Malam harinya Luna sedang asyik merias kuku di kamarnya yang di iringi dengan musi yang santai.
Tiba-tiba ada yang mengetok pintu kamarnya.
“Eh, kebetulan sekali ada yang datang. Lebih baik aku minta bantuan mereka.”
“Masuk.“ teriak Luna mempersilakan.
Seseorang membuka pintu, Luna dengan posisi membelakangi pintu tidak melihat siapa yang datang.
“Bi Ina, kebetulan sekali. Hari ini aku tidak sempat merawat kuku ku ke salon, jadi aku mengecatnya sendiri. Karena aku kelelahan, jadi agak sedikit berantakan. Bi Ina bantu aku memperbaikinya, ya.”
“Baik, Nona.”
Luna terkejut “Bi Ina ada apa dengan suaramu, kenapa..” sambil membalikkan badan.
“Aaaaa...”
Luna sangat terkejut karena datang bukan bi Ina melainkan Mark yang sudah berdiri di depan pintu.
“Kamu? kamu kenapa ke kamarku?” teriak Luna sambil melempari Mark dengan boneka dan bantal yang ada di kasurnya.
“Hei, hei! kamu yang menyuruhku masuk. Kenapa sekarang malah memarahiku?” Mark menghindar dari semua barang yang terbang ke arahnya.
“Aku hanya menyuruh bi Ina masuk, bukan kamu!" terus melempari.
Si brengsek ini beraninya masuk kamarnha Untung saja malam ini dia memakai piyama yang sopan. Kalau tidak? ah, bisa malu.
“Tapi yang mengetuk pintu aku, bukan bi Ina.” kata Mark sambil berjalan mendekati Luna
“Kamu?! kamukenapa mendekat?” tanya Luna dengan gugup dan terus melempari,
Mark memegang tangan Luna dan menahannya.
“Aish, lihatlah, nail art mu jadi semakin berantakan.” ucap Mark sambil menahan tangan Luna.
Luna terdiam dan mengedipkan matanya dua kali.
“Itu salahmu.” Luna menggertakkan gigi.
“Baiklah, ini memang salahku telah
mengejutkanmu. Kalau begitu izinkan aku membantumu memperbaikinya.” suara Mark lembut mengalahkan sutra. Luna sampai terkejut mendengarnya.
Apa? Si brengsek ini, kenapa jadi lembut begini. Biasanya dia hanya bisa membuatnya marah dan kesal sepanjang hari.
Luna sungguh tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Berapa kalipun lembut, tidak akan pernah membuatnya percaya. Itu akan selalu asing baginya.
“Ayolah Mark apa lagi rencana mu, apa kamu mau mengerjai ku?” ucap Luna sambil berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Mark. Tapi, Mark tetap menahan tangan Luna dengan lembut.
“Luna izinkan aku membantumu ya?” pinta Mark semakin lembut.
“Hei! aku tidak bermimpi kan?” ucap Luna masih tidak percaya.
Mark melepas tangan Luna dan menjentik kening Luna, "Bodoh! tentu saja ini bukan mimpi.“
Mark memberesi bantal dan boneka yang sudah berserakan.
“Aaaa.. nail art ku benar-benar berantakan.” rengek Luna.
“Apa kau sungguh ingin membantuku.” tanya Luna sambil menatap Mark yang mengemasi kekacauan yang dia buat.
“Tentu saja.” jawab mark tanpa ragu.
“Sungguh? tapi aku tidak ingin ini akan jadi lebih buruk.”
“Kamu tenang saja, kerapian adalah passion ku. Kaum tinggal tunjukkan model seperti apa yang kau inginkan. Aku akan membuatkannya untukmu.” jawab Mark meyakinkan Luna.
“Baiklah, aku akan mempercayaimu, tapi jika hasilnya akan jadi lebih jelek. Aku akan menghukum mu.” dia berucap tegas seolah menantang Mark.
“ Itu konsekuensi ku. Jadi, jika aku bisa menyelesaikannya dengan baik apakah kamu akan memberiku ku hadiah?” Mark menggoda Luna dan duduk di samping Luna.
“Hadiah? Ha- hadiah apa yang kamu inginkan?” tanya Luna tiba-tiba terbata-bata.
“Beri aku sebuah ciuman.” jawab Mark dengan tersenyum tipis.
“Dasar mesum! pergi sana! Aku tidak butuh bantuan mu.” teriak Luna sambil mendorong Mark.
“Hahaha.. aku hanya bercanda.” Mark tertawa puas.
Luna semakin kesal, memalingkan wajahnya dari Mark dan melipat tangannya seperti orang yang merajuk.
Si brengsek ini mengerjainya lagi. Baiklah dia mengerjainya juga.
“Hei! kauu jangan tertawa terus, cepat bantu aku membuat nail artnya.” bentak Luna karena Mark masih saja mentertawakannya.
“Baik, baik.”
Luna berencana mencari desain yang rumit, sehingga dia biasa menghukum pria ini.
Luna tersenyum penuh taktik. Dia merasa hebat dengan siasatnya.
“Aku mau yang seperti ini.” sambil menunjukkan gambar tersebut ke Mark.
Mark mengerutkan dahi. Gadis ini jelas ingin mempersulitnya.
Mark menatap Luna yang tersenyum padanya. Dia sudah menebak, ini sangat mencurigakan.
“Baiklah Tuan putri, aku akan melakukannya untukmu. Sekarang duduklah dengan benar.” ucap Mark sambil memutar posisi duduk Luna.
Deg!
Jantung Luna berdebar.
Luna terkejut dengan perlakuan Mark dan terdiam sejenak.
Si brengsek ini salah makan apa hari ini. kenapa dia berubah menjadi lembut.
Luna merasa panas di wajahnya, pipinya memerah. Dia berusaha untuk menutupinya dan berusaha untuk tetap tenang.
Mark melihat Luna yang sedikit tenang hanya tersenyum.
“Berikan tanganmu.” perintah Mark.
“Hah tanganku?” tanya Luna dengan melongo.
Mark menjentik kening Luna kembali, “ Tentu saja tanganmu, aku akan melukis kuku mu, bukan keningmu.”
“Aww..ak haha..iya iya.” jawab luna sambil mengulurkan tanggannya pada Mark dengan canggung.
“Baiklah, langkah pertama mari kita bersihkan dulu.” ucap Mark dengan lembut.
Mark membersihkan nail art Luna yang gagal tadi, dia membersihkannya dengan Lembut.
Luna menatap wajah Mark yang memperlakukannya dengan lembut. Tanpa sadar terbawa suasana, dan entah apa yang dia di pikirkannya dia tersenyum. Tapi sesaat kemudian dia tersadar.
Hah, aku tersenyum? Haha..apa kauu gila Luna? jangan terpengaruh dengan kelembutan. Dia itu si brengsek yang suka mengancammu!
Luna menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak ingin berfikiran aneh atau terpesona dengan pria ini.
“Luna kamu kenapa? apa kepalamu pusing?” tanya Mark dengan sedikit khawatir. Dia menatap lekat wajah Luna.
“Tidak, aku hanya... " berhenti sejenak. Memutar otak untuk mencari alasan,
"Oh ini rambutku sedikit mengganggu, jadi aku mengelengkan kepala untuk menyingkirkannya.” jelas Luna
“Ternyata kamu lucu juga.”
“Hah, kenapa aku lucu” Luna mengerutkan keningnya, sorit matanya penuh tanya.
Mark tersenyum, “ Tentu saja. Kamu bisa menggunakan tanganmu yang satunya untuk merapikan rambutmu.”
Luna terdiam, dia semakin malu.
Sial! kenapa dia tiba-tiba menjadi bodoh, umpat hatinya.
Mark telah selesai membersihkan tangan Luna , kemudian dia mengambil ikat rambut dan mengikat rambut Luna.
“Eh, ini biar aku saja yang lakukan.” tolak Luna.
“Tidak apa-apa. Kamu menurut saja.” Mark tetap lanjut. Mengikat rambut Luna sambil tersenyum.
Luna hanya bisa membatu.
Deg!
Debar jantungnya semakin kencang.
Setelah mengikat rambut Luna, Mark melanjutkan untuk merias kuku Luna sesuai dengan gambar yang di yang di perlihatkan Luna. Karena prosesnya cukup Lama, Luna tertidur.
“Bisa-bisanya dia tertidur dengan posisi duduk seperti ini” ucap Mark. kemudian dia menggendong, lalu membaringkan Luna di ranjang dengan perlahan.
Senyum tipis terbingkai di bibir Mark. Menatap dan mengusap kepala Luna.
Dia seperti kucing kecil yang menggemaskan saat tidur.
Luna tidur dengan tenang sehingga tidak mengganggu proses membuat nail artnya.
Setelah beberapa saat Mark selesai merias kuku tangan dan kaki Luna.
“Sempurna!” dia memastikan semuanya sudah kering. Kemudian menyelimuti tubuh Luna agar tidak masuk angin.
Mark menatap wajah Luna yang sudah tertidur dengan lelap.
“Besok akan ku tagih hadiahku kucing kecil.” ucap Mark dengan senyum bahagia.
Luna mengerutkan dahi, lalu menangis, "Pa, Ma, aku takut. Papa, Mama maafkan Luna, ya?” dia mengigau.
Mark tertegun, raut wajahnya yang bahagia dalam sekejab berubah menyeramkan seperti menyimpan kemarahan yang begitu besar mendengar igauan Luna.
Luna terus mengigau mengucapkan kalimat yang sama, kemudian Mark mengusap lembut kepala Luna untuk menenangkannya.
“Jangan takut, aku disini.”
Luna terus menangis, tapi sudah tidak mengucapkan kalimat itu lagi.
Apakah di selalu seperti ini setiap malam? mimpi apa yang membuat dia tidurpun tidak tenang?
Pertanyaa demi pertanyaan menghujaminya. Dia khawatir melihat keadaan Luna yang seperti itu.
Tiba-tiba seseorang datang membuka pintu, dengan cepat Mark menoleh.
“Eh Tuan muda, maafkan saya. Saya datang untuk menge-cek Nona Luna apakah dia mengigau lagi.” Jelas bi Ina.
“Apa dia selalu tidur tidak tenang seperti ini?” tanya Mark.
“Nona Luna dari dulu memang selalu mengigau ketika dia sedih, tapi tidak separah ini. Akhir-akhir ini setelah mengucapkan beberapa kalimat dia selalu menangis dengan cukup lama. Mungkin Nona sangat merindukan Tuan dan Nyonya Aliester.” jelas bi Ina dengan menundukkan kepalanya. Berusaha menyembunyikan matanya yang mulai berkaca-kaca.
Iya, Mark juga ingat. Malam itu, dia juga sedikit mengigau.
Mark mengingat beberpa waktu lalu Luna ketika dia menggendong Luna dari ruang lukis ke kamar Luna.
“Maafkan aku bi Ina, mungkin kedatanganku terlalu mendadak di keluarga ini. Tapi ini memang tidak dapat di hindari.”
“Saya mengerti Tuan.” jawab bi ina.
“Apa yang bi Ina lakukan untuk menenangkannya?”
“Saya menggenggamkan tangan Nona Luna agar dia merasa aman, dan setelah dia tenang saya meberikan boneka kesayangannya untuk di peluknya.” jelas bi Ina sambil menunjuk boneka kelinci yang ada di ranjang.
“Baikalah, malam ini biar saya yang melakukannya. Bi Ina bisa kembali.” titah Mark.
“Tapi, Tuan juga harus istirahat.”
“Tidak apa-apa, bi Ina kembali saja.”
“Baiklah, Tuan.” sambil membungkuk dan undur diri.
Mark menggemgam tangan Luna. Menatap kening luna yang masih berkerut.
“Jangan khawatir Luna, aku di sini untukmu.” ucap Mark, dan benar saja Luna mulai tenang.
Luna mungkin kau sangat membenciku, tapi aku juga tidak punya pilihan lain.
Beberapa saat kemudian Luna sudah sangat tenang. Mark melepaskan tangan Luna dengan perlahan, dia meletakkan boneka kelinci tersebut di sampan Luna, merapikan kembali selimut Luna.
Mark menatap Luna, dan.. Chu! Dia mencium kening Luna.
“Semoga kau tidur dengan tenang Luna.” ucapnya lembut. Setelah itu dia meninggalkan kamar Luna.
***
Keesokan paginya di ruang presdir Mark sedang sibuk membaca dan menandatangani beberapa dokumen. Luna yang di samping Mark terus memandangi Mark.
Apa aku bermimpi tadi malam, aku rasa ada seseorang yang menciumku semalam. Apakah si brengsek ini melecehkanku?
Berbagai pertanyaan menyerang hati dan pikiran Luna.
Menyadari Luna yang sudah menatapnya dari tadi. Dia menoleh hingga mata merka beradu tatap.
“Nona Luna, apa pesonaku begitu memikatmu? sehingga kamu terus menatapku seperti kucing yang melihat makanannnya.”
Eh!
Luna mengedipkan matanya, beralih pandang dan langsung pura-pura sibuk memegang kertas.
“Aku tidak menatap anda Tuan, aku hanya sidikit melamun.” jelas Luna dengan gugup.
"Kangan membohongiku, kau sudah mamandangiku cukup lama, matamu seperti mau melompat keluar. Haha..”
Brengsek..pria ini selalu mengejekku. Aku ingin maraahhh!
“Aku tidak boleh marah, aku tidak boleh terpancing.” ucap Luna pelan untuk menenangkan diri.
Luna berjalan mendekati Mark dan duduk di kursi depan meja. Dia memangku tangannya di dagu dan memandangi Mark lebih dekat. Melihat tingkah Luna, Mark mengerutkan dahi.
“Apa kamu ingin menggodaku Luna?”
“Um, aku tidak bertujuan menggoda anda, Tuan. Aku hanya cukup kagum karena anda begitu mahir dalam hal merias kuku. Jadi... aku sedang berfikir untuk mengganti orang saja untuk merias kuku ku. Bagaimana menurut anda, Tuan muda. Mark Rendra?” kedip-kedip mata manja dan senyum lembut.
“Boleh juga, tapi bagaimana kamu akan membayarku?” Mark memajukan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya pada Luna.
Luna terkejut, dia mengedipkan matanya pelan.
”Haha..anda terlalu dekat, Tuan.” sambil mendorong wajah Mark.
Mau menggoda, digoda balik langsung ketakutan
Mark tersenyum miring dan mendengus senyum.
“Aku ingat semalam kamu bilang, kamu akan memberiku hadiah jika aku bisa menyelesaikan nail art mu dengan bagus.” ucap Mark mengingatkan Luna sambil berdiri mendekati Luna
“Aa.. masa aku bilang begitu sih?” elak Luna pura-pura Lupa.
Jangan pura-pura lupa Nona Luna,” bisik Mark di telinganya.
Si brengsek ini, benar-benar mesum. Dia jadi berfikir dia benar-benar menciumnya semalam.
Luna menatap dengan kesal dan semakin mencurigai Mark, “Mark aku ingin menanyaimu, kamu harus jawab dengan jujur.” ucap Luna serius sambil berbalik badan menatap Mark.
Mark mengerutkan dahi, llalidia tersenyum.
kucing kecil ini mengapa mendadak serius?
“Bicaralah.”
“Apa kamu menciumku semalam?” teriak Luna memberanikan diri menanyai Mark.
Mendengar itu, Mark tertawa keras.
“Kamu bicara apa? Aku rasa kamu harus ke dokter loh, kamu demam?” ejek Mark sambil menempelkan punggung tangannya de kening Luna.
“Kamu jangan bercanda! aku serius dengan pertanyaanku.” tegas Luna sambil menyingkirkan tangan Mark dari keningnya.
Mark tertawa sampai memegang perutnya, "Aduh, perutku sakit karena tertawa. Luna, Luna, aku tidak melakukan apapun padamu semalam. Aku tidak tertarik padamu.” Mark masih tertawa dan memegangi perutnya yang sudah sakit karena terlalu banyak tertawa.
Apa benar hanya perasaannya saja? Pria ini menyebalkan sekali mentertawakannya dengan puas. Sudahlah, mungkin benar hanya halusinasi.
“Haha.. mungkin aku hanya berhalusinasi saja. Kita lupakan saja, anggap saja aku tidak pernah menanyai anda pertanyaan seperti ini tuan.” ucap Luna sambil tertawa yang dipaksakan.
Mark akhirnya lega.
“Sebagai hadiahmu, aku akn mentraktirmu makn siang hari ini. Bagaimana, Tuan muda?"
“Um, siang ini aku sudah ada janji, loh. Bagaimana kau mentraktirku makan malam saja?” tawar Mark.
“Tidak, siang ini saja. Kamu ada janji dengan siapa? aku ikut denganmu, biar aku mentraktir kalian.” nada bicara Luna terdengar kesal.
“Aku ada janji dengan seorang direktur gendut, berkumis dan botak yang genit. Aku ragu jika kamu ikut, dia akan menggodamu.” ucap Mark menakuti Luna, Luna pun terpancing. Membayangkan direktur gendut, buncit, dan berkumis dia menjadi sangat geli.
“Baiklah, aku tidak ikut. Aku mentraktirmu malam ini saja.” ucap Luna sambil berjalan kembali ke tempat duduknya. Dia tampak menepuk pipinya beberapa kali, lalu menggelengkan kepalanya. Bayangan direktur gendut itu membuatnya merinding.
Tidak sulit juga membohongi kucing kecil ini.
Ponsel Luna bergetar. Di layar menampilkan
‘Panggilan dari nomor tak di kenal’
Siapa ini, dari kemaren menggangguku?
Luna menjawabnya, "Halo dengan siapa saya berbicara?”
Mendengar itu Mark melirik ke arah Luna.
Apa itu nomor tidak di kenal? Beraninya dia menjawab panggilan begitu.
Mark melirik dan tatapannya tampak tidak senang.
“Kakak ipar... akhirnya kamu menjawab teleponku juga.” jawab si penelepo terdengar bahagia.
Luna terkejut
Kakak ipar? Oh, dia ingat. Satu-satunya yang memanggilnya kakak ipar, Roland Rendra.
“Aku bukan kakak iparmu. Darimana kamu mendapatkan nomorku Roland?! kenapa kau semakin tidak sopan.” teriak Luna.
Mark semakin memandangi Luna dengan tatapan tajamnya. Tidak suka dengan pemandangan dan suara percakapan ini.
Si brengsek ini kenapa menatapku begitu?
Luna menyadari itu. Tapi dia berusaha mengabaikan Mark.
“Aku? tentu saja dengan mudah mendapatkannya.” jawab Roland dengan sombong.
“Haha, baiklah aku lupa kalau kau seorang gangster. Aku harap kau tidak membahayakanku.” ejek Luna.
“Aku bukan gangster! kakak ipar jangan mengejekku.” teriak Roland.
“Bagaimana aku tidak berfikiran begitu, sekarang kamu seperti sudah ingin mengincarku. Membuatku merasa tidak nyaman.”
“Ayolah kakak ipar, mari kita berdamai saja. Bagaimana siang ini aku mentraktirmu?” ajak Roland dengan bahagia.
“Um, baiklah, kebetulan siang ini aku tidak ada teman untuk makan.”
“Serius? senangnya hatiku bisa makan siang dengan kakakipar. Baiklah, nanti aku akan menjemput kakak ipar.” jawab Roland dengan sangat antusias.
“Ok. Bye-bye. Sampai jumpa siang nanti.” sambil menutup telvon.
“Apa kau sedekat itu dengan Roland?” Tanya Mark dengan tidak senang.
“Tidak juga, kami baru bertemu beberapa kali. Salah kau saja tidak mengenalkanku dengan sepupumu yang imut itu.” jawab Luna, dia sengaja melakukan itu mengerjai Mark.
Hehe, mari kita lihat bagaimana tanggapannya. Luna penasaran kenapa Mark menatapnya dengan tatapan tidak senang ketika dia berbicara dengan Roland.
“Hah, aku tidak punya sepupu seperti itu.” Jawab Mark terdengar sinis.
Eh, apa dia marah?
Luna menciba mencari jawaban di raut wajah Mark.
“Apa kamu ingin bertemu dengannya?” tanya Mark.
"Iya, dia mengajakku makan siang bersama.”
“Aku tidak mengizinkanmu.” ucap Mark serius.
“Aku tidak perlu izinmu.” Luna menjawab santai dan kemudian mengakih pada dokumen di mejanya.
“Sepertinya kau sudah lupa dengan yang ku ucapkan beberapa waktu lalu.” ucap Mark dengan nada tidak senang.
“Mark,tapi kita hanya menyelenggarakan pertunanganan palsu, jadi kau tidak perlu mengekangku. Lagian Roland juga sepupumu.”
“Baiklah, lakukan sesuka hatimu.” jawab Mark sambil berjalan keluar meninggalkan Luna.
Luna mencibir. Teruslah marah. Semakin Mark marah, semakin dia penasaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
its anna
visual
2020-05-06
0
murni aulia
thor kasi liat visualnya luna dan mark dong
2020-02-10
2
Bundane Vianco Risky
next
2019-12-19
2