"Woy! Lu bisa bantu gue gak? Berat nih!" keluh Alona. Seketika Arya menghentikan langkah. Diputarnya badan untuk sekadar menengok ke belakang. Tampak Alona yang tengah berdiri meletakkan semua barang di atas aspal. Wajahnya terlihat letih, sedang tangannya berusaha mengelap keringat yang mengucur di area dahi.
Arya mendekat, lalu merapatkan mulutnya ke telinga Alona. "Dengar ya! Ini semua gak gratis!" bisik Arya. Nyaris membuat jantung wanita itu bergdegub kencang saat tubuh sang pria sangat dekat dengannya. Entah perasaan apa yang menyelimuti Alona. Mungkinkah perasaan takut? Atau mungkin hal lain. Bahkan ia sendiri tak bisa menerka.
Dengan sedikit terbata, Alona menjawab. "Eh, dengar ya! Gue gak minta loe buat bayarin belanjaan gue! Itu kan kemauan loe sendiri!"
"Oh! Jadi loe gak mau semua belanjaan ini?" tunjuk Arya pada belanjaan yang menumpuk di samping sang gadis, membuat Alona terdiam. "Oke! Gue ambil aja kalo gak mau!" ancam Arya.
"Eh eh, jangan! Iya, iya gue mau!"
"Ya udah! Kalo gitu bawa aja! Jangan bawel!" ungkap Arya yang membuat Alona kesal. Namun, gadis itu hanya bisa pasrah, tak ada yang bisa diperbuat selain menuruti perintah Arya.
"Lagian, gimana ceritanya sih, lu belanja gak bawa duit?!" tanya Arya pura-pura tak tahu. Sambil kembali berjalan di depan Alona.
"Sebenarnya, bukan gue gak bawa duit. Cuma, dompet gue hilang!" ungkapnya. Ditundukkannya pandangan. Sedih dengan nasib malangnya yang berakhir bagai pengemis di hadapan musuh.
"Ya udah, anggap aja loe ngutang sama gue!"
"Iye! Ntar gue bayar!"
Bener yee? Gue kasih lu waktu satu hari sampai besok pagi buat bayar. Kalo besok lu belum juga bayar, lu musti buat kontrak perjanjian sama gue!"
"Apaa?? Kontrak apaan maksud loe??" Mendadak Alona emosi. " Ntar, gue pasti bayar kok!"
"Yaa! Kalo masalah kontrak itu, entar deh gue pikirin!" ungkapnya dengan ketawa jahat.
"Wah, keterlaluan loe! Jangan-jangan loe emang sengaja ngerencanain semua ini ya?"
"Enak aja main tuduh-tuduh! Udah ditolongin juga! Harusnya lu itu bersyukur, kalo bukan karena gue, mungkin sekarang lu udah di kantor polisi!" hardik Arya, geram.
Kembali Alona terdiam. Sedetik kemudian matanya berkaca-kaca. "Eh, lu kenapa?!" tanya Arya yang mulai panik. "Lu, lu, jangan nangis dong! Gue kan gak bermaksud kasar!" bujuknya dengan ekspresi gugup.
Raut Alona semakin suram. "Huaaa!" Mendadak gadis itu menangis histeris. "Lu jahaaat!" tangisnya semakin meledak. Membuat Arya panik kelimpungan. Bahkan kini, semua pengendara yang lewat tampak seperti malaikat pencabut nyawa yang sedang melotot ke arahnya. Seram gaes.
"Woy! Tanggungjawab-in tuh pacarnya!" hardik salah satu pengendara saat melintas.
"Woyy! Jadi laki tu harus gantle!" tambah salah seorang pengemudi mobil.
Akhirnya, dengan berat hati Arya berlari ke arah sang gadis. Di peluknya Alona saat itu juga.
Misi berhasil. Kini pandangan para pengendara itu berubah. Tak ada lagi wajah-wajah malaikat pencabut nyawa. Yang ada hanya wajah-wajah Dewa Amor.
"So sweeeet!" teriak beberapa pengendara yang lewat. Nyaris membuat wajah Arya merah padam. Betapa malunya ia. Tapi hanya itu yang bisa ia lakukan. Jika tidak, maka akan muncul lagi wajah-wajah malaikat pencabut nyawa dengan tatapan tajam. Dan ia tak ingin hal itu kembali terjadi.
Namun, lain hal dengan Alona. Bukan merasa malu ataupun marah, jantung wanita itu justru berdegub kencang. Seperti hendak melompat keluar. Semakin lama ia berada dalam pelukan Arya, semakin cepat pula jantungnya terpompa.
Tak kuat menahan diri, seketika Alona mendorong pria itu agar terlepas dari pelukannya. Takut jika terlalu lama, ia akan pingsan karena debaran yang semakin membuncah.
"Lepasin gue! Gue mau pulang!" ungkapnya. Tak berani ia menatap Arya. Sebaliknya, pandangannya hanya menunduk ke bawah. Arya menjadi bingung, pria itu akhirnya mematung seribu bahasa.
'Sebenarnya, ni cewek kenapa sih?' batin Arya sambil menggaruk kepala.
Alona meraih kresek belanjaan dan berniat beranjak dari tempat ia berhenti. Namun, mendadak Arya menahannya dengan memegang pergelangan Alona."Lu tunggu di sini!" pintanya pada sang gadis.
Anehnya, Alona diam dan hanya menurut.
"Taxi!" teriak Arya saat menyetop sebuah taxi yang kebetulan melintas di depan mereka. Meski terlewat beberapa langkah. Arya menunggu taxi itu mundur hingga berhenti tepat di hadapan mereka.
Bergegas Arya mengangkat barang belanjaan, memasukkan ke dalam taxi dan hanya menyisakan satu buah kresek yang isinya adalah camilan favorit miliknya.
"Lu masuk!" perintahnya pada Alona. "Biar taxi ini yang ngantar elo pulang!" jelasnya.
Tanpa menatap Arya, Alona masuk dan langsung duduk di kursi belakang. Pandangannya fokus ke depan.
Arya menutup pintu mobil setelah memastikan Alona sudah siap berangkat. Lalu bergerak selangkah mendatangi kang supir.
"Tolong antar gadis itu ya, Pak," pintanya yang langsung memberi dua lembar uang kertas berwarna merah.
"Ke mana, Mas?"
"Penginapan Borneo Indah!" sahut Arya.
"Kalo gitu, bayarnya kelebihan, Mas!" sang supir mengembalikan selembar pada Arya.
"Gakpapa, buat Masnya aja!" seru Arya.
"Jangan, Mas!" Sang supir memasukkan kembali uang itu ke dalam saku Arya.
"Beneran nih?! Gak mau?!" tanya Arya mastikan.
"Iya, Mas. Satu lembar juga udah lebih kok!" ungkapnya.
"Oh, makasih kalau gitu. Titip cewek itu ya, Pak!"
"Siap, Mas!"
Setelahnya, taxi itu berangkat.
Alona menatapnya dari kaca depan. Tampak Arya masih berdiri memegangi tas selempang miliknya. Hingga beberapa meter, bayangan Arya menghilang setelah mobil melewati tikungan.
"Arrhhh! Ada apa dengan gueee!" Alona meremas rambutnya, dilanjut memukul-mukul kepala. "Kenapa gue jadi penurut gini sih! Bodoh! Bodoh! Bodoh! Alona, lu bodoh!" gumam Alona.
Tingkahnya membuat sang supir terkejut. Mengundang mata yang kepo itu untuk mengintip dari kaca depan. "Kenapa, Neng?" tanya si supir sambil terus menatap melalui kaca.
Gadis itu terdiam sejenak. Dilihatnya kepala sang gadis yang menunduk dengan rambut teracak-acak. Lebih mirip kuntilanak.
Sedetik kemudian Alona mendongak, matanya melotot. Eyeliner dan mascara yang sempat luntur membuat bulatan hitam di sekitar mata. Benar-benar seperti kuntilanak! "Ape loe nanya-nanya? Mau gue bogem?!" hardiknya sambil mengepal tangan seakan hendak meninju. Nyaris membuat sang supir terkejut.
Seketika itu juga sang supir mengalihkan pandangan dan bersusah payah menelan saliva.
"Huaaa! Tuhan, tolong gue! Sebenarnya apa yang terjadi sama gue?!" Kembali Alona menangis histeris.
Membuat sang supir membatin. "Pantes aja cowok tadi bayar mahal cuma buat ngantar ni cewek! Ternyata gue diminta ngantar orang gila. Tau gini, gue ambil aja semua uangnya tadi! Apes apes!" keluh sang supir dalam hati.
Karena tingkah konyol Alona, sang supir telah salah sangka, mengira Alona benar-benar gadis gila.
Perjalanan yang seharusnya santai itu pun menjadi tegang.
Tepat pukul sembilan malam Arya akhirnya tiba di kamar penginapan miliknya. Direbahkannya punggung itu di atas matras. Empuk dan nyaman. Sambil memejamkan netra untuk menenangkan diri. Belum beberapa menit netra itu terpejam, kembali perut Arya keroncongan.
"Etdaah! Dasar perut karet! Baru juga habis diisi!" keluhnya. "Ini semua gara-gara si pembuat onar! Kalo bukan karena tingkah konyolnya, mungkin sekarang perut gue udah kenyang!"
Diraihnya snack yang baru di beli di supermarket, dan membuka satu bungkus. Sisanya diletakkan di samping matras.
Beberapa bumbu pedas sudah tercampur ke dalam snack. Arya mencicipnya. "Hmm, sudah level tiga, kok masih belum pedas?" gumamnya.
Dibubuhkannya lagi tiga bumbu pedas hingga naik ke level enam. Lalu berjalan menuju sofa. Duduk dan menyalakan tv, menikmati siaran lokal acara OVJ ditemani camilan yang siap dikunyah selama menonton.
Acara yang tayang setiap malam itu menjadi tontonan favoritnya. Sesekali Arya tertawa geli melihat tingkah konyol para wayang.
Hingga beberapa saat, perutnya mulai terasa mules. Bibir pun sudah mulai jontor. Sesekali Arya meringis menahan pedas sambil mengusap peluh yang mengucur di dahi.
Beberapa menit kemudian Arya tak tahan lagi. Ia menghambur ke toilet.
Suara leduman dan penyiram ampas pun saling berlomba memeriahkan suasana di toilet.
Setelah selesai, segera Arya menghilangkan jejak. Belum sempat semua bukti itu terhisap habis, mendadak air mati.
"Apaa?? Kok mati!" Arya panik. "Ahh sial! Ini nih alasan kenapa gue benci nginap di hotel murah! Arrrhhh!" gumamnya.
"Padahal, baru juga gue mau mandi!" Arya meringis. Bersusah payah Arya meraih tisu yang terletak di atas meja, lima meter dari toilet. Dan ia membutuhkan puluhan menit untuk membersihkan diri.
Pasrah air tak kunjung menyala. Ditinggalnya si bilik dalam keadaan wangi semerbak bunga bangkai.
Jika saja bilik itu bernyawa, mungkin sudah meronta-ronta meminta segera dihancurkan.
Lelah. Arya merebahkan tubuh kekarnya kembali ke atas matras. Lalu menekan remot AC tapi tak kunjung menyala. "Tadi air yang mati! Sekarang listrik! Hotel macam apa ini?" gerutunya
"Panas!" keluh Arya sambil mengipas wajah dengan jemari.
Tak tahan dengan udara yang panas, segera Arya berdiri melepas pakaian dan hanya menyisakan kolor. Kembali ia berbaring di martas. Ditatapnya langit-langit di kamar.
Lambat laun pikirannya melayang. Teringat seorang gadis yang berhasil membuat debaran di dadanya.
"Wanita itu, siapa namanya?" gumamnya sambil tersenyum sendiri. "Entar, tunggu! Bukannya dia temannya si pembuat onar?! Ahh iya, **** banget sih gue. Kenapa baru ingat sekarang?!" gumamnya. "Berarti, besok gue bisa tanya sama dia! Akhirnya ... ada titik terang!" Arya tersenyum sendiri.
Drrttt! Drrrttt!
Ponsel Alona bergetar. Sebuah panggilan masuk dari penelpon bernama Jesica lovlov. Membuat Arya berdecak. Diabaikannya telpon yang terus menyala itu.
Puluhan kali telpon itu bergetar. Namun, Arya tetap mengabaikan.
"Belum nyerah juga nih kuyuk!" gumam Arya.
Lelah. Pria itu kembali berhiatus di atas matras.
Baru saja Arya memulai penjelajahannya di alam mimpi, dan bermimpi berjumpa bidadari ramah dengan senyum manis mengembang.
Tiba-tiba wajah sang bidadari berubah seram sambil berteriak. "Woy! Buka woy! Gue tau loe di dalam. Dasar maling!"
Seketika Arya terbangun dengan napas tersengal. Diusapnya mata dengan kedua tangan. "Siapa sih, jam sepuluh malam gedor kamar gue?! Ganggu mimpi gue aja!"
"Woy! Kalo loe tetap gak buka, gue panggilin polisi!" ancam seorang wanita dari luar kamar sambil menggedor-gedor pintu.
"Wah! Ini sih namanya, kucing masuk kandang macan! Berani loe ganggu gue, tunggu aja loe, gue kerjain!" gumam Arya dengan senyum menyeringai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Dian moo
ceritanya membuat bingung
2021-06-18
0
Engkoy Tea
katanya liburan ko gm ada acara kumpul lumpul sm yg lain y..harusnya kan ada acara dulu , pengarahan dulu ini mah terasa libiram ber 4 doang, alona, arya , jesica, boby
2021-02-13
1
Basri Rese
ko q mw muntah ya
2021-02-12
0