Drrrttt.
Drrrttt.
Sebuah getaran dari ponsel mengusik ketenangan Arya. Sepertinya pesan baru saja masuk ke aplikasi wechat dari ponsel Arya.
Meski malas, ia terpaksa menjulur tangan melalui celah dari balik selimut. Meraba untuk mencari benda pipih itu. Lalu seketika benda bergetar itu senyap, dan lenyap bersama tangan Arya kembali ke dalam balutan selimut.
Pria itu mengeceknya.
[Tuan, anda di mana? Jangan katakan jika saat ini anda masih tertidur?]
Tertera isi pesan yang dikirim untuknya itu. Seorang pengirim bernama Bobby berhasil mengusik ketenangan Arya yang tengah sibuk bersemedi dalam balutan sutra tebalnya.
"Sial! Mau apa dia di tengah nalam begini, apa tidak ada kerjaan lain selain menggangguku?" rutuknya.
Sigap Arya membalas pesan itu dengan kesal.
[Jangan menggangguku, aku masih ingin tidur. Atau aku tidak akan segan untuk menghukummu karena berani mengusikku!]
[Tapi, Tuan. apa anda sudah lupa jika sekarang waktunya kita menjalankan misi!]
[Jangan mengada-ngada! Kita tak punya misi apa pun! Berhentilah menggangguku, Bobby!]
Arya mulai kesal. Sebenarnya ia tak suka membalas pesan disaat terlelap seperti itu. Namun, Bobby terus saja mengirim pesan padanya, sampai-sampai puluhan kali ponsel itu bergetar, karena terlalu banyaknya pesan yang masuk, bahkan nyaris saja terjatuh dari atas ranjangnya. Beruntung Arya segera menangkapnya.
Dasar Bobby sialan! Apa dia tak bisa membiarkanku untuk tidur dengan tenang?
Ponsel itu ia letakkan di samping. Namun, masih saja sejumlah pesan menggetarkannya.
Geram. Arya memilih bangkit. Ingin rasanya ia melempar benda itu ke dinding agar hancur dan berhenti mengusiknya, tapi tiba-tiba saja, pesan singkat yang sempat dilirik olehnya membuatnya tersentak hingga terperangah tak percaya.
[Tuan, cepatlah. Kapal ini akan segera berangkat]
Apa maksudnya dengan mengatakan segera berangkat? Bukankah ini masih tengah malam.
Arya mulai mengetik pesan pada Bobby.
[Apa maksudmu mengatakan akan segera berangkat, bukankah ini masih malam?]
Terlihat titik tiga bergoyang pada aplikasi wechat dalam gawai di tangannya. Dengan sabar Arya menunggu pesan yang akan dikirim itu.
[Tuan, cobalah anda mengecek jam dinding di kamar anda! Ini bukan malam, melainkan pagi, Tuan!]
Apa??
Netra Arya melirik dinding di hadapannya. Benar saja, di sana terpampang jelas jam yang bergambar Captain Amerika itu menunjukkan pukul 07.00, sementara tiket keberangkatan pukul 08.00.
Deg.
Arya terbelalak.
Oh Tidak! Aku hampir terlambat.
Seketika Arya bangkit dari kasurnya, kaget, menyadari kenyataan bahwa waktu keberangkatan tinggal satu jam, bahkan dalam pandangannya, jam dinding yang hanya diam itu terlihat bergoyang, seolah ikut menertawai kelalaiannya. Seketika hawa panas dingin keluar dari tubuhnya. Suhunya bahkan mencapai tiga puluh sembilan derajat celcius.
Sial! Baru kali ini aku kelelahan sampai tak ingat waktu.
Kini, Arya yang hanya mengenakan celana pendek, seketika menghambur ke dalam Bathub. Mandi secepat mungkin, kecepatannya bahkan seperti kilat. Ia sampai tak sadar kalau di rambutnya masih menyisakan sedikit busa shampo.
Tak tahu lagi betapa berserakan kamarnya pagi itu.
Selimut yang tadinya setia di atas matras mendadak terbang dan tersangkut di pintu lemari, sendal tipis bahkan hilang entah ke mana, juga beberapa baju langsung bertebaran akibat dibongkar paksa dari dalam lemari.
Setelah drama mandi yang hanya memakan waktu lima menit. Kini Arya tengah siap mengenakan kaos oblong, jaket hoodie, jeans dan sepatu sporty. Semua barang yang ia kenakan bukanlah barang bermerk. melainkan barang murah yang dapat dijumpai di beberapa toko-toko.
Ia sengaja mengenakan barang bermerk standar itu, untuk menutupi identitas selama penyamaran. Ia tak ingin misi pencarian jodoh kali ini akan gagal.
Ia juga mulai mengganti kacamata mahal dengan barang murah yang sudah disiapkan oleh para pelayan Maindland Palace tempat kediaman Arya itu.
Sang Presdir kemudian keluar. Penampilannya yang seperti pria miskin membuat semua pasang mata di sana tercengang, baik itu pelayan maupun pengawal, mereka terperangah, dengan mulut yang nyaris menganga.
"Hei! Perhatikan sikap kalian jika masih ingin bekerja di sini!" hardik Arya menunjuk pada mereka yang tercengang itu. Ia tak suka menerima perlakuan yang terlihat tak enak, ia tak suka tatapan heran yang menghujam ke arahnya seperti itu.
Para pengawal khusus juga tampak siap di halaman menunggu sang tuan besar. Juga seorang supir pribadi yang sedari subuh siap di dalam Lamborghini milik Arya.
Langkah Arya terlihat sedikit tergesa. Tak ia pedulikan beberapa pelayan yang mengkhawatirkannya. Para cacing dalam perutnya bahkan sudah berdemo. Ia mengabaikannya, dan hanya meminum jus pahit yang setiap hari ia konsumsi sebagai suplemen itu.
"Tuan, tolong sarapanlah dulu, anda bisa sakit jika pergi dalam keadaan perut kosong!"
"Tak perlu, sarapannya untukmu saja!"
"Tapi, Tuan. Nyonya besar sudah berpesan pada kami untuk ...."
"Sudah kubilang kan, untukmu saja. Jadi jangan membantah!" Arya bergegas pergi setelah menjawab salah satu pelayan tanpa melirik sedikitpun pada mereka. Sikap dinginnya itu membuat para pelayan memilih mematung, tak ada yang berani membantah. Bahkan mereka hanya berani memasang raut cemas.
"Silahkan naik, mobilnya sudah siap sedari tadi, Tuan!" seru salah satu pengawal pribadi. Namun, Arya mengangkat satu tangannya, sebagai isyarat kalau ia menolak.
"Tapi, Tuan?"
"Order kan aku taksi online, sekarang!"
"Ba-baik, Tuan!" jawab salah seorang dari mereka yang kemudian mengotak-atik kontak untuk menghubungi jasa taksi online.
Meski pandangan Arya hanya fokus ke depan. Namun, ia dapat melihat sekilas beberapa pengawalnya tampak berbisik menggosipkan dirinya.
"Yang berani membicarakanku di belakang, akan kupecat!"
Sontak mereka berhenti berbicara. Gugup dan gemetar mulai nenyelimuti tangan dan betis mereka. Tak ada nyali untuk menyangkal. Kali ini terlihat jelas raut mereka yang pucat, tertangkap basah. Bahkan sebagian mengeluarkan keringat dingin.
Segera Arya mendekatinya. Mereka yang tadi bergosip langsung berlutut seraya memohon.
"Ampuni kami, Tuan. Tolong jangan pecat kami!"
"Kami, kami, kami, khilaf!"
"Tolong jangan hukum kami, kami memiliki banyak tanggungan anak dan keluarga!"
"Kami minta maaf!"
Mereka terus saja memohon sambil tak hentinya bicara.
"Bersikap sopanlah jika tak ingin kehilangan pekerjaanmu!" bisiknya di sela daun telinga mereka, dan berhasil membuat keduanya mengangguk dengan raut melas.
"Baik, Tuan! Kami berjanji untuk tidak mengulanginya! Terima kasih atas kemurahan hati anda, Tuan!"
Arya tak lagi menjawab. Ia berjalan dan tak melirik lagi ke arah mereka.
"Semoga Berkah Tuhan selalu menyertaimu, Tuan!" teriak salah satu dari mereka yang mengusap dada, lega.
CK, Dasar mental miskin. Jika saja mereka tidak memohon, bisa kupastikan mereka tak akan sanggup bahkan untuk hanya sekadar berdiri.
Arya tersenyum seorang sendiri setelah kejadian singkat itu.
Senyum yang membuat bulu kuduk para pengawal maupun para pelayan meremang. Tak ada yang bisa menebak apa yang ada dalam isi pikiran tuan besar mereka. Yang terlihat hanyalah bayangan yang mirip iblis tapi berwajah tampan.
"Kapan taksi itu datang?" tanya Arya tanpa menatap. Hanya sekilas melirik jam di tangannya.
"Sebentar lagi, Tuan! mereka sudah dekat dengan lokasi Maindland Palace."
"Oke. Jika saja taksi itu terlambat, kau yang akan bertanggungjawab, kau harus siap kehilangan pekerjaanmu!"
"I-ya, Tuan. Saya pastikan dia tidak akan terlambat!" sahutnya gugup dan terbata.
Apa Tuanku sudah gila. Aku sampai menjanjikan sesuatu yang aku sendiri tak yakin apakah benar taksi itu tepat waktu atau mungkin terlambat. Bagaimana bisa dia mengancam akan memecatku, padahal bukan aku supirnya.
pengawal yang diperintah itu hanya bisa mendesah dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Vega
menarik...
2021-06-30
0
Dian moo
jgn lah juga terlalu kejam arya
2021-06-18
0
Ado Nia
iblis tampan😊
2021-02-18
0