Enam bulan sudah berlalu sejak kepulangan Luna dari Paris. Hari-hari dia lewati dengan melukis, mengunjungi perusahaan Papanya, menghadiri pameran diluar negeri dan sesekali berkumpul dengan teman-teman.
Meskipun Luna merupakan seniman baru, tapi dia sudah mendapat beberapa prestasi di dalam dan di luar negeri .
Sebenarnya Luna berencana ingin membuat galery seni megah dengan desainnya sendiri, lalu mengadakan pameran dengan usahanya sendiri. Oleh karena itu dia berusaha dengan sangat keras agar bisa segera mewujudkan impiannya ini.
Dan satu lagi, faktanya jurusan yang diambil Luna sebenarnya kurang disetujui oleh Tuan Aliester. Tuan Aliester selalu berharap Luna bisa lebih mendalami ilmu bisnis, sehingga bisa mengelola perusahaan nantinya.
Tapi, Luna tidak tertarik dengan perusahaan papanya, sehingga dia tetap bersikeras mendalami dunia seni lukis.
Apa boleh buat, Luna merupakan anak satu-satunya, Tuan Aliester hanya bisa menerima saja keputusan Luna ketimbang harus berdebat. Dia tahu anaknya sangat pintar, suatu saat dia pasti akan mau juga mempelajari tentang perusahaan.
.
.
.
Di pagi hari ponsel Luna bergetar, yang menandakan sebuah pesan masuk. Luna yang baru selesai mandi bergegas men-cek ponselnya.
“Kak Jiang He.” Luna bergumam sambil tersenyum bahagia. Dia cepat membuka pesan.
Jiang He: Luna beberapa bulan ke depan aku akan sangat sibuk. Jadi, maaf jika nanti tidak mengabari mu. Jaga dirimu.”
Senyum Luna seketika menjadi masam seketika.
Luna: Aku sudah dewasa jangan perlakukan aku seperi anak-anak! Kakak semoga urusanmu berjalan dengan lancar, (memberi emoticon semangat yang imut).
Disisi lain Jiang He yang membaca pesan Luna tersenyum bahagia. Dia membalas pesan Luna.
Jiang He: Chuuu. (emoticon cium).
“Tuan kita harus segera berangkat.” tegur sekretaris Jiang He yang berdiri di depannya.
Jiang He menyimpan ponselnya dan berdiri dengan perasaan senang, “Baiklah, hari ini aku sangat bersemangat.” dia senyum bahagia, karena dia sudah menggoda Luna dengan emoticon cium itu.
Sementara Luna benar saja pipinya sudah memerah hanya dengan sebuah emoticon yang dikirim oleh Jiang He.
“Ya Tuhan, apa-apaan ini. Aku tidak boleh seperti ini.” dia menggerutu dan menampar pipinya agar segera sadar.
.
.
.
Minggu berikutnya benar saja memang Jiang He sangat jarang menghubunginya. Luna merasa sedikit kesepian, dan entah kenapa keadaan di rumah juga terasa sedikit aneh, kedua orang tuanya juga sedang melakukan perjalanan bisnis ke Amerika. Jadi di rumah hanya ada Luna dan beberapa orang pelayan.
“Apa aku begitu kesepian, sehingga aku merasa aneh dengan suasana ini?” celotehnya sendiri.
Dia menghela napas berat, "Sudahlah, mungkin karena Papa Pama tidak dirumah."
Lima hari setelah papa mama Luna pergi hal aneh semakin terasa. Pelayan membatasi waktu Luna keluar, bahkan mereka membatasi untuk melakukan panggilan telepon.
Mereka mengambil laptop dan ponsel luna saat Luna masih tertidur. Tapi Luna tetap tenang, karena Luna merupakan gadis cuek sehingga dia tidak mempermasalahkan hal seperti ini.
Apalagi hari ini dia sedang meliburkan diri dan hanya ingin bersantai, jadi dia juga tidak butuh barang-barang itu.
Saat di taman, pelayan juga tidak seperti biasanya. Dua orang pelayan mengawasinya, padahal dia hanya duduk minum teh dan merawat bunga mawar kesayangannya.
“Bi Ina, apa yang terjadi? kenapa kalian memperlakukan aku seperti ini?" Luna mulai tidak nyaman dan bertanha dengan nada dingin. Suasana ini benar-benar sudah di luar kewajaran.
“Saya hanya melakukan apa yang harus saya lakukan nona Luna.”
“Siapa yang menyuruh kalian melakukan ini? Tidak mungkin Papa, Mama ku kan?” Luna sudah kesal, dia percaya Papa Mamanya tidak mungkin melakukan hal seperti ini pada dia anak satu-satunya. Tapi, dia cukup khawatir apa sebenarnya yang terjadi.
“Nona Luna cukup menurut saja, maka urusan akan lebih mudah.” ujar Bi Ina dengan nada sedikit rendah dan menyesal.
Luna terdiam, dia mengepalkan tangannya dengan penuh tanda tanya dengan keadaan ini.
Dia berdiri, lalu berjalan. Lagi-lagi pelayan-pelayan itu mengikutinya. Luna yang sudah kesal langsung menghentikan langkahnya.
“Cukup, aku bilang cukup!!! kalian jangan mengikuti ku lagi! Aku hanya ke kamar untuk istirahat. Apakah kalian masih mengikuti ku meskipun aku hanya tidur?” bentaknya kesal.
“Tapi Nona..."
“Bi ina! kamu adalah pengasuhku sedari kecil, aku rasa kamu sangat paham dengan diriku.” Luna berjalan menuju ke kamar.
Bracckk!
Dia menutup pintu dengan sekuat tenaga. Keadaan di luar semakin mencekam dengan sikap Luna seperti ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Aurora
Ada apakah?🤔
2022-08-14
0
Rika Anisa
Bagus
2020-06-21
1
its anna
bgus
2020-05-06
0