Sore itu, langit tampak suram, matahari pun sudah berada di ambang peraduan. Alona sudah siap dengan setelah hotpen, sepatu cats, kaos lengan pendek, rambut yang sedikit dikuncir, dan poni mengembang. Juga tak luput sebuah tas selempang mini yang biasa ia bawa saat bepergian. Dan satu buah jaket pria yang diikat pada pinggul.
Tuuuut! Tuuuut!
Klik!
"Halo, Jes. Gue udah siap nih. Lu jadi kan berangkat bareng gue sore ini?"
"Halo, ini siapa? Apa ini, Alona?" jawabnya dari dalam telepon.
"Iya, Jes, ini gue, Alona."
"Lu dapat ponsel darimana?"
"Gue minjem! Lu taro di mana ponsel gue?"
"Gue gak nyimpan ponsel loe!"
"Serius?"
"Serius!"
"Oh, ya udahlah, mungkin keselip di area kamar gue! Oh iya, gimana? Jadi kan nemenin gue belanja?"
"Jadi dong! Tapi ... lu bener sudah pulihan?" tanya Jesica sedikit khawatir.
"Iyee, cuma punggung gue aja yang masih sedikit pegel!"
"Ya udah, tunggu ya, ntar gue mampir ke tempat loe!"
Sepuluh menit kemudian ....
"Hai, Al!" Tampak Jesica melambai di jarak dua puluh meter dari depan kamar Alona. Alona balas lambaiannya dengan senyuman.
Bergegas ia pergi menghampiri Jesica. Dan langsung berbincang saat bertemu.
Kedua sohib itu memang sangat akrab. Bahkan sudah seperti saudara.
"Jadi nemenin belanja kan?"
"Jadi, tapi nanti ke pantai dulu yaa!"
"Hmm, iya deeh!"
"Eh, lu ngapain pakai jaket itu!" tanya Jesica sedikit penasaran.
"Kenapa emang kalo gue pake jaket ini?" Alis Alona sedikit mengkerut.
"Lu gak ngerasa trauma ngelihat ntu jaket? Gue yang lihat kondisi loe waktu itu aja, ngerasa trauma!" Jesica bergidik ngeri.
"Ya gak dong! Justru gue sengaja pakai nih jaket, biar mudah ketemu sama malaikat penyelamat gue!"
"Hahaha! Lebay lu!"
"Biarin!"
"Emang kalo ketemu, lu mau ngapain sama dia?"
"Gue ... gue mau jadi pacarnya!"
"Hmm, kalo ternyata dia udah punya istri?"
"Ya udah, gue jadi pelakornya!"
"Haha, gila, lu!"
"Hahaha!"
"Alo, ntar gue bawa temen loh, gakpapa kan?"
"Siapa? Cowok?"
"Ada deh. Dia asisten pribadinya bos Arya loh!"
"Wah, masa sih? Serius loe?"
"Iyaa!"
"Keren! Lu emang paling jago ya kalo urusan deketin cowok!"
"Iya, dong! Makanya, lu kudu belajar dari gue!"
"Ogah! Emang penting apa?!"
"Idih, gaya bener lu! Ntar lu jadi perawan tua lho kalo terlalu seneng menjomblo!"
"Kan, kan! Lu kalo berdoa emang suka kejam ya!"
"Habisnya, elu siih!"
Sepanjang perjalanan mereka asyik mengobrol. Debu dan suara berisik kendaraan lalu lalang pun setia menemani.
Jarak antara pantai dan penginapan memang tak jauh. Tak jarang, banyak pengunjung di pulau itu lebih suka berjalan kaki di saat bepergian ketimbang menggunakan kendaraan. Selain karena jarak yang dekat. Juga karena ada beberapa pemandangan bangunan yang cukup indah.
"Al, menurut loe, bos Arya itu, orang yang kayak gimana ya?"
"Mana gue tau, Jes!" sahut Alona. "Emang kenapa dengan bos kita?"
"Mungkin gak ya, kalo gue bisa berjodoh sama dia!" ungkap Jesica dengan pandangan kosong.
"Ya gak mungkin lah!" Mendadak lamunan Jesica buyar.
"Lah, emang kenapa?"
"Kalangan rendah gak cocok sama dia! Hahaha!"
"Kampret lu! Hahahaha!"
"Alo!"
"Hmm!"
"Menurut loe, jahat gak sih, kalo gue deketin asistennya bos Arya buat bisa kenal sama bos Arya?"
"Hmm, tergantung sih!"
"Maksud lo? Tergantung yang gimana?"
"Kalo dia gak naksir sama loe, dan hanya nganggap loe sebagai temen selama loe deketin, gue rasa ... gak ada masalah!"
"Oh, oke, fix, gue paham! Jadi intinya, jangan bikin dia naksir sama gue, gitu kan?!"
"Thats right!"
Obrolan mereka terus berlanjut hingga tiba di pantai.
"Tiket masuknya, biar gue yang bayar. Kan gue yang ngajak loe!" ucap Jesica.
"Oke, tersersah loe, deeeh! Yang penting gue gak keluar duit!"
"Siip!"
Semilir angis di pantai berhasil membelai kedua gadis itu dan mengibas rambut mereka.
Udara dingin kini mulau menusuk hingga ke tulang.
"Al, loe gak kedinginan!"
"Kagak!" sahut Alona. "Oh iya, katanya lu mau bawa teman. Mana? Kok belum datang?"
"Katanya sih, bentar lagi nyampe!" jawab Jesica. Kedua tangannya memegangi persendian.
"Lu kenapa, Jes?"
"Gue ke toilet dulu ya, kebelet nih!"
"Yee, mau ke toilet aja pake ditahan. Udah, buruan sana! Jangan lama ya!"
"Iyaa!" Segera ia berlari menuju toilet umum. Meninggalkan Alona yang tampak murung seorang diri.
Alona berjongkok sambil memainkan telunjuk, mengukir nama di atas pasir. 'Pangeran penyelamat', itulah sepenggal kalimat yang saat itu tersirat di pikirannya.
"Pange-ran pe-nyela-mat!" Terdengar seorang pria mengeja ukiran yang dibuat oleh Alona, membuat gadis itu memutar badan 180°.
Seketika Alona terkejut. "Eh, lu kan temennya si mesum, ngapain loe di sini?!" tanya Alona pada si pria yang ternyata adalah Boby.
"Ehh, elu, si pembuat onar! Gue kirain siapa!"
"Apa lu bilang? Pembuat onar? Jangan seenak jidat ya ngasih gue julukan!"
"Trus! Lu ngapain nyebut teman gue 'si mesum'? Apa itu juga gak seenak jidat loe?"
"I-itu-kan, karenaa ...."
"Karena loe salah paham! Ya kan! Masih juga ngatain orang seenak jidat!"
Alona terdiam seribu bahasa. Hanya bibir yang ia sunggingkan, pertanda bahwa ia tak senang dengan kehadiran Boby.
"Kenapa lu monyong-monyong?"
"Bukan urusan loe! Dan loe ngapain masih di sini! Sana pergi!" usir Alona dengan nada ketus.
"Enak aja! Lu aja yang pergi! Gue di sini karena udah janjian sama teman gue."
"Iya tapi, jangan di dekat gue juga?!"
"Ciih, kepedean lo! Nih dengar ya, gue di sini tu lokasi yang teman gue tunjukin itu. Dekat tumpukan karang!"
"Eleeh, alasan loe!"
"Iddiiih! Loe pikir gue di sini karena pengen dekat-dekat sama loe! Najis!" ungkap Boby sambil bergidik. Nyaris saja ia merinding.
"Iddih, sombong amat loe, pake ngatain gue najis!" ucap Alona seraya mutar badan memalingkan wajah. Kesal. Ia lampiaskan dengan menedang-nendang pasir.
Pun dengan Boby yang juga memalingkan wajah. Meletakkan kedua lengan ke dalam kantung hoodie. Sesekali ia menoleh, penasaran dengan apa yang di lakukan Alona di belakangnya. Khawatir jika pembuat onar itu membuat masalah lagi.
Namun, sedetik kemudian matanya terbelalak melihat jaket yang dililitkan Alona pada pinggulnya. 'i-itu kaaan! Jaket gue, kenapa bisa ada sama dia??' batinnya. Mendadak emosinya membuncah.
"Heh! Pembuat onar!" hardiknya, berhasil membuat Alona terperanjat menatapnya tajam.
"Ngapain lagi loe? Mau ganggu gue!"
"Loe pake jaket siapa?"
"Maksud loe, ini?" tunjuk Alona pada jaket yang melekat di pinggulnya.
"Iyaa!"
"Ini tuh, milik pangeran penyelamat gue!"
Bruuup!
Mendadak Boby keselek. "Apaa?? Maksud loe penyelamat apaan?"
"Ngapain loe nanya-nanya!"
Boby terdiam mendengar jawaban Alona. Jika dipikir-pikir, benar juga, buat apa dia bertanya. Hanya akan membuatnya terkesan mencari perhatian.
"Gakpapa! Jaket itu mirip punya teman gue!" ungkapnya memalingkan wajah.
Namun, mendadak Boby terkejut menemukan Alona yang sudah berada di dekatnya, memegangi tangan Boby dengan tatapan berbinar. Nyaris membuat Boby bergidik ngeri. "Serius? Lu tau siapa pemilik jaket ini?" tanyanya antusias.
Spontan Boby menepis lengannya. "Apaan sih loe, pegang-pegang!"
"Plis! Jawab gue! Serius lu tau? Orang yang punya nih jaket?!"
"Ka-kagak, gue gak tau! Mungkin kebetulan aje mirip," sahutnya ketus. Sedang dalam hatinya ia meringis. 'Padahal sih, jaket itu punya guee. Hiks hiks.'
"Bohong! Gue tau, lu bohong ya kan! Pliss kasih tau gue yaa. Gue pengen banget ketemu sama dia!" rengek Alona. "Gue udah berjanji, kalo gue bakal jadi pacarnya, asal bisa ketemu sama dia!"
"A-apa? Pacar??!" Seketika wajah Boby pucat. 'Sialan lu, Ar. Teganya lu ngejerumusin gue!' batin Boby berontak.
"Kenapa lu yang kaget sih?! Gue kan maunya sama temen loe!" keluh Alona.
"I-iya deh, ntar gue sampein ke orangnya."
"Serius loe??"
"Iyee!"
"Gitu dong! Jadi ... mulai sekarang, boleh kita berteman?" tanya Alona sambil menjulurkan tangan. " Gue, Alona."
"Boby!" Boby membalas jabat tangan Alona. "Jadi ... Kalau boleh tau, yang lu maksud dengan penyelamat loe itu apa?"
"Oh, itu! Kemarin itu, gue ...."
"Hai teman-teman!" Seketika Jesica kembali dan menghampiri mereka berdua, jelas ucapan Alona terhenti.
"Wah, kalian kelihatan akrab! Sudah saling kenal yaa?" tanyanya antusias. "Hmm, baguslah! Jadi gue harap, kedepannya gak ada kata canggung!"
Jesica tersenyum manis. Membuat netra menyipit. Sangat manis.
Krrrik krrrik! Hening!
"Kenapa? Kok pada diam?" Sedetik kemudian senyum Jesica berubah canggung.
"Jadi, yang loe maksud teman cewek itu, dia? tanya Boby menunjuk le arah Alona.
"Hei, biasa aja dong!" sambung Alona.
"Oke teman-teman! Kita sudahi dulu ya canggung-canggungnya. Gimana kalo sekarang kita ke kafe!" ajak Jesica pada keduanya.
"Tapi, Jes! Gue kan mau belanja! Lu bilang mau nemenin?"
"Ehehe, kita ke kafe dulu aja, yah?"
"Ya udah lah, kalian duluan aja. Gue mau belanja dulu! Gue gak mau jadi perusak suasana. Biar kalian pergi berdua aja! Oke!"
"Al- Al- Alo, jangan merajuk, dong!" cegahnya, ditariknya lengan Alona.
"Gakpapa, Jes. Gue duluan ya! Kalian pergi aja!" Alona memasang senyum semanis mungkin.
"O-oke!" ucap Jesica melepas pelan lengan sohibnya. Alona tersenyum padanya dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Bibit Iriati
Alona kemakan kata2 sendiri ...
jodoh kebalik😄😄😄
2021-01-18
0
ApoBangPo
Ak agak heran kok Alona ga sama sekali trauma ya kaya ga terjadi apa² gitu pdhl dia hampir d perkosa sm 2org udh ga pake apa² tp cuma ky abis jatuh dari motor aja...W.O.W.
2021-01-10
0
Ferdiani Ice
kayak pernah nonton drama dr luar gitu tp lupa judulnya apa
2021-01-10
0