Tuan Gu dulunya merupakan teman dekat, sekaligus orang kepercayaan orang tua Mark. Ketika Ayah Mark meninggal, Mark masih berusia 8 tahun. Ibunya jatuh sakit karena shock dengan kematian Tuan Rendra yang tiba-tiba.
Tidak lama setelah kematian Ayah Mark maka terjadilah perebutan harta. Tapi, mereka di buat kecewa karena ternyata ayah Mark telah meninggalkan surat wasiat bahwa Merekalah yang menerima seluruh harta kekayaan Ayahnya.
Saat itu Mark masih kecil, belum punya kemampuan. Maka perusahaan tersebut di kelola oleh paman keduanya, tapi keluarga paman keduanya memperlakukan Mark dan ilIbunya dengan sangat tidak baik.
Mereka melakukan siasat licik dengan mengancam Mark yang masih kecil. Apabila Mark tidak bersedia menyerahkan semua harta kekayaan tersebut maka mereka tidak akan merawat Ibu Mark.
Melihat keadaan ibunya yang masih lemah dan butuh perawatan, maka Mark dengan terpaksa menyetujui untuk memberikan semua harta kepada Pamannya.
Dua tahun setelah semua harta itu telah di kuasai oleh Paman kedua dan Bibi, mereka berbuat semakin kejam kepada Mark dan Ibunya.
Tuan Gu yang mengetahui hal itu sejak lama semakin tidak tega, sehingga dia menyusun rencana dan membawa Mark dan Ibu Mark kabur dan membawanya ke Amerika tanpa sepengetahuan siapapun.
Dengan kaburnya Mark dan Ibunya juga merupakan keuntungan bagi mereka. Jadi, mereka tidak mempermasalahkan apapun. Di Amerika, Tuan Gu memperlakukan Mark dan Ibunya dengan sangat baik, bahkan dia menganggap Mark sebagai anaknya sendiri.
Ketika Mark sudah beranjak remaja, dia sudah banyak membantu Tuan Gu mengurus perusahaan keluarga Gu.
Tapi, dia tidak ingin membuat keberadaannya menonjol, agar bisa menjalankan rencananya dengan baik. Mark sering bolak balik China-Amerika untuk mengurus beberapa hal dan mulai menyelidiki kematian Ayahnya.
.
.
Setibanya di kediaman Tuan Gu, mereka di sambut dengan hangat.
“Anakku, akhirnya kalian datang juga.” ucap tuan Gu menyambut kedatangan Mark dan Rangga.
“Paman sudah lama tidak melihatmu, sekarang Paman terlihat semakin tampan.” ucap Rangga dengan penuh kegembiraan.
“Haha... kamu memang selalu bisa membuat menghibur Pamanmu yang sudah semakin menua ini.”
“Aku hanya mengatakan yang sebenarnya.” ucap Rangga.
“Baiklah, baiklah. Kalian baru sampai lebih baik kita bicara di dalam.” ajak Tuan Gu. Dia menepuk kedua bahu pemuda itu.
Mereka berjalan bersama menuju ruang tamu, seorang pelayan datang menyajikan teh untuk mereka.
“Apa rencana kalian selanjutnya?” tanya Tuan Gu.
“Paman jangan khawatir kami sudah mengatur semuanya.” jelas Mark.
“Jangan khawatir Paman, Mark kita selalu bisa di andalkan.” tambah Rangga.
“Aku tahu kalian bisa menyelesaikan ini dengan baik. Tapi, ada hal penting yang ingin aku bicarakan. Rangga kamu bersenang-senanglah dulu di sini. Mark kamu ikut aku.” ucap Tuan Gu sambil berjalan menuju ruang pribadinya.
“Baiklah, aku akan menikmati kebebasan ku saat ini. Selama di China, Mark tidak pernah memberiku waktu libur. Ini kesempatanku. Hehe.., gadis-gadis cantik I’m coming.” ucap Rangga dengan bahagia sambil berlalu pergi.
***
Ruang pribadi Tuan Gu.
"Apa yang ingin paman bicarakan padaku?” Tanya Mark.
“Mark, apa kamu yakin dengan tindakanmu terhadap putri Tuan Aliester?” Tanya tuan Gu serius.
“Paman aku tidak ingin membicarakan ini lagi denganmu. Aku tahu Paman mengkhawatirkan ku. Tapi, aku sudah sangat memperhitungkan ini, tidak ada yang bisa mengubah keputusanku.”
“Dulu aku membawamu ke sini memang bertujuan untuk membantumu membalaskan dendam keluargamu. Tapi, aku tidak ingin kamu menyakiti orang yang tidak bersalah, mengenai bukti itu kamu juga belum menemukan kebenarannya. Ku harap kamu tidak gegabah.” Tuan Gu tidak bosan-bosannya menasehati Mark.
“Paman, aku sudah mengatakan padamu, aku akan menjaga putri Tuan Aliester. Bukankah membiarkan dia untuk tetap berada di sampingku sudah merupakan keberuntungan terbesarnya? Sudahlah Paman aku tidak ingin membahas ini lagi.” Mark benar-benwr tidak ingin, setelah kalimatnya dia meninggalkan Tuan Gu.
Tuan Gu menatap punggung Mark yang menjauh. Pikirannya menerawang.
Kamu bisa membohongi Rangga dan yang lainnya, tapi tidak bisa membohongiku. Tidak di sangka seorang anak yang dulunya begitu murah hati telah berubah menjadi gunung es dan kejam.
Tuan Gu menghela napas, lalu berkata, “Louis keluarlah!”
Seseorang keluar di balik ruangan. Tuan Gu menatapnya dengan tajam.
“Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan?”
“Saya mengerti Paman, kalau begitu saya permisi dulu.” jawab Louis kemudian pergi dengan cepat.
***
Jam menunjukkan pukul 01.46 dini hari waktu Amerika, Mark masih sibuk dengan komputernya. Sejenak dia berhenti dan dia teringat dengan Luna.
Mark menatap ponselnya,
“Haruskah aku menghubunginya?” dia berkata sendiri.
“Sekarang di China siang hari, apakah dia sudah makan siang? Tidak apa-apa, aku akan sedikit mengganggunya.” ucap Mark sambil melakukan panggilan.
Luna baru saja datang untuk mendiskusikan proyek dengan Tuan Ong di ruang private room restoran D’star, tiba-tiba ponselnya bergetar.
Panggilan dari ‘Si berengsek’. Luna menolak panggilan tersebut, tapi ponselnya bergetar lagi.
Luna melirik ponselnya yang terletak di meja dengan kesal.
Kenapa si brengsek ini menelepon saat penting seperti ini?
“Maaf Tuan Ong, ponsel saya mengganggu pembicaraan kita.” ucap Luna.
“Tidak apa-apa, jawab saja. Mungkin ada hal yang penting.” Tuan Ong sangat memaklumi.
“Baiklah, saya permisi sebentar.” Luna berdiri dan pergi keluar untuk menjawab panggilan Mark.
Sampai di luar, dia menganggkat panggilan Mark.
“Mark, kalau kaum tidak menggangguku bisa mati ya?” Luna sangat kesal.
“Mengapa kau sangat galak? Memangnya salah aku menelpon calon tunangan ku?" sebaliknya, Mark sangat santai.
“Aku tahu kamu meneleponku bukan untuk hal yang penting. Sekarang di sana dini hari, kenapa kamu tidak tidur saja, malah mengganggu aku yang sedang sibuk.” balas Luna dengan sewot.
“Haha.. ternyata kamu perhatian juga dengan waktu tidurku. Luna apa kamu merindukanku?” Mark sengaja menggodanya.
“Haha.. aku benar-benar sangat merindukanmu sampai-sampai aku ingin menghampirimu ke sana sekarang juga.” jawab Luna dengan sangat kesal.
Itu cukup menghibur bagi Mark. Dia tertawa, “Aku cukup senang mendengarnya. Apa kamu sudah makan siang?”
“Sejak kapan kamu peduli denganku? Lebih baik sekarang kamu tidur. Jika tidak, umurmu akan semakin pendek. Aku sangat sibuk, kamu jangan menggangguku lagi.” ucap Luna dan langsung menutup telepon.
Mark tersenyum, mendengar Luna marah sangat menyenangkan baginya. Luna kucing kecil yang menarik, tapi sayangnya Mark tidak tahu akan memperlakukannya seperti apa ke depannya.
“Sudahlah, lebih baik aku menyelesaikan virus ini.” Mark melanjutkan pekerjaannya.
Sementara itu Luna kembali ke ruangan.
“Maaf membuat Tuan Ong menunggu, sekarang kita bisa memulai pembahasan kita.” ucap Luna.
“Tidak masalah Nona Luna, sebelumnya saya kenalkan dulu, ini Tuan Alex. Tuan Alex merupakan pemilik baru lahan yang akan di gunakan untuk proyek ini.” ucap tuan Ong, memperkenalkan pria di sebelahnya.
Eh, kenapa dia baru mengetahui tentang ini? Luna agak terkejut, tapi dia tidak memperlihatkannya. Dia menoleh pada Tuan Alex dan menyapanya.
“Salam kenal Tuan Alex, saya Luna.”
“Senang bisa bertemu dengan anda nNna Luna.” Tuan Alex masih muda, dia tersenyum, menatap Luna dengan penuh minat.
Kenapa aku merasa dia memandangi ku dengan tatapan yang aneh?
Meskipun kurang nyaman, tapi Luna tetap mempertahankan kesopanannya.
“Begini Nona Luna, beberapa waktu lalu saya sudah membicarakan ini dengan Tuan Mark. Tapi, tlTuan Mark menolak syarat yang saya ajukan. Padahal ini hanyalah syarat yang sederhana.” Tuan Ong kembali bersuara.
Luna menoleh, “Saya sudah mendengarnya. Ngomong-ngomong apa syarat yang Tuan inginkan?”
“Seperti yang sudah saya katakan, sekarang lahan itu bukan saya lagi milik saya melainkan milik Tuan Alex. Tuan Alex dengan senang hati menyerahkan lahan itu kepada perusahaan Lixing dengan syarat, Nona Luna sendiri yang mengambil alih proyek ini. Hanya itu." jelas Tuan Ong dengan lugas.
Luna terkejut, dia melihat ke arah Tuan Alex. Alex tersenyum padanya.
Apaan si berengsek Mark ini, jelas-jelas ini hanya syarat yang mudah. Dia memang tidak ingin melibatkannya dalam proyek ini. Huh, benar-benar menyebalkan.
Luna pun membalas senyum ke Alex,
“Begitu? Mengenai syarat ini saya tidak keberatan, saya memang ingin mengambil alih proyek ini. Mark tidak mengizinkan saya, tapi jangan khawatir, saya akan berusaha menyakinkan dia.” jawab Luna mantap.
Tuan Ong sangat senang, "Itu terdengar melegakan jika Nona Luna bersedia untuk mengambil alih proyek ini. Kalau begitu, Nona harus memenangkan hati Tuan Mark agar mendapat persetujuannya.”
Luna sekedar tersenyum ringan untuk membenarkan perkataan Tuan Ong.
“Baiklah, karena Nona Luna telah menyetujuinya. Untuk selanjutnya, Nona bisa menghubungi saya jika ada hal lain yang ingin ditanyakan.” Alex tiba-tiba bersuara
Luna menoleh, dia mengangguk perlahan, “Baiklah, Tuan Alex."
Luna melirik jam tangannya, lalu berkata, “Um, begini Tuan, jika tidak hal lain, saya mohon pamit undur diri dulu.”
“Kenapa buru-buru sekali Nona Luna? Lebih baik kita makan siang dulu.” ucap Alex.
“Tidak perlu Tuan, saya ada hal penting lain yang harus saya lakukan.” tolak Luna dengan ramah.
“Baiklah, jika Nona Luna memang terburu-buru.”
Luna keluar dari ruangan dengan lega, dia buru-buru memasuki Lift.
Sangat melegakan bisa cepat bebas dari mereka. Tatapan Tuan Alex sangat tidak nyaman.
***
Dua hari sudah berlalu, tapi belum juga ada perkembangan mengenai proyek yang di inginkan Luna. Semua ini karena Mark tidak dapat di hubungi.
Malam hari, di ruang tamu Luna masih berusaha menghubungi Mark. Panggilan sudah masuk, tapi Mark tidak menjawab sekali pun.
“Aishh, si berensek ini ketika di perlukan malah tidak menjaea. Sangat menyebalkan. Aku harap dia pulang hari ini sehingga bisa membicarakan tentang proyek itu dengannya.” Luna frustasi, dia mengusap kepalanya beberapa kali. Harusnya malam ini Mark pulang.
Jam sudah menunjukkan pukul 22:51, Luna masih di ruang tamu untuk menunggu Mark.
“Nona, ini sudah larut, lebih baik Nona beristirahat di kamar. Mungkin Tuan muda tidak pulang hari ini.” ucap bi Ina.
“Tidak apa-apa bi, aku tunggu saja di sini. Aku punya firasat dia akan pulang malam ini. Bi ina istirahat saja duluan ,tidak masalah di sini sendirian.”
“Baiklah, jika itu kemauan Nona. Tapi, jika Nona sudah mengantuk segera lah ke kamar.”
“Um.”
Bi Ini segera pergi, hatinya bertanya-tanya. Sebenarnya apa yang terjadi? kenapa Luna sangat ingin menemui Mark? jelas dia tidak menyukai Mark, tapi dua hari ini rela menunggu kepulangannya. Apa Luna sudah tidak tidak membenci Mark lagi?
Malam semakin larut jam sudah menunjukkan pukul 02.11 dini hari. Bi Ina keluar untuk mengecek apakah Luna masih berada di ruang tamu.
Benar saja, Luna masih di sana dan sudah ketiduran. Untuk membangunkan Luna, bi Ina tidak tega, sehingga dia ke atas untuk mengambil selimut untuk Luna.
Di luar ada suara mobil. Ternyata Mark suadah pulang, dia berjalan dengan santai memasuki rumah, ketika hendak menaiki tangga lantai dua dia berhenti dan mundur satu langkah.
Luna? keningnya langsung berkerut.
Kenapa kucing kecil ini bisa ketiduran di sini?
Mark mendekati Luna, dia melihat gadis itu kedinginan. Mark melepas jasnya untuk menyelimuti Luna dan saat itu bi Jna datang.
“Tuan Muda.”
"Ssstttt!” Mark memberi kode untuk tidak bersuara.
Bi ina diam dan menghampiri Mark dengan perlahan.
“Kenapa dia bisa tidur di sini?” Tanya Mark.
“Itu karena Nona Luna menunggu Tuan pulang. Nona bilang ponsel Tuan tidak bisa di hubungi akhir-akhir ini. Mungkin Nona khawatir, sudah 2 hari dia tidur di ruang tamu untuk menunggu Tuan.” jelas bi ina.
Benarkah?
“Um, baiklah. Bi Ina bisa kembali, biar saya yang mengurusnya.” Ucap Mark.
“Baik, Tuan.”
Benarkah kucing kecil ini menunggu kepulangannya? dan dia selalu menghubunginya?
Dia memang sengaja mematikan ponsel, karena hal yang dia urus benar-benar tidak boleh ada yang mengganggu. Tidak di sangka dia bisa mengkhawatirkannya.
Tapi tunggu dulu! Mark rasa tidak mungkin dia mengkhawatirkannya, gadis ini jela-jelas sangat membencinya. Mungkin ada hal lain yang dia inginkan darinya.
Mark menggendong Luna dan dia terus berfikir. Apa yang di inginkan Luna hingga rela menunggunya.
Setelah sampai di kamar, Mark membaringkan Luna dengan hati-hati, lalu Mark ingin mengambil jasnya. Tapi, Luna malah berbalik badan dan memegang erat jas tersebut, sehingga tidak memungkinkan untuk mengambilnya.
Mark tersenyum, Luna tidak mengigau. Dia harap Luna bisa selalu tenang dalam tidurnya. Mark menyelimuti Luna.
Mark ingin mengelus kepala Luna, tapi tidak jadi. Dia menarik kembali tangannya, lalu pergi keluar.
Setiba di kamarnya, Mark langsung membuka pakaiannya, dan menuju kamar mandi. Dia menyalakan shower dan perlahan air mengalir dari rambut dan seluruh badannya yang atletis.
Nafas Mark terdengar berat, dan dia melayangkan tinjunya ke kaca sehingga berserakan dan darah tangannya menetes ke lantai. Warna air di lantai menjadi merah.
Nafas Mark tidak beratuturan.
Kenapa hatiku menjadi tidak karuan begini? Kenapa hatiku selalu luluh ketika menatap dia seperti itu? Aku tidak boleh begini, jika kebenaran terungkap dan membuktikan keluarganya terlibat. Sedikitpun tidak boleh ragu untuk membunuhnya.
***
Keesokan paginya Luna bangun. Dia membuka mata dengan berat, dia terkejut kenapa dia sudah ada di ranjangnya.
“Apa aku tidur berjalan lagi?"
Ketika dia bangkit ada jas yang membalut badannnya.
Eh kenapa ada jas pria di sini?
“Jas pria? Apa mungkin dia sudah pulang?" mata Luna langsung segar dan berbinar.
Tapi, sesaat kemudian ekspresinya berubah,
“Jika dia sudah pulang, terus jika ini jasnya... berarti dia menggendongku ke kamar?” teriak Luna kesal, dia melempar Jas Mark.
“Tidak, tidak, tidak! ini tidak bisa di biarkan, akhir-akhir ini aku terlalu sering berinteraksi dengannya. Dia tidak boleh mengambil keuntungan dariku. Berani-beraninya dia menyentuhku. Dia, pria berengsek dan jahat dia tidak boleh menyentuhku.” dia menggerutu,
“Tapi dia sudah pulang, aku harus bergegas beres dan walaupun aku kesal aku harus tetap ramah agar bisa membujuknya untuk menyerahkan proyek itu padaku.” ucap Luna sambil bergegas ke kamar mandi.
Beberapa saat kemudian Luna turun. Dia langsung pergi ke ruang makan.
Dia tidak melihat Mark. Dia heran, karena biasanya Mark selalu lebih dulu darinya.
“Bi Ina apa Si berengsek Mark sudah pulang?”
“Sudah Nona, semalam Tuan..” belum selesai bi ina menyelesaikan kalimatnya, Luna memotong ucapan bi Ina.
“Sudah jangan lanjutkan lagi.”
Suara Luna terdengar dingin, Bi Ina tidak berani bersuara lagi. Dina hanya mengangguk.
Mark datang, Luna sudah menyiapkan senyumnya yang ramah. Tapi, sialnya Mark sama sekali tidak melihat ke arahnya.
Melihat Mark mengabaikannya, Luna menjadi kesal.
Sial! si berengsek ini beraninya mengabaikaannya.
Luna langsung menyantap sarapannya sambil matanya menatap Mark dengan kesal, tapi Mark tetap tidak melihat ke arahnya sedikitpun.
Mark juga mulai menyantap sarapannya, dan Luna terkejut ketika melihat tangan kanan Mark diperban.
“Mark tanganmu... apa tanganmu terluka?” Tanya Luna dengan Khawatir.
“Hanya luka kecil.” jawab Mark dengan dingin.
“Kenapa pulang-pulang bisa terluka begini, apa yang terjadi?” Luna tidak bisa diam, dia bangkit menghampiri pria itu.
“Kamu jangan berlebihan, aku sudah bilang ini hanya luka kecil.”
Luna tetap berusaha untuk mengecek luka Mark.
“Tapi, ini perbannya tidak rapi, aku bantu memperbaikinya, ya?” ucap Luna sambil memegang tangan Mark.
Mark menarik tangannya, “Tidak perlu.” Mark menepis tangan Luna, dia berdiri dan pergi meninggalkan Luna.
Luna terkejut dengan sikap Mark yang tiba-tiba dingin padanya. Padahal terakhir kali di di telepon, Mark masih bicara baik-baik dengannya walaupun menyebalkan baginya.
“Mark meskipun aku hanya calon tunangan palsumu, tapi aku tidak salah jika khawatir denganmu, kan?” ucap Luna dengan lantang.
Mark berhenti, “Aku tidak butuh kekhawatiranmu. Lebih baik khawatirkan dirimu saja. Setahuku kamu sangat membenciku, kenapa tiba-tiba mengkhawatirkan ku? bukankah itu lebih baik bagimu jika aku terluka? atau kamu sekarang berubah pikiran ingin mendekatiku? hah, jika iya, lebih baik kamu kubur dalam-dalam rencanamu itu. Aku tidak pernah tertarik padamu. Kamu tidak lebih sebatas alat bagiku.” ucap Mark dan berlalu pergi.
Mendengar perkataan Mark, hati Luna sangat sakit.
“Sebuah alat?" Luna mengulang kalimat itu. Dia tertawa rendah.
Baiklah, dia paham. Diamemang hanya alat baginya. Mark benar, dia tidak perlu memperdulikannya. Dia yang terlalu bodoh.
Luna menggenggam tangannya dan tanpa sadar air matanya menetes.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Rose Kanam
duhhhhh
2020-08-02
1
Acox
up up
2019-12-14
3
Tutik Sutrisna
lanjut..
2019-12-14
3