-belit. Jelaskan apa maksudmu !” tegas Anna.
“Kau, benar-benar tidak mengingatku ?” tanya pelayan itu memastikan.
Kenapa dia jadi balik bertanya padaku? Aku rasa tidak pernah bertemu dengannya, selain sekarang.
“Hei !!” pelayan itu membangunkan lamunan Anna.
“Apa? Aku yakin tidak pernah bertemu denganmu. Kau salah orang.” kata Anna.
Pelayan itu menghela napasnya lagi.
Aku yakin itu dia. Tidak mungkin penglihatanku salah.
“Dengar ya, penampilanmu mungkin berbeda. Tapi aku tidak mungkin salah orang. Wanita di pintu masuk, yang bertabrakan denganku. Itu kau 'kan ?”
Anna mencoba mengingat-ingat. Beberapa detik kemudian, matanya langsung membulat sempurna.
“Oh, jadi pelayan tidak berguna itu. Syukurlah ... " Anna menghembuskan napas lega, ternyata pelayan itu tidak mengenal jati dirinya.
“Apa kamu bilang? Pelayan tidak berguna? Dan sekarang, lihatlah dirimu! Kau juga sama, pelayan tidak berguna!" kata pelayan itu yang ternyata pelayan di pintu masuk, yang bertabrakan dengan Anna. Namanya Sasa. Dia tak terima dengan sebutan pelayan tidak berguna yang Anna layangkan.
“Penampilanmu waktu itu, tidak ada yang tahu kalau kau hanya seorang pelayan. Hanya pelayan saja, gayanya sudah seperti putri.” imbuhnya lagi. Ia terlihat meremehkan Anna sekarang.
“Sudah cukup! Jangan memancingku lagi. Kamu tidak tahu apa-apa.” ujar Anna yang mulai tersulut emosi.
Sasa berdecih. “ Memangnya kenapa? Kau takut dipecat? Butuh pekerjaan juga, Nona? Ah tidak, pelayan tidak berguna!" Sasa memberikan penekanan pada kalimat terakhirnya.
Anna meremas alat kebersihan itu dalam genggamannya. Dia terlihat sangat marah.
“Kamu sekarang sadar! Kalau kau juga bagian dari pelayan tidak berguna itu, seperti yang kamu ucapan tadi!” ucap Sasa dengan nada tinggi dan menggebu-gebu. Dan tiba-tiba....
Plak...
Anna langsung menampar pipi Sasa dengan kencang, amarahnya sudah bisa dikendalikan lagi.
“Jaga bicamu! Aku tidak sama sepertimu!” ucap Anna dengan suara yang tak kalah tinggi. Telunjuknya yang geram juga berada tepat di depan wajah Sasa.
Sasa memegangi pipinya yang memerah. Ia juga nampak marah. “ Beraninya kau menamparku! Memangnya, apa perbedaan kau dan aku? Kita itu sama.” Sasa menyeringai
“CUKUP !!” Anna membentak Sasa, suaranya menggema di koridor itu. Bahkan Sasa sampai tersentak mendengarnya. Namun tidak membuatnya takut dengan Anna. Dia justru semakin berani.
Mereka saling bertatapan dengan tajam.
Di tempat lain, Danu yang tengah bebenah kamar mendengar suara keributan itu. Ia lalu keluar dan mencari sumber suara itu. Di depan, ia berpapasan dengan Bu Laras yang juga sedang berada di dekat sana.
“Suara ribut-ribut apa itu?” tanya Bu Laras.
“Entahlah, Bu. Tapi seperti ada yang bertengkar.” jawab Danu.
“Ya sudah, kita lihat.” kata Bu Laras kemudian.
Danu lalu mengangguk. Mereka berdua bergegas mencari sumber suara itu.
Setelah sampai di sana, Bu Laras dan Danu saling bertukar pandangan. Ya, Anna dan Sasa tengah berkelahi dengan saling adu jambak rambut. Kondisi mereka, jangan ditanya. Sudah tentu berantakan. Alat kebersihannya juga sudah berserakan di lantai. Airnya tumpah ruah ke mana-mana, hingga bertambah menggenangi lantai.
Bu Laras dan Danu segera berlari untuk memisahkan mereka. Danu memegangi Anna, sementara Bu Laras memegangi Sasa.
“Anna, sudah hentikan !” suara Danu.
“Sasa, berhenti !” suara Bu Laras.
Dengan mengeluarkan seluruh tenaga mereka, akhirnya mereka terlepas. Bu Laras menarik paksa Sasa hingga mundur. Tapi karena kondisi lantai yang sudah basah, keduanya terpeleset dan jatuh.
Mereka mengaduh kesakitan. Apalagi Sasa yang sudah jatuh ketiga kalinya. Badannya terasa remuk. Sementara Anna, tidak melewatkan kesempatan untuk menertawakannya lagi. Dia tertawa terbahak-bahak.
“Bu Laras," Danu menghampiri Bu Laras dan berusaha membangunkan.
Sementara Sasa, ia merasa terganggu dengan suara Anna. “Kau! Menertawakanku lagi. Tunggu pembalasanku !!” ucap Sasa dengan geram. Ia lalu berusaha bangkit sendiri, sambil memegangi pinggulnya.
Ia langsung menghampiri Anna yang tengah asik tertawa. Ditariknya rambut Anna lagi, membuat Anna seketika berhenti tertawa dan meringis kesakitan, tetapi bukan Anna namanya jika tidak melawan. Ia juga menarik rambut Sasa, bahkan lebih kencang yang membuatnya juga kesakitan.
Dan kembalilah mereka saling beradu jambak.
Danu yang tengah membantu Bu Laras berdiri, melihat keduanya. Ia langsung melepaskan tangannya yang langsung membuat Bu Laras terjatuh untuk kedua kalinya. Sakitnya kini bertambah lagi, apalagi usianya yang sudah tidak muda lagi.
Danu berusaha melerai, tapi tenaganya kurang untuk memisahkan keduanya. Alhasil, ia juga ikut menjadi korban jambakan keduanya.
Di tempat lain, Bayu melangkah dengan tergesa-gesa. Diikuti juga oleh bRandy di belakangnya. Ia langsung menuju ke koridor selatan setelah mendapat keluhan dari tamu yang bertengkar dengan Anna.
Anna...... itu kau 'kan? batin Bayu disela-sela langkahnya.
Dari kejauhan, betapa terkejutnya mereka. Suasana koridor itu sudah ramai. Para tamu hotel tengah menyaksikan pertunjukan Anna. Bahkan karyawan hotel juga ada beberapa yang menyaksikan. Tapi tak ada yang memisahkan.
Bayu langsung melangkah mendekati kerumunan. Betapa terkejutnya dia, saat tahu orang yang membuat kerumunan itu. Dia lalu berjalan mendekati Anna, tetapi dia mau terpeleset jatuh. “Hati-hati, Pak !” Randy dengan sigap menahan tubuh Bayu agar tidak jatuh. Tapi.....
Bruk
Keduanya malah terjatuh bersama.
“Aduh ... sakit ... kamu itu bagaimana? Kenapa ikut-ikutan jatuh?” ujar Bayu sambil meringis menahan sakit.
“Aduh .. maaf, Pak. Lantainya licin.” keluhnya Randy.
Bayu bangkit lebih dulu, lalu mengulurkan tangannya membantu Randy.
“Terima kasih, Pak.” Randy meringis kesakitan. Sementara Bayu tak menanggapi ucapan Randy. Dia juga sibuk mengurusi tubuhnya yang sakit.
Bayu melihat Anna lagi, lalu segera melangkah ke arah berlawanan walau tubuhnya terasa sakit.
“Mau ke mana, Pak? Kenapa ke sana? Bukannya harusnya ke sana?” Randy menunjuk ke arah Anna, sedangkan Bayu berjalan ke arah yang berlawanan.
“Cari jalan lain. Memangnya kamu mau jatuh lagi?” tutur Bayu tanpa menoleh sambil memegangi pinggangnya.
Randy hanya membulatkan mulutnya. Ia lalu mengikuti Bayu dari belakang.
Bayu berhenti dan menoleh. Seketika Randy pun menghentikan langkahnya.
“Mau ke mana ?” tanya Bayu.
“Ikut Anda.” jawab Randy singkat.
“Tidak usah. Tunggu di situ. Jangan sampai ada orang melewati jalan itu.” Bayu lalu melanjutkan langkahnya. Sementara Randy hanya diam dan menurut. Ia menunduk lesu.
Bayu mengambil jalan memutar. Kini dia langsung menghampiri Anna. Bu Laras yang melihat kedatangan Bayu, seketika beranjak berdiri dan kembali memisahkan mereka.
Sementara Danu, keadaannya sudah memprihatinkan. Ia memegangi kepalanya, sambil meringis kesakitan.
Karyawan hotel yang melihat kedatangan Bayu langsung menunduk.
“Hentikan !” ujar Bayu mencoba untuk memisahkan mereka. Tapi tak ada respon sama sekali, suara Bayu mungkin terdengar kecil.
“Berhenti sekarang !” Bayu kembali bersuara, tapi mereka tak ada yang mau berhenti.
Dia menghela napas kasar, lalu bertolak pinggang. Mungkin dia sedang memikirkan cara. Bayu lalu memutar tubuhnya, pandangannya terlihat mencari-cari sesuatu.
Ia melihat Chef Ina dengan meja dorongnya yang membawa hidangan lengkap. Bayu kemudian menghampirinya.
Ia berhenti tepat di hadapannya dan menghalangi jalannya. Chef Ina sendiri dibuat terkejut karenanya.
“Maaf, boleh aku pinjam sebentar ?” Bayu langsung mengambil meja itu dari tangan Chef Ina tanpa mendengar persetujuannya.
“Tapi, Pak ..... ” Chef Ina berusaha menahan, tapi Bayu sudah berjalan pergi.
Mau apa Pak Bayu membawa hidanganku ?
Pandangannya kini tertuju pada kegaduhan yang dibuat Anna. Ia lalu berniat mendekatinya.
Bayu memperhatikan Anna yang masih tak berhenti, kemudian mendengus kesal.
“Sampai kapan kalian begitu? Anna .... hentikan itu.” tapi sayang, Anna tidak bergeming juga.
“Anna ..... " panggil Bayu lagi. Tapi tidak membuahkan hasil.
Bayu semakin kesal. Ia lalu menumpahkan isi meja yang dibawanya.
Pyaarrrr....
Piring dan gelas jatuh berserakan di bawah beserta isinya. Tak ketinggalan pula dengan sendok, garpu, serta pisau yang menambah suara nyaring di telinga.
Seketika perkelahian itu terhenti. Semuanya mengarahkan pandangannya pada sumber suara itu.
Chef Ina terkesiap, dan langsung menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Bayu dengan sengaja merusak hidangan yang telah dibuatnya susah payah.
Hening.
“Akhirnya berhenti juga.” ucap Bayu sambil tersenyum lega.
Anna mengalihkan pandangannya pada Sasa, begitupun sebaliknya. Namun sepertinya mereka masih belum puas, hingga kembali melanjutkan aksinya. Seketika Danu langsung jongkok, lalu berjalan menjauhi mereka. Ia tidak ingin jadi pelampiasan mereka berdua lagi. Sementara Bu Laras, ia kembali memisahkan tapi tak sengaja terdorong Sasa hingga jatuh kembali.
Bayu berdecak kesal. Keadaannya bertambah rusuh. Kesabarannya juga memiliki batas.
Bayu maju beberapa langkah mendekati mereka.
“Sudah cukup! Hentikan, aku mohon ... " namun sepertinya, ucapan Bayu hanya angin lalu. Tak dihiraukan sama sekali. Keduanya masih asik dengan perkelahian mereka.
Bayu memilih posisi berhadapan dengan Anna.
“Anna ... dengarkan aku !” Anna masih tak bergeming. Bayu mengikuti setiap posisi Anna agar ia tetap menghadapnya.
“Anna ... ingat aturan itu.” Bayu berusaha membujuk, tapi Anna masih tak mengindahkan.
“Anna,”
“Anna ...... " tapi masih tak digubris, Bayu lalu memejamkan matanya, sambil memijat pelipisnya. Tidak tahu harus berbuat apa lagi. Amarahnya kini memuncak, dan tidak bisa ditahan lagi.
“ANNA !!!” seru Bayu dengan suara tingginya. Matanya memerah, dan membulat sempurna. Tak lupa ia juga menghentakkan tangannya ke depan.
Semuanya tersentak. Diam seketika, ada juga yang memegangi dadanya karena terkejut. Baru kali ini mendengar suara Bayu menggelegar. Randy yang melihat dari kejauhan pun sampai terlonjak kaget.
Tapi nyatanya, suara Bayu berhasi menghentikan Anna dan Sasa. Anna juga baru melihat Bayu kali ini. Biasanya dia yang selalu berteriak padanya. Sepertinya kali ini Bayu benar-benar marah.
Kedua matanya saling bertemu. Anna dapat melihat dengan jelas kemarahan itu dari matanya. Rasanya, untuk pertama kalinya dia merasa takut menghadapi Bayu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments