Jam menunjukkan pukul 13.10 siang. Luna turun kebawah, karena Roland sudah menunggunya untuk pergi makan siang.
Setibanya di bawah, Luna melambaikan tangan pada Roland sambil tersenyum tipis.
Roland juga tersenyum, “Kakak ipar..."
“Aa... iya-iya. Sudah lama menunggu?” tanya Luna sambil berjalan mendekati Roland dengan senyuman.
“Tidak juga. Kakak ipar, apa Mark menyulitkan mu?” tatapan mata Roland tampak menyelidik.
“Hmm, tidak. Memangnya kenapa?” tanya Luna sambil mengerutkan dahi
“Kakak jangan bohong, lihat ini jam istirahat sudah lewat 10 menit. Tapi, kamu baru di izinkan untuk istirahat.” Celoteh Roland.
“Roland, dia memang suka mengerjaiku. Tapi dia tidak akan berani menyulitkan ku.” Luna berucap dengan senyum yang lembut.
"Aku rasa kakak ipar bohong." dia mengerutkan kening sambil melirik Luna yang tampak tersenyum sambil menggelengkan kepala, " Ah, sudahlah kita langsung pergi saja.” ajaknya.
“Ok.”
Mereka berjalan bersamaan, mereka berbincang dan tampak sudah akrab.
Ketika memasuki mobil Roland membukakan pintu untuk Luna. Dia memperlakukan Luna dengan sangat baik.
“Silakan, Tuan putri.” ucap Roland dengan lembut sambil membungkukkan tubuhnya.
“Oo.. jangan berlebihan Roland.” Luna tertawa melihat cara Roland memperlakukannya.
“Tuan putri, pantas untuk ini.”
“Baiklah, terima kasih." ucap Luna sambil masuk ke dalam mobil.
Dari kejauhan Mark memperhatikan Luna dan Roland di dalam mobil Rangga.
“Aku rasa mereka akan akrab dengan cepat.” Rangga sengaja menuangkan bahan bakar, memanasi Mark.
“Kamu, diam!”
“Mark, bukankah sudah ku ingatkan sebelumya, perempuan suka di perlakukan dengan lembut.” Rangga menghela napas berat.
“Apa maksud ucapan mu? aku tidak mempunyai perasaan apapun terhadapnya. Kamu sendiri tatu aku melakukan semua ini ada tujuan tertentu.”
Rangga mencibir, lalu mengangkat kedua bahunya, " Ya syuudah, terserah kamu saja.” Rangga menggelengkan kepalanya. Percuma saja berbicara, toh orangnya selalu berkata 'tidak'.
“Mark mobil mereka sudah jalan, apa kita perlu mengikutinya?” tanya Rangga sambil dengan melirik ke kaca spion tengah.
“Tidak perlu, kita ke restoran D’Star.”
“Baiklah.” sambil melajukan mobil dengan tenang menuju tempat yang di maksud oleh Mark.
Di tengah perjalanan Rangga mengerutkan kening saat melihat mobil Roland yang selalu sejalur dengannya.
“Mark, sepertinya kita ke arah yang sama dengan mereka.” sedikit melirik ke kaca spion, lalu fokus kembali ke jalan.
Mark yang duduk di belakang menunduk dan memegang kepalanya sambil memejamkan mata, lalu dia memarahi Rangga.
“Rangga, kamu cukup mengemudi saja dengan benar, tidak usah mengatakan semua yang kamu lihat kepadaku.”
“Baiklah, aku akan menutup mulutku.” Rangga merapatkan kedua bibirnya, lalu sedikit mengusap dadanya.
Sabarlah duhai hati.
Sampainya di restoran D’Star, dan benar saja ternyata Roland dan Luna juga berhenti di sana.
Mark membuka matanya, dia terkejut dengan apa yang dia lihat.
“Rangga! kenapa kamu tidak bilang kalau mereka beneran ke tempat yang sama dengan kita?!” Mark memarahi Rangga dengan nada kesalnya.
“Mark, bukankah aku sudah mengatakannya tadi, tapi kamu malah memarahiku. Aku sudah menutup mulutku, sekarang kamu malah memarahiku lagi.” balas Rangga dengan mengiba.
“Itu karena kau selalu mengoceh, membuatku pusing saja.”
“Baiklah, aku yang salah.” ya begitu saja. Biar urusan cepat selesai.
Roland dan Luna duluan masuk ke restoran tersebut, mereka telihat sangat akrab.
Sesampainya di dalam, Roland dan Luna sudah memilih tempat duduk dan tinggal menunggu pesanan mereka datang.
“Roland ternyata kamu humoris juga.” Luna menopang dagu menatap Roland. Sepenjang perjalanan tadi, Roland selalu membuat suasana penuh dengan tawa.
“Tidak juga. Aku bisa leluasa bercerita seperti ini hanya kepada orang tertentu saja.” jawab Roland santai.
“Sungguh? Jadi aku termasuk orang tertentu tersebut. Cepat sekali?"
“Hanya butuh 1 detik untuk ku mulai merasa nyaman.”
“Um, Roland selain humoris ternyata kau puitis juga, ya?” ucap Luna lagi, dia mengedip-ngedipkan matanya dengan polos.
“Kakak ipar, kamu tidak percaya? Aku berkata jujur apa adanya.” jelas Roland kesal, karena meskipun Luna tidak menggunakan nada sindiran, tapi dia merasa Luna selalu mengejeknya.
Luna tertawa, lalu menari tubuhnya. Dia duduk dengan santai, “Baiklah. Aku tidak akan mengejek mu lagi.”
Pesanan mereka datang dan mereka mulai makan sambil bercerita tentang banyak hal.
Sementara itu Mark juga telah memasuki restoran.
“Mark, apakah kita akan bertemu dengan Luna nantinya?” tanya Rangga.
“Tentu saja tidak. Kita ke private room.” jawab Mark sambil memasuki Lift dan menekan tujuan lantai lima.
“Apa kamu menemui Tuan Ong si gendut itu?" tanya Rangga penasaran.
“Iya, pagi ini dia menghubungiku. Dia akan setuju menjual lahannya kepada kita, tapi dengan satu syarat.” jelas Mark.
“Hah, berani sekali dia bernegosiasi. Apa syarat yang dia ajukan kepadamu?"
“Entahlah. Dia bilang akan membicaraknnya nanti.”
Mereka sudah tiba di private room, pelayan membukakan pintu untuk mereka.
“Selamat datang Tuan muda Mark, apa kabar?” sapa tuan Ong dengan ramah.
Mark tidak berniat untuk menjawab, dia hanya menatap Tuan Ong datar.
“Kabar kami baik.” Rangga menggantikan Mark untuk menjawab. Nadanya dingin dan mengancam.
“Haha.. aku tidak menyangka bisa bertemu dengan kalian lagi. Dulu kamu masih sangat muda, sekarang kalian sudah menjadi pria yang mempesona. ” ucap Tuan Ong, sudut mulutnya bergerak agak sinis.
“Tuan Ong, Tuan muda kami tidak suka basa-basi. kita langsung saja pada intinya.” Rangga menegaskan.
Tuan Ong melihat ke arah Rangga dengan tatapan tidak senang, tetapi dia berusaha untuk tetap tertawa.
“Mark, sepertinya bawahanmu sangat tidak tahu sopan santun.” Tuan Ong menyudutkan Rangga.
Mark tersenyum, “Tuan Ong, kamu jangan menghina bawahanku, itu sama saja kau menghinaku.”
“Haha, baiklah, baiklah. Kalau begitu maafkan aku.” Tuan Ong senyum terpaksa. Dia sakit hati, dia merasa sudah di rendahkan.
Beraninya dua bocah ini menghinanya!
Tuan Ong mengatur ekspresi nya sebaik mungkin, lalu berkata, "Tapi, kita tidak perlu terburu-buru. Nikmati dulu makan siang ini, sebentar lagi mereka akan menghidangkannya, setelah itu baru kita membicarakan bisnis.” Tuan Ong berusaha tetap ramah.
“Tidak perlu, segelas anggur sudah cukup.” ucap Mark.
“Haha.. baiklah jika itu maumu.”
Dia menyuruh bawahannya untuk mengatakan kepada pelayan agar menunda hidangan. Kemudian seorang pelayan datang menuangkan anggur untuk mereka.
“Tuan Ong, aku penasaran syarat apa yang kau ajukan padaku." Mark menatap Tuan Ong tenang, namun tatapannya itu sungguh membuat orang merasa tidak aman.
“Mengenai syarat itu kamu tidak perlu khawatir, ini syarat yang sangat mudah.” Jawab tuan Ong.
“Katakanlah.” Mark masih dingin.
“Aku akan menyerahkan lahan itu ke perusahan Lixing, asalkan yang menangani proyek ini adalah Luna Aliester.” jawab Tuan Ong dengan sombong.
Mendengar itu Rangga, mengerutkan dahi.
Haha, rupanya dia ingin bermain-main.
Mark tersenyum menatap tlTuan Ong, "Kenapa anda tertarik dengan perempuan yang akan bertunangan, Tuan Ong?” Tanya Mark santai.
“Aku hanya penasaran, bagaimana kinerja dari putri semata wayang Aliester yang dulu selalu dia bangga-banggakan.” Tuan Ong mengangkat alisnya dan tersenyum.
“Beri saya alasan yang masuk akal."
“Haha... ternyata Tuan Mark tidak suka bercanda. Maaf ,maaf." Tuan Ong memperbaiki duduknya. Dia dengan serius berkata, “Sebenarnya lahan itu bukan milikku lagi, aku sudah menjualnya ke orang lain. Tapi, dia belum mengambilnya dariku. Begitu aku tau kamu tertarik dengan lahan tersebut aku menghubunginya, tapi dia bilang dia bisa saja memberikannya padamu asalkan Luna sendiri yang menangani proyek ini."
“Siapa orangnya?" Tanya Mark.
“Mengenai itu aku tidak bisa memberi tahumu, dia bilang akan menemui mu dan Luna jika kamu setuju dengan syaratnya." jawab tuan Ong.
“Hah, kalau begitu sampaikan pada orang itu aku menolak syaratnya.” ucap Mark, lalu dia berdiri.
Tuan Ong tampak gusar, dia juga langsung berdiri, “Eh, ta-tapi Mark syarat ini tidak berat, dan Luna pasti juga setuju. Lebih baik bicarakan dulu dengannya. Kamu juga tau proyek ini pasti akan memberikan keuntungan yang besar, apa salahnya dengan syarat yang sepele ini.” ucap tuang Ong menahan Mark.
“Sesuatu yang aku inginkan cepat atau lambat pasti akan ku dapatkan. Tidak peduli kalian berikan atau tidak.” ucap Mark sambil meninggalkan Tuan Ong.
Rangga tersenyum puas, baginya itu sangat keren.
“Kalau begitu kami permisi dulu Tuan Ong
” ucap Rangga sambil membungkuk dan berjalan mengikuti Mark.
Sial! aku tidak pernah bertemu bocah seangkuh ini. Beraninya dia mengancamku. Aku pasti akan membalasmu. Kau tidak tahu dengan siapa kamu berurusan.
Tuan Ong sangat kesal.
“Hubungi Alexs, beritahu dia bagaimana bocah ini pemperlakukan kita.” perintah Tuan Ong kepada bawahannya.
“Baik, Tuan”.
Rangga mengikuti Mark dari belakang dia tersenyum dan ingin menggoda Mark.
“Hem hem..”
Tapi Mark tidak menanggapi Rangga.
“Kamu tahu Mark entah mengapa aku merasa tindakanmu tadi cukup keren.” ucap Rangga. Masa bodoh di dengarkan atau tidak. Yang penting bicara saja dulu.
“Apa hanya cukup?” Tanya Mark.
“Haha... ternyata kau masih saja serakah. Maksudku kau benar-benar sangat keren.” Rangga kembali berdehem dan serius berkata, “Aku merasa pasti ada yang salah. Untuk apa dia melibatkan Luna dalam hal ini."
“Aku pikir kamu tidak bodoh, jadi kamu tidak perlu bertanya lagi padaku.” jawab Mark mematahkan pertanyaan Rangga.
“Ayolah Mark, kenapa kamu selalu memperlakukanku seperti ini?" rengek Rangga.
“Diam! jangan merengek, ku bukan anak kecil lagi.” jawab Mark dingin. Dia melirik Rangga dengan tatapan mata tajamnya.
"Huh, kamu memang selalu jahat padaku.” jawab Rangga cemberut.
Mereka memasuki Lift.
Kruyuk kruyuk!
Perut Rangga berbunyi, Mark melihat ke arahnya.
“Hehe, sepertinya memang sudah saatnya untuk makan.” ucap Rangga sambil memegang perutnya.
“Baiklah, kalau begitu kita makan dulu.” jawab Mark
***
Luna dan Roland sudah selesai makan, tapi pelayan menghidangkan desert untuk mereka.
“Maaf, tapi kami tidak memesan ini.” ucap Luna pada pelayan itu.
“Aku yang memesannya.” jelas Roland.
“Roland, kamu tidak perlu melakukan ini. Aku sudah kenyang.”
“Cobalah, desert di sini sangat enak.” jelas Roland.
“Tidak, tidak. Aku sudah tidak sanggup lagi.” tolak Luna.
“Kakak ipar, kenapa kamu sangat tidak menurut, cobalah sedikit saja. Jika tidak kamu akan melukai hatiku.” bujuk Roland yang sudah bersiap akan menyuapi Luna.
“Haha, kamu ini. Aku akan mual jika masih makan.” tolak Luna, sambil mencari ponsel di tasnya.
“Ayolah kakak ipar, aku akan sangat malu jika kau menolakku." rengek Roland. Benar-benar kekanak-kanakkan.
Tapi tiba-tiba seseorang menahan tangan Roland.
“Bukankah dia sudah menolak, kenapa kau masih memaksanya?”
Luna dan Roland terkejut dan langsung melihat ke arah sumber suara.
What? Kenapa si brengsek ini bisa di sini. mampuslah!
“Ternyata kamu Mark. Maaf, aku tidak bermaksud untuk...” belum selesai Roland menyelesaikan kalimatnya, Mark memotong kalimatnya.
“Jangan mengelak! aku sudah melihatmu menggoda calon tunanganku. Ternyata kamu juga sama, selalu menginginkan milikku, sama seperti orangtua mu.” Mark melepaskan tangan Roland dengan kasar sehingga desert tersebut mengenai jas Roland.
Melihat kejadian itu, orang di dalam restoran ribut.
“Lihatlah, bukankah itu Tuan muda Mark dan Nona Luna? apa yang terjadi di sana, sepertinya ada perkelahian.” Ucap orang-orang di sana.
“Sepertinya ada tontonan menarik” ucapan lainnya.
Roland membersihkan jasnya, “ Mark kamu sudah salah paham padaku. Mengenai kejadian masa lalu mari kita bicarakan baik-baik.”
“Tidak ada yang perlu di bicarakan lagi."
Luna merasa kesal, “Hey!kalian sudahlah. Tidakkah kalian sadar banyak mata yang memperhatikan kita?"
“Apa kamu membelanya?” Tanya Mark.
“Mark, kamu jangan kekanak-kanakan. Aku tidak membela siapapun. Kalian lihatlah mereka semua mamandangi kita.” Luna melirik kan matanya.
Mark melihat sekeliling, dan orang-orang tersebut langsung mengalihkan pandangan mereka dan pura-pura sibuk.
“Kita tidak boleh menyinggung mereka, aku dengar Presdir baru Lixing ini orang yang sangat dingin dan kejam, berpura-pura tidak lihat saja itu akan lebih aman untuk kita.” bisik salah satu dari mereka.
“Aishh.. Roland aku ingatkan padamu, kamu tidak perlu menemui Luna lagi. Ini yang terakhir kalinya.” Mark memperingati Roland.
“Dia belum menjadi tunanganmu, apa hakmu melarang aku menemuinya?” Roland juga tidak mau kalah.
“Hah, sekarang apa kamu ingin bersaing dengnku? Sayangnya sudah sangat terlambat, beberapa minggu lagi kamu datanglah ke pertunangan kami.”
Luna semakin pusing, “Ayolah kalian itu saudara sepupu jangan bertengkar memperebutkan aku.”
Mark dan Roland menatap Luna.
“Kamu diam!” ucap Mark dan Roland secara bersamaan.
Eh orang ini, beraninya mereka???!! Ternyata dua orang sepupu ini sama liciknya. Dia memang sudah sangat salah menilaimu Roland!
Melihat itu Rangga hanya menahan tawanya.
Ini benar tontonan menarik. Dia melihat tiga orang itu dengan penuh minat.
“Mark, aku hanya ingin berbicara baik-baik denganmu.” Roland menatap Mark dengan serius.
“Bicara? Melihat wajahmu saja aku sudah tidak mau.” sorot mata Mark sungguh tidak bersahabat, bahkan sudut bibirnya terangkat sinis.
“Sebenci itukah? Bagaimana jika kamu hanya salah paham?” Roland sungguh tidak berdaya.
“Jika benar salah paham, kamu tidak akan menyakitiku sejauh ini.” jawab Mark sambil menarik tangan Luna, lalu pergi meninggalkan Roland.
“Rangga kamu selasaikan ini, jangan sampai ada berita mengenai ini.” perintah Mark ketik melewati Rangga.
Rangga merapatkan bibir sambil mengangguk-angguk kecil.
Baiklah, ternyata ini lah hidangan makan siangnya. Huh!
Kruyuk! kruyukk!
Perut Rangga berbunyi lagi. Sabar, sabar.
Roland masih memandang punggung Marka Luna yang sudah menjauh. Sorot matanya menyimpan begitu banyak hal, satu tangannya mengepal dengan kuat.
Aku akan tetap berusaha menemuimu Mark bagaimanapun caranya.
***
Di dalam mobil.
“Mark, apa kamu tidak bisa lembut? kamu menyakiti tanganku kesekian kalinya.” Luna sangat marah sambil memegangi tangannya.
Mark tidak peduli, dia melajukan mobil dengan kencang.
“Mark, Mark apa kamu gila? aku belum mau mati.” teriak Luna, satu tangannya memegang samping kursi mobil.
Mark masih Tidak memperdulikan. Luna berpegangan erat.
“Mark! kenapa kamu seperti ini? jika kamu ingin mati, mati saja sana!! jangan membawaku mati bersamamu.” kecepatan mobil membuat dia mual.
Mark me-rem mendadak mobilnya.
“Aaaaa.. kamu benar-benar gila.” teriak Luna.
“Apa tujuanmu mendekati Roland?” tanya Mark dengan nada marah dan tatapan mata tajamnya.
“Hah? aku mendekati Roland? tidak, tidak!" Luna mengibaskan tangannya, lalu sedikit mengatur nafasnya, "Aku Luna Aliester masih waras. Seumur hidup, aku tidak pernah melakukan hal seperti itu.” tegasnya.
“Kamu jangan mengelak!" bentak Mark.
“Ka-kamu! kenapa membentakku? Aku tidak salah apa-apa.” tatapan Luna terlihat jengah.
“Roland adalah orang yang licik, kamu tidak boleh menemui dia lagi.”
Heh, licik? Aku rasa kalian sama saja.
“Kenapa kamu diam? apa kamu tidak rela meninggalkannya?” bentak Mark lagi.
“Kamu tidak perlu terus membentakku, apa kamu merasa berhak melakukannya? melarangku melakukan ini dan itu. Mark ingatlah, kita hanyalah pasangan palsu. Jadi kamu tidak perlu seperti ini.”
“Jadi jika kita benar-benar bertunangan kamu akan mendengarkan kata-kataku?” Mark menatap Luna dengan mata yang berapi-api.
Luna terkejut. Dia menoleh pada Mark, lalu tertawa, “Kenapa kamu begini Mark? Kalau bercanda jangan sekonyol ini.” tawa Luna terdengar mulai canggung.
“Luna, aku hanya ingin mengingatkanmu, jangan berhubungan dengan Keluarga Rendra.” Mark menundukkan kepalanya dengan smirk di bibirnya.
Luna terdiam. Perlahan dia menunduk, satu bibirnya terangkat sinis, "Heh, jika bisa, aku tidak pernah ingin berhubungan dengan keluarga Rendra walaupun hanya sekali. Tapi, kamu telah menyeretku. Dan akan sulit bagiku menghindar.”
Mark mendengus, dia menatap lurus ke depan, "Aku tahu kamu akan menyalahkanku. Tapi, kau juga harus tau, aku berbeda.”
“Berbeda?" Luna mengangkat kepalanya, menatap lurus ke depan dengan suram, "Jangan kamu pikir aku ini bodoh. Aku tahu, kamu masuk ke keluarga Aliester dengan menyandang nama keluargamu, pasti mempunyai tujuan tertentu. Mark, jika kamu ingin balas dendam, kamu tak perlu menghancurkan keluargaku. Kamu sangat egois.” nada bicara sedikit tinggi. Dia menatap Mark, lalu menundukkan kepala kembali.
“Luna, kamu tidak akan mengerti. Jadi tolong jangan asal menebak.”
“Hal apa lagi yang tidak ku mengerti? semua ini sudah cukup jelas. Hidupku, keluargaku yang sempurna tak ada lagi semenjak kemunculanmu.” suara Luna terdengar lirih. Jemarinya juga tampak saling menggenggam erat.
Mark menegakkan kepalanya dan melajukan kembali mobilnya. Dia tidak berbicara lagi.
Maafkan aku telah melibatkanmu Luna.
Suasana menjadi dingin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Arin
sampai di bab ini juga sy msih blm ngerti alesan Mark itu apa...🤔
2022-12-10
0
Gabrielle
Jadi cerita roman misteri😃
2022-08-15
0
Angel Ašk Deni
apa sich yg sebenar nya terjadi
2020-07-25
0