Acara makan malam telah selesai. Kini tinggal menyelesaikan pekerjaan terakhir bagi Anna. Tapi sepertinya, ini akan sulit untuknya. Tentu saja, hampir semua pekerjaan sulit bagi Anna. Dan bukannya selesai, Anna justru mengacaukannya.
Danu yang mengawasi Anna, juga dibuat pusing olehnya. Namun, sebisa mungkin untuk sabar.
Keduanya tengah berada di dapur sekarang. Dipandanginya tumpukan piring-piring kotor bekas makan malam tadi.
Ya Tuhan .......... cobaan apalagi ini...?
Batin Anna saat memandang tumpukan piring itu. Wajahnya sudah nampak lesu lebih dulu.
“Hei! Piringnya tidak akan bersih kalau hanya dipandangi begitu.” ucap Danu yang seketika menyadarkan Anna.
“Cepat selesaikan! Ini yang terakhir.”
Anna menatap Danu penuh tanya.
Danu seperti tahu arti tatapan itu. “Jangan bilang kau belum pernah cuci piring ?” tanyanya, yang dibalas dengan anggukan kepala Anna.
Danu menepuk dahinya sendiri, lalu memasang wajah kesalnya. “Sebenarnya apa yang bisa kamu lakukan? Apa di rumah kamu tidak pernah melakukan apapun?” Danu berdecak kesal.
“Untuk apa aku melakukan itu jika ada pelayan di rumahku.” balas Anna spontan tanpa dicerna lebih dulu.
“Pelayan? Di rumahmu ada pelayan ?” tanya Danu tak percaya.
Seketika Anna menyadari ucapannya.
“Jangan bohong! Jika ada pelayan, untuk apa kamu susah-susah bekerja jadi pelayan.” Danu nampak tidak percaya.
Syukurlah .... dia tidak sadar. Anna nampak lega.
“Sudahlah ... contohkan! bagaimana aku melakukannya ?” Anna menunjuk ke arah tumpukan piring itu.
Danu lalu menghela napas kasar. “Baiklah ... lihat dan perhatikan baik-baik!” ucapnya.
Danu mulai mencontohkan, sementara Anna memperhatikan dengan seksama.
“Lihat! Sudah bersih. Setelah itu, letakkan di sana. Tapi sebelum itu, dilap dulu.” Danu meletakkan piring yang telah bersih pada sebuah tempat.
“Sekarang giliranmu !” kata Danu.
“Tunggu dulu! Aku masih belum mengerti.” kata Anna.
Danu semakin kesal dibuatnya. “Makanya, perhatikan baik-baik !!” Anna memasang wajah kesal, mendengar celotehan Danu padanya.
Danu lalu mulai mencontohkan lagi, dan lagi. Sementara Anna nampak tersenyum jail, dia sepertinya sengaja mengerjai Danu. Ia juga mengajak Danu bicara hingga membuatnya lupa. Dia sudah bukan lagi mencontohkan, tapi mencucikan. Hampir setengahnya telah bersih.
“Oh iya. Kamu tinggal di mana ?” tanya Danu disela-sela pekerjaannya.
Anna nampak terdiam.
Oh iya, sampai lupa. Aku harus tidur di mana?
Danu memperhatikan Anna yang terdiam. “Kenapa? Kalau rumahmu jauh, kau bisa tinggal di sini. Hotel ini menyediakan tempat untuk para karyawannya.” ujarnya.
“Maksudmu, kamar hotel ?” tanya Anna.
Seketika membuat Danu tertawa dengan pertanyaan Anna itu. “Tentu saja bukan. Kamu kira tamu?”
“Lalu?” Anna nampak tidak mengerti.
“Ya, seperti asrama mungkin .... ”
Anna nampak berpikir. “Maksudmu, satu ruangan diisi banyak orang ?”
“Ya,” jawab Danu singkat.
Artinya, aku harus berbagi kamar dengan pelayan di sini? Tidak-tidak! aku bisa mati. Apalagi, di sini rata-rata temannya pelayan itu, si Sasa. Anna menggelengkan kepalanya. Dia tidak bisa membayangkan dirinya nanti. Serasa di dalam kandang harimau.
Anna benar, mereka rata-rata temannya Sasa. Sedangkan yang kita tahu, Sasa adalah musuh baru Anna. Sasa mengajak teman-teman mengucilkan Anna. Mungkin hanya Danu yang mau berdekatan dengannya. Di luar hukuman yang diberikan Bu Laras padanya, Danu telah menganggap Anna sebagai temannya. Walau baru beberapa jam mengenal Anna, dan walaupun sikap Anna menyebalkan, tapi nyatanya Danu merasa senang di dekatnya.
“Hei! Kenapa diam?” Danu membangunkan lamunan Anna.
“Kalau kau mau, aku bisa membantumu.” tawarnya pada Anna.
“Tidak-tidak. Lebih baik aku ke rumah, walau jauh sekalipun.” tolak Anna.
Danu lalu tersenyum, “Kenapa ? Kamu takut dengan Sasa dan teman-temannya ?” tanyanya seakan tahu apa yang ada dipikiran Anna
“Bukannya takut. Aku hanya menghindari masalah.” elak Anna.
Danu hanya diam tak menanggapi, tanpa ia sadari kedua sudut bibirnya terangkat. Beberapa saat kemudian, dia baru menyadari sesuatu. Dia menghentikan pekerjaannya, lalu menatap Anna.
Tatapannya terlihat sulit untuk diartikan. Seketika Anna berubah kikuk, saat Danu menatapnya begitu.
“Ke-kenapa ?” tanya Anna dengan terbata-bata.
“Sudah puas mengerjai aku ?” Danu menjawab pertanyaan Anna dengan pertanyaan lagi.
Anna nampak tak mengerti. Kedua bola mata Danu seakan menunjuk ke arah cucian piring. Seketika Anna menyadari. Ia kemudian tersenyum canggung.
“Cepat selesaikan! Aku akan kembali lagi nanti.” Danu mencuci tangannya terlebih dahulu.
“Kalau sudah dicuci, langsung dilap, lalu taruh di sana.” Danu menunjukkan sebuah tempat. Ia segera melangkah pergi meninggalkan Anna seorang diri.
“Kenapa harus sadar sekarang? kenapa tidak nanti saja, setelah cucian piringnya selesai.” Anna lalu menghela napas kasar.
Dia memandangi piring kotor yang tersisa, lalu beralih pada kedua telapak tangannya. Ada rasa jijik pada dirinya, saat harus menyentuh piring kotor bekas makan orang dengan tangannya langsung.
“Memang harus pakai tangan langsung ya? 'kan jorok .... ” Anna bergidik, “Tanganku lama-lama jadi kasar kalau begini caranya.” desahnya. Lalu dengan sangat terpaksa, Anna menyentuh piring kotor itu dengan tangannya.
Tapi karena tidak memegang piring itu dengan benar, akhirnya piring itu terlepas dari genggamannya. Dan .....
Pyaarrrr ....
Piring itu jatuh, pecah dan berserakan di lantai. Sontak Anna menjauhkan kakinya agar tidak terkena pecahan piring itu.
“Apa yang jatuh ?” tanya Danu yang tiba-tiba kembali, saat mendengar suara itu. Dan betapa terkejutnya dia setelah melihat lantai yang berserakan.
Dia lalu menepuk dahinya sendiri. “Ya Tuhan ... apalagi ini ?”
Sementara Anna hanya memasang wajah yang tidak berdosa.
Tiba-tiba juga terdengar suara Bu Laras dari kejauhan. Seketika Danu berubah tegang. Dengan segera ia membersihkan pecahan piring itu sebelum Bu Laras datang.
Bukannya membantu, Anna hanya menonton tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.
Danu telah selesai membersihkan lantainya, dan tepat saat itu Bu Laras juga datang. Telat beberapa detik saja, pasti panjang urusannya.
“Tadi seperti ada yang pecah, apa itu ?” tanya Bu Laras dengan tatapan menyelidik.
Tubuh Danu menegang, sementara Anna justru terlihat sebaliknya. Ia nampak santai dan seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
“Bu Laras salah dengar kali. Tidak ada yang pecah.” jawab Danu setenang mungkin, meski terlihat sedikit gugup.
“Kau yakin? Kau tidak sedang menyembunyikan sesuatu ?” tanya Bu Laras lagi.
“Ehmm, saya yakin. Lagi pula saya tidak berani membohongimu.” jawab Danu mantap sembari tersenyum manis.
Bu Laras lalu beralih memandangi Anna. Baru kembali pada Danu. “Kamu ikut saya sebentar.” titahnya, kemudian berlalu lebih dulu.
Danu merasa sedikit lega. Ia lalu menatap Anna. “Cepat selesaikan pekerjaanmu! Dan jangan sampai ada yang pecah lagi. Saat aku kembali, harus sudah selesai. Oke,” Danu langsung pergi menyusul Bu Laras.
“Aku paling tidak suka disuruh-suruh.” Anna menatap kepergian Danu dengan kesal.
Ia kembali menatap cucian piring itu. Ia nampak frustasi dan berdecak kesal.
Di tempat lain, Chef Ina tengah membawa makanan serta minuman. Wajahnya nampak berseri-seri. Beberapa saat kemudian, sampailah dia di depan ruangan Bayu.
Tok tok tok ...
Chef Ina mengetuk pintu. “Masuk!” suara Bayu dari dalam ruangan.
Chef Ina lalu membuka pintu, dan nampaklah Bayu yang tengah sibuk dengan berkas-berkas di tangannya. Ada juga Randy yang berdiri di depannya.
Bayu melihat Chef Ina yang datang. Ia kemudian berbicara dengan Randy. “Saya akan membacanya nanti, setelah itu baru saya putuskan. Kamu boleh pergi dulu.” ucap Bayu.
Randy mengangguk tanda mengerti. Ia lalu menunduk hormat sebelum akhirnya keluar dari ruangan Bayu.
Bayu beralih pada Chef Ina sekarang. “Chef Ina, apa ada masalah?” tanyanya.
“Oh tidak ada, Pak. Hanya saja, saya belum melihatmu makan seharian ini. Jadi, saya bawakan makanan untuk Anda.” ujar Chef Ina sambil tersenyum manis.
“Oh. ....... kau baik sekali. Saya memang sangat sibuk hari ini.” ujar Bayu.
“Sesibuk apa pun, Anda jangan sampai lupa makan. Kalau Anda sakit, bisa bahaya.” ujar Chef Ina lagi.
“Sekali lagi terima kasih. Kamu bisa meletakkan makanan itu di sana.” Bayu menunjuk ke arah meja.
Chef Ina mengangguk mengerti, ia mulai meletakkan makanan serta minuman yang ia bawa di meja. Setelah selesai, ia kembali menoleh ke Bayu yang masih saja nampak sibuk.
“Pak, Anda bisa makan sekarang. Sudah saya siapkan.”
Bayu mengangkat wajahnya, “Ya sudah, nanti akan saya makan. Sekali lagi, terima kasih. ujar Bayu, lalu kembali pada bacaannya.
“Tapi, Pak .... ” Chef Ina nampak ragu.
Bayu kembali menengadah, dan menatap Chef Ina. “Kamu tenang saja. Pasti akan saya makan.” ucap Bayu meyakinkan, ditambah dengan senyuman manisnya.
Seketika membuat Chef Ina nampak senang. Ia lalu pamit undur diri. Di luar ruangan, dia terlihat senyum-senyum sendiri. Sebelum akhirnya beranjak pergi.
Kembali pada Anna, setelah perjuangan yang panjang dan melelahkan, akhirnya ia berhasil menyelesaikan pekerjaannya. Ia nampak tersenyum lega.
“Akhirnya ...... ” Anna mengelap tangannya, tak lupa juga ia mengelap keringatnya dengan punggung tangannya.
Namun tiba-tiba seseorang datang meletakkan setumpuk piring kotor lagi. Anna menoleh ke arahnya, dan nampaklah Sasa dengan senyuman ejekannya.
“Kau pikir sudah selesai? Cuci lagi !!” perintah Sasa.
Anna nampak kesal, “Kenapa tidak dari tadi?” ujarnya dengan bersungut-sungut.
“Sengaja.” balas Sasa dengan gampangnya.
“Jadi kamu sengaja, mengerjai aku ?” Anna tak terima. Ia mulai tersulut emosi.
“Kalau sudah tahu, kenapa tanya?” jawabnya sembari tersenyum puas penuh kemenangan.
Anna mengepalkan tangannya kuat-kuat. Sorot matanya tajam mengarah ke Sasa.
Apakah Anna tidak bisa mengendalikan diri lagi. Jika dia ketahuan ribut lagi, Bayu tidak akan memaafkannya kali ini. Bisa-bisa, Anna langsung disuruh pulang olehnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments