Di dalam kamar, Luna merebahkan diri di tempat tidur. Dia menutup mata dan berusaha menahan air matanya agar tidak terjatuh.
“Tidak! aku tidak boleh menangis, tidak boleh!” dia mengusap wajah sambil menggelengkan kepala.
Dia berpikir apa yang salah, kenapa pelayannya aneh tidak seperti biasanya. Kemudian Luna ingat akan ponsel yang yang dia temukan tiga bulan lalu, dengan semangat dia bangkit dan menggeledah mencari ponsel itu.
“Dimana, dimana aku manyimpa nya? kenapa tidak ada disini?" dia bergumam sambil menggigit bibir bawahnya.
“Oh, aku ingat. Aku memindahkannya di kotak rahasiaku.” Luna bergegas mengambilnya.
Saat melihat ponsel di dalam kotak, bibirnya tersenyum bahagia, lalu bergegas menyalakan ponsel tersebut.
“Ponsel ini terkunci, bagaimana aku menggunakannya? apakah tidak apa mengembalikannya ke pengaturan awal. Tapi, aku sangat penasaran dengan isi ponsel ini, pasti akan lebih banyak foto-foto tampannya didalam kan? aaaaa....aku harus bagaimana?" Begitulah karakter Luna yang sangat santai, masih bisa memikirkan hal yang lain, meskipun dalam keadaan yang tidak dia pahami sekalipun.
Pikirannya kembali mengingat peristiwa lalu.
Saat itu...
Luna berlari terengah-engah mencari tempat persembunyian. Wajahnya sudah pucat dan berkeringat.
“Kemana aku bersembunyi? aku tidak boleh tertangkap. Sial, karena sangat kesal dengan Papa Mama di rumah, aku malah menabrak para preman ini di jalan. Mereka mengapa sangat menakutkan, padahal aku sudah meminta maaf.”
Tiba-tiba seseorang menarik tangannya. Luna hampir menjerit, tapi pria itu segera menutup mulutnya.
”Diam! kalau tidak ingin tertangkap, patuhlah!”
Luna mendongak, seorang pria tinggi berpakaian serba hitam dengan postur tubuh yang sempurna, bibir atas mempesona dengan bibir bawah yang sedikit tebal berwarna merah seperti buah cery yang menggoda.
Tapi, Luna tidak bisa melihat jelas wajahnya. Pria itu menutupi sebagaian wajahnya dengan topi. Luna tersadar dan merasa tubuh mereka terlalu dekat, dia berusaha berontak.
“Lepaskan aku!”
Pria itu malah semakin membenamkan tubuhnya pada Luna.
Luna sangat terkejut dengan perlakuan ini.
Tidak! Ini terlalu dekat.
Luna melepaskan tas yang dipegangnya dan mendekap tangannya di dada agar tidak bersentuhan dengan tubuh pria itu.
Dan... tiba-tiba jantungnya berdegub kencang.
Di balik tempat persembunyian sekarang, dia mendengar suara segerombolan orang yang mengejarnya tadi. Luna terpaksa patuh dan diam.
Beberapa orang berkumpulan, “Bos kita kehilangan jejak gadis itu.”
“Sial! kita akhiri saja. Kita lepaskan kali ini.” meraka semua pergi berlalu.
Luna dengan cepat melepaskan diri dari dekapan tubuh pria asing itu dan berbalik badan untuk menutupi pipinya yang sudah memerah.
“Terima kasih sudah menolongku.” Luna berucap sangat canggung.
Tidak ada jawaban, Luna segera melihat ke belakang.
Kosong!
“ Ehh, kemana pria itu? kenapa menghilang? Apa hanya halusinasiku saja?" Luna terbengong, lalu dia menggeleng, "Tidak! mana mungkin aku berhalusinasi, dekapan badannya tadi sangat nyata."
Tiba-tiba saja segerombolan orang datang dengan pakaian yang rapi, berlarian dan menghampiri Luna. Luna segera kembali ke kesadarannya.
“Adik kecil, apakah kamu melihat pria yang mencurigakan disekitar sini?”
Luna sontak menjawab, "Tidak, aku tidak melihat siapapun disini.” nadanya sangat tenang. Dalam benaknya, dia sudah mengira mungkin pria tadi dalam kejaran segerombolan ini.
Seseorang datang dari arah lain, “Yoo... kamu seorang gadis, kenapa berada ditempat seperti ini?”
Luna melihat ke arah sumber suara, dia melihat pria berpenampilan sangat rapi dan berkarisma, tapi terlihat seperti boss seorang penjahat.
“Kenapa malah diam?” pria itu mengeraskan suara sehingga Luna sedikit terperanjak.
Luna melihat pria itu dengan tatapan tidak senang, "Heh, masalahmu apa? aku disini ingin mencari kucingku. Kenapa kalian membentak seolah mengintrogasiku?“ Luna berpura-pura menangis agar tidak ketahuan.
“Kenapa kau sangat cengeng." bentak pria itu kesal, "Simond, kita pergi saja. Aku rasa si brengsek itu sudah jauh, lebih baik kita mengejarnya dari pada menanyai gadis cengeng ini.”
“Baik, Tuan muda.”
“Semuanya, kita pergi saja.” Simond memberi arahan pada yang lainnya.
Pria itu berjalan melewati Luna dan berbisik,
“Aku akan mengingatmu gadis cengeng.” nadanya nakal dengan tatapan misterius.
“Eh, apa salahku?” Luna terkejut hingga membulatkan matanya menatap pria itu.
Pria itu hanya berlalu, Lunamelihat punggung pria itu. Tiba-tba pria itu berbalik badan, lalu mengedipkan matanya dan tersenyum licik kepada Luna.
“Aishh, pria itu sangat menggelikan.” celoteh Luna dengan mengangkat bahu dan mengusap kedua lengannya.
“Tapi siapa sebenarnya pria yang menolongku tadi? kenapa tiba-tiba dia menghilang? Apakah dia yang dimaksud pria barusan? ah, entahlah. Aku tidak melihat wajahnya dengan jelas. Jika benar, berarti impas.
Dia menolongku, akupun menolongnya. Ya benar seperti itu. Aku Luna Aliester mana boleh berutang budi.” gumamnya.
Sementara disudut lain, pria yang menari Luna tadi memperhatikan. Merasa keadaan sudah aman, dia segera pergi.
Luna mengambil tasnya, lalu dia melihat sebuah ponsel.
“Eh, ini milik siapa?" sambil berkata sambil menoleh ke sekeliling.
"Apakah pria tadi?” Luna mengambil ponsel tersebut dan menyalakan layar, seketika Luna terdiam. Dia melihat foto seorang pria yang sangat berkelas dan tampan.
“Ya Tuhan, kenapa jantungku berdegup kencang? Apakah ini rupa pria yang menolongku? tampan sekali. Aku Luna Aliester sudah sering bertemu pria tampan di penjuru dunia, dan aku pikir kak Jiang He lah yang paling tampan. Tapi, kenapa ketika melihat pria yang baru aku temui beberapa detik bisa menyentuh hatiku? Ya Tuhan... ini hanya foto, apakah aku sudah gila? tergoda dengan sebuah foto?” dia menampar pipinya agar sadar dari kekagumannya.
“Tapi, bagaimana aku mengembalikannya?"
Luna kembali memperhatikan sekitar. Sangat sepi. Ponsel ini terkunci dan hanya bisa dibuka dengan sidik pemiliknya.
Sudahlah jika ini penting, dia pasti mencarinya. Semoga kita bertemu lagi.
Luna memasukkan ponsel tersebut ke dalam tasnya. Dia bergegas meninggalkan tempat itu.
Tok, tok, tok!
Seorang pelayan mengetok pintu, sehingga menyadarkan Luna dari lamunannya. Dia dengan cepat dia menyembunyikan ponsel tadi.
“Nona Luna, saatnya makan malam. Turunlah.” panggil pelayan dari luar.
“Ya sebentar, aku mandi dulu.”
“Baiklah, Nona.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Borahe 🍉🧡
masih mengikuti alur
2023-03-16
0
Aurora
Lanjut baca
2022-08-14
0
Rose Kanam
krennnnnn suka aku
2020-08-02
0