Sepanjang waktu Luna sibuk membaca berbagai berkas, dengan harapan dia akan mendapat petunjuk. Banyak berkas berserakan dimana-mana.
Luna bisa membaca berkas-berkas tersebut karena sebelumya dia telah menempelkan memo.
“Presdir tidak di ruangan!” didepan pintu sehingga setiap karyawan yang hendak menemuinya dengannya terpaksa kembali.
Suara ponsel bergetar mengejutkan Luna yang sedang serius mengobrak-abrik berbagai berkas.
“Nomor tak dikenal, siapa ini? apakah Papa?? Luna bergegas mengangkatnya. Sejak tadi dia sudah berusaha menghubungi Papa Mamanya, tapi tidak bisa. Dia berfikir itu adalah ulah Mark.
Dalam pikiran Luna Papa, Mamanya di sekap dalam suatu ruangan dan menyiksa mereka seperti dalam serial drama. Memikirkan hal itu dia sangat marah.
“Halo.”
“ Luna! apa yang kamu lakukan di ruangan ku?” teriak Mark di seberang sana, kesal dan keras, bisa menyakiti telinga siapa saja yang mendengarnya.
“Aku memblokir siapa saja yang hendak menemui mu. Sekarang aku ingin menarik keluar pita suaramu Mark Rendra, suaramu bisa merusak pendengaran ku” balas Luna tidak kalah kesal.
“Kenapa kamu melakukan itu, apa begitu banyak gadis yang mencari ku? Apakah kamu sudah setuju dengan tawaranku?"
“Siapa yang mau?! aku hanya tidak mau jadi sekretaris mu. Kamu meninggalkanku begitu saja, tak ada ruangan, tak ada meja untukku. Apakah aku hanya akan selalu berdiri di belakangmu seperti para pengawal? Kamu sudah sangat keterlaluan Mark Rendra.”
“Hari ini ku lepaskan kamu Luna. Aku tidak mau berdebat denganmu. Kamu pulanglah sekarang, Ada pengawal yang sudah menunggumu di bawah. Aku akan pulang larut, jadi jangan menungguku!” setelah kalimatnya, Mark memutuskan telepon.
“Berengsek! aku belum selesai bicara. Siapa yang akan menunggumu? aku akan lebih senang jika kau tidak kembali lagi.” celoteh Luna.
Luna segera membereskan berkas-berkas yang sudah berserakan dan segera pulang.
Sesampainya di rumah Luna langsung ke kamarnya dan membersihkan diri. Saat makan malam, Luna tak berselera untuk makan. Dia terlihat murung bahkan dia tak menyentuh sedikitpun makanannya.
Luna berdiri, “Bi Ina aku tidak berselera untuk makan, aku mau ke ruang lukis. Jangan menggangguku.” Luna beranjak pergi.
“Baik, Nona. Tapi, aku akan mengantarkan beberapa potong buah nanti, makanlah sedikit. Nona harus tetap menjaga kesehatan.”
Langkah Luna terhenti sejenak. Walaupun akhir-akhir ini Bi Ina sangat mengesalkan, tapi dia masih sangat perhatian, "Baiklah. Eetelah itu jangan ada yang menggangguku.” ucap Luna dingin sambil berjalan pergi.
Di ruang lukis Luna hanya melamun sambil memegang foto Mama dan Papanya. Rasa rindu dan bersalah membaur jadi satu, hingga membuat dadanya begitu sesak.
“Maafkan Luna Ma, Pa. Luna tidak bisa menjadi anak yang baik untuk kalian.
Luna tidak bisa menjaga kalian, bahkan sekarang Luna tidak tau keberadaan kalian.” Luna menangis dengan tersedu-sedu.
Dia merasa sangat tertekan, sampai sekarang belum menemukan petunjuk apapun tentang permasalahan ini.
Ditambah lagi dia tidak memiliki keluarga yang memperdulikannya. Paman dan Bibi, memusuhinya karena memperebutkan perusahaan kakeknya. Meskipun Papanya telah mengalah dan membangun perusahaannya sendiri hingga sukses, tapi Paman dan Bibinya tetap memusuhinya.
Papa dan Mama Luna tidak pernah menceritakan penyebab utama permusuhan itu padanya, jadi hanya sebatas itulah yang hanya ia tahu.
Jika paman dan Bibi mengetahui kekacauan saat ini, malah akan membuat mereka bahagia dan memperolok-oloknya. Dia terpaksa menanggung beban ini sendirian, orang kepercayaan Papanya juga sudah menghilang dan tidak bisa dihubungi.
“Nona ini saya bi Ina, ini buah untuk nona.” panggil bi Ina sambil mengetuk pintu.
Luna bergegas menyapu air matanya “ Ya masuklah.”
Bi ina masuk dan meletakkan sepiring potongan buah dengan segelas susu dan air putih di atas meja.
“Bi Ina, sejak kecil kamu melihat aku tumbuh hingga sebesar ini. Jika boleh, aku tidak ingin melawan mu. Tapi, jika kamu membohongiku atau menyembunyikan sesuatu dariku, aku akan segan lagi padamu.” nadanya mengancam. Luna merasa perubahan yang signifikan dari bi Ina akhir-akhir ini.
“Saya mana berani. Saya tetaplah orang mu Nona. Maaf jika akhir-akhir ini saya telah melewati batas.” Bi Ina berusaha meyakinkan Luna.
Mendengar itu, Luna hanya diam bahkan tetap membelakangi bili Ina.
“Jika tidak ada hal lain, saya permisi dulu, Nona.”
Bi ina merupakan orang kepercayaan Mamanya. Dia sudah bekerja puluhan tahun dengan keluarga Aliester. Posisinya tidak hanya sebagai kepala pelayan, tapi bisa dikatakan dia adalah kaki tangan Mama Luna.
Jadi, dia pasti mengetahui banyak hal. Dengan kejadian ini dia tidak di pecat oleh Mark Rendra, besar kemungkinan
dia juga telah menjadi orangnya Mark Rendra.
Lelah dengan semuanini, Luna teringat dengan pekerjaannya. Dia meneleponn rekan kerjanya, untuk mengofirmasi bahwa saat ini dia tidak bisa ikut kegiatan pameran apapun.
“Halo, Lily.”
“Ya ampun Luna... kamu kemana saja? kenapa sangat sulit menghubungimu?” tanya Lily khawatir.
Luna tertawa dan ceria seperti biasa, “Aku hanya sedikit ada urusan.”
“Itu melegakan. Ada apa kamu meneleponku?”
“Lily, aku hanya ingin mengatakan bahwa untuk saat ini tidak bisa ikut dalam kegiatan pameran.”
"Hah, kenapa? apa kamu sakit?” suara Lyli terdengar sangat khawatir.
“Tidak, aku baik-baik saja. Hanya saja ada hal penting lainnya yang harus aku urus.”
“Kenapa tiba-tiba sekali? Luna, jika ada masalah ceritalah padaku.” Lily memarahi Luna.
“Tidak, semuanya baik-baik saja. Sampaikan permintaan maafku kepada semua tim.”
Lily mengetahui mengenal Luna, dan dia juga tidak ingin terlalu banyak bertanya. Luna bilang ada urusan, berarti itu memang sangat penting.
Lily menghela napas, "Baiklah, jika itu keputusanmu.”
“Hum, kalau begitu teleponnua ku tutup, ya. Tetap semangat Lily, bye.”
***
Villa Key,
“Aku sudah mengarahkan semua kemampuanku, agar tidak ada pemberitaan mengenai hal ini di media manapun. Aku bahkan juga sudah membohongi Luna, tapi aku tidak yakin ini akan bertahan lama dan takutnya hal ini tidak bisa di sembunyikan sampai waktu yang kamu targetkan. Kamu sendiri tahu, keluarga Aliester mempengaruhi sebagian besar perekonomian di Negara ini." berhenti sejenak, lalu menghela nafas panjang.
"Aku memantau Media Bai, akhir-akhir ini mempunyai pergerakan yang cukup mencurigakan. Meskipun dia bukan media yang besar, tapi jika menyangkut keluarga Aliester Pasti akan menarik publick.” lanjut Key.
Key merupakan direktur dari Cour Media. Media hiburan terbesar di China. Jadi apapun yang diterbitkan oleh Cour media selalu meledak dan menjadi berita utama.
“Aku sudah menduga itu akan terjadi, oleh karena itu aku menemui mu.” ucap Mark.
“Lalu apa rencanamu, Mark?” Key penasaran. Dia memandang Mark dengan tatapan menyelidik.
Rangga menyerahkan sebuah berkas kepada Key, “Jika itu benar-benar terjadi, kamu terbitkanlah berita tentang ini setelah itu.” ucap Rangga serius.
Key membuka berkas tersebut. Saat membacanya, dia mengerutkan kening, “Aku tidak menyangka kamu akan bertindak sejauh ini Mark. Aku tidak akan bertanya kenapa, tapi aku rasa aku tahu sesuatu." sudut bibirnya terangkat dengan nada suara mengejek.
Mark dan Rangga hanya tersenyum,
“Baiklah Key, aku harus segera kembali. Terimaksih telah membantuku.” ucap Mark sambil berdiri.
“Jangan sungkan, hanya ini yang bisa ku lakukan untukmu. Tidak seperti Rangga yang setiap saat di sampingmu.”
Mark, Rangga dan Key merupakan tiga sejoli yang tak terpisahkan ketika kuliah. Tapi setelah setelah lulus Key disibukkan untuk mengurus perusahaannya. Sehingga dia menjadi sangat jarang bertemu dengan Mark dan Rangga.
***
Mark sampai di rumah tengah malam, karena jarak dari villa Key kerumah Luna menghabiskan 4-5 jam perjalanan. Villa itu sebenarnya jarang ditempati oleh Key, dia di sana hanya ketika bosan saja dan ingin menikmati suasana yang berbeda.
“Rangga, nanti kamu langsung beristirahat saja. Besok mungkin hari kita sedikit berat.” Mark memperingati Rangga.
“Baiklah, aku akan segera pulang dan beristirahat.”
Mark keluar dari mobil dan langsung memasuki rumah yang sudah sepi. Ketika hendak ke kamarnya, Mark teringat dengan Luna.
Apakah dia tidur dengan nyeyak?
Mark mendekati kamar Luna, tapi dia sedikit ragu untuk membukanya. Dia takut akan mengganggu nantinya. Ditengah keraguannya, tiba-tiba bi Ina mucul,
“Tuan muda, ternyata anda sudah pulang. Itu, Nona Luna tidak di kamar. Dia di ruang lukisnya. Nona Luna terlihat sangat murung, bahkan dia tidak menyentuh makan malamnya.” jelas bi Ina.
“Akan saya lihat dia kesana.”
“Tapi Tuan, tadi Nona berpesan untuk tidak menggaggunya.” jelas Bi Ina agak sungkan.
“Tidak apa-apa, aku hanya akan mengecek saja.”
Mark langsung berjalan menuju ruang Lukis Luna, sebelum membuka pintu dia menelepon Luna untuk meminta izin apakah dia boleh masuk. Namun, Luna tidak menjawab teleponnnya. Mark memutuskan untuk langsung membuka pintu, karena dia berfikir Luna sudah ketiduran di dalam.
Didalam sedikit gelap, Mark tidak Melihat Luna. Mark menelusuri ruangan yang cukup luas itu, dan memperhatikan lukisan Luna yang tersusun rapi. Dia terus berjalan. Tapi dia tidak menemukan Luna di dalam.
Kemudian dia melihat pintu di balkon masih terbuka dan terdengar suara desiran angin malam. Mark melihat sebuah lukisan yang masih basah, sepertinya Luna baru saja membuatnya. Dia mendekati Lukisan itu, dan tiba-tiba dia mendengar suara tangisan.
Mark mendekati sumber tangisan itu. Tapi, dia hanya melihat Luna di balik pintu, dia tidak ingin mengganggu Luna.
Suara desiran angin malam dan tangisan Luna malam itu akan membuat hati siapapun akan ikut hancur ketika mendengarnya.
Mark melihat kembali Lukisan yang baru di buat oleh Luna.
Bunga Aster Meksiko? Dia menguatkan diri dengan lukisannya.
Mark duduk di belakang pintu untuk menemani Luna, dia tidak ingin Luna mengetahui keberadaannya.
Bunga Aster Meksiko terlihat rapuh, kapan saja bisa patah karena tiupan angin. Tapi, walaupun begitu mereka tetap akan berjuang hidup. Bunga ini akan mulai lagi dari awal untuk bermekaran.
Terlihat lemah, sebenarnya mereka sangat kuat. Jadi makna dari bunga Aster Meksiko adalah ‘TEGAR’. Berusaha untuk terus bertahan, tegar tidak akan pernah menyerah.
Setelah beberapa saat Mark tidak lagi mendengar suara tangisan Luna.
Dia berdiri dan mengintip. Dan benar saja Luna sudah tertidur.
Mark memutuskan untuk mendekati Luna, dan melihat ekspresi tidur Luna yang sedih.
“Dalam tidurpun dia masih menangis. Mungkin dia sangat merindukan orang tuanya.”
Mark memutuskan menggendong Luna dan membawanya ke kamar.
Saat sampai di kamar, Mark dengan perlahan membaringkan Luna diranjang agar tidak terbangun, lalu dia merapikan selimut untuk Luna.
Mark mengusap kepala Luna, dan entah apa yang Mark pikirkan saat itu dia terus menatap wajah Luna beberapa menit. Setelah itu baru dia beranjak pergi.
***
Gelap telah berganti terang, sinar matahari pagi telah memasuki celah di setiap ruang. Luna terbangun, dia sangat terkejut kenapa dia sudah berada di ranjangnya.
“Siapa yang menggendongku ke sini?” gumamnya kebingungan.
“Tidak mungkin bi Ina kan? dia sudah tua. Dan lebih tidak mungkin si berengsek itu. Ah, sudahlah aku harus cepat bersiap-siap dan menanyakannya kepada bi Ina.”
Setelah selesai berkemas, Luna bergegas keluar dari kamarnya dan pada saat itu ternyata Mark juga keluar dari kamar. Dimana jarak kamar Luna dan Mark juga berdekatan.
Kenapa harus bertemu si berengsek ini? benar benar merusak mood saja. Luna langsung kesal.
Tapi walaupun Luna kesal, dia tetap melemparkan senyum ramah pada Mark.
“Selamat pagi, Tuan Mark.” sapa Luna terpaksa.
Mark hanya mengabaikan Luna dan berjalan pergi.
Eh si berengsek ini beraninya mengabaikannya! di dalam hati Luna kesal. Sumpah, sangat menyesal menyapanya.
LLuna berjalan cepat mengikuti Mark dari belakang, “Tuan Mark, apakah suasana hatimu tidak baik hari ini? cemberut di pagi hari akan membuatmu semakin cepat tua loh.” ucap Luna untuk sekedar menggoda Mark.
Mark hanya tersenyum, tapi tetap tidak menanggapi Luna sama sekali.
Gadis ini tidak disangka ceria dengan cepat, padahal semalam dia terlihat begitu rapuh. Bunga Aster Meksiko memang cocok di ibaratkan dengan dirinya.
“Kamu memang menyebalkan Tuan Mark, sebaiknya kamu berdoa semoga besok pagi rambut tidak memutih. Mana boleh cemberut di pagi hari.” celoteh Luna dengan berjalan lebih cepat dan mendahului Mark.
Di ruang makan Mark dan Luna duduk berhadapan seperti kemarin, lalu Luna langsung menanyai bi Ina mengenai perihal semalam.
“Bi Ina, siapa yang menggendongku ke kamar semalam.” tanya Luna.
Bi ina terkejut dan melirik ke Mark. Lalu Mark berpura-pura batuk memberi isyarat untuk berbohong.
“Eh itu, Nona semalam nona tidur berjalan.”
Untungnya bi ina Paham dengan maksud Mark, sehingga Mark merasa lega.
“Hah benarkah? Sebelumnya aku tidak mempunyai kebiasaan tidur yang buruk.” jawab Luna dengan sedikit malu karena Mark ada di sana.
“Saya tidak bohong Nona, semalam saya lihat nona berjalan. Saya kira Nonna sadar, tapi karena menanyai saya. Jadi saya pikir semalam Nona tidur berjalan.”
“Mungkin saya hanya terlalu lelah makanya begitu.” Luna membela diri.
“Mark! Mark!” Rangga datang dengan nafas terengah-engah. Sepertinya dia datang dengan sangat tergesa-gesa.
Semua mata tertuju padanya, karena datang dengan mengagetkan.
“Ada apa?” Tanya Mark tenang.
Rangga menyerahkan tab untuk memperlihatkan sebuah artikel tentang dirinya yang sudah mengambil alih perusahaan keluarga Aliester pada Mark dan berbagai artikel lainnya yang menyusul dengan judul yang sama.
“Seperti dugaanmu, mereka memang telah bertindak.”
Apa yang terjadi mengapa mereka terlihat serius? Hum..sudahlah apapun itu dia tidak peduli. Luna lanjut mulai sarapan.
Mark terlihat cukup tenang, "Hubungi saja Key, suruh dia bertindak sesuai dengan rencana kita.” ucap Mark menegaskan.
“Key sudah aku hubungi, jangan khawatir. Tapi...” Rangga melihat Mark lalu melihat Luna. Mark mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Rangga.
“Luna hari ini kau tidak usah ke kantor.”
“Hah, kenapa, bukannya...”
Luna belum menyelesaikan kalimatnya Mark langsung menyela perkataan Luna, "Kamu turuti saja perintahku!” nadanya tidak tinggi, tapi itu dalam tidak dibantah sedikitpun, sehingga membuat Luna dan yang lainnya tertegun.
Mark langsung berdiri dan pergi dengan Rangga.
Luna yang masih duduk di kursi meluapkan kemarahannya setelah kepergian Mark dan Rangga.
“Mark berengsek! Mark kasar! Mark idiot..., dasar psikopat!!!” dia mengutuk Mark dengan sepuas hatinya.
Sementara di dalam mobil Rangga memberitahu semua informasi yang telah dia dapatkan.
“Dengan berita tadi para pemegang saham memaksa untuk segera mengadakan pertemuan, dan sekarang mereka sudah menunggu di ruang konferensi.” jelas Rangga.
Mark hanya diam, lalu Rangga melanjutkan penjelasannya, “Tenang saja, sebelum kita sampai, berita tentang kamu dan Luna akan menjadi berita utama.”
" Itu sudah menjadi berita utama.” jawab Mark santai.
“Hah, sungguh? Key teman kita memang bisa diandalkan.”
***
Sementara Luna di ruang Lukis ternyata juga sudah mengetahui semua berita pagi ini. Hatinya sangat sakit, dia tidak tau harus bagaimana.
Pantas saja sebelumya tidak bisa menemukan artikel apapun tentang pengalihan perusahaan Papanya, ternyata baru pagi ini terungkap ke publick.
Dan yang lebih mengejutkannya, dibarengi berita tentang pertunanganannya dengan Mark Rendra.
“Mengambil alih perusahaan dengan alasan pensiun, lalu rencana pertunanganan. Hah, ternyata kamu sangat licik Mark Rendra!” Luna sangat marah.
“Mengajakku ke kantor ternyata hanya umpan, agar kita bisa terlihat bersama oleh orang banyak. Kamu benar-benar pandai memanfaatkan situasi. Kita lihat saja bagimana aku akan membalasmu.” tekad dalam hatinya.
Luna mengambil Lukisan wajah Mark yang sempat dia buat, tepat setelah pertemuannya yang tidak sengaja dengan Mark beberapa bulan lalu.
“Aku akan menghancurkan mu, Mark Rendra.” sambil menuangkan cat cair sehingga merusak sebagian besar lukisan itu.
AUTHOR: Jangan lupa dukung Author dengan cara like, komen dan masukkan ke favorit, ya teman-teman.
Mari kita tunggu episode selanjutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Aurora
next
2022-08-14
0
Made Srinursani
baik
2021-08-21
0
mardiana sari
aq msh bingung jln ceritanya thor...
2020-10-21
0