Bab 10 Lala, Si OB Lugu

Ekspektasi Ethan yang ternyata terlalu tinggi. Berharap gadis lugu itu meminta dirinya mengambil ciuman pertamanya.

"Huh...Ethan, ternyata Lala memang lugu." Batin Ethan sambil menurunkan tanganya. Dalam posisi dekat dengan Lala hanya menyiksanya lahir batin. Karena gadis itu tidak tahu cara menuntaskan apa yang diinginkannya.

Akan lain carita jika dia bersama wanita dewasa atau paling tidak mengerti adegan dewasa, pasti posisi mereka akan berakhir dengan penyatuan bibir. Bahkan mungkin bisa lebih kalau keduanya sama-sama kebelet. Secara di dalam ruangannya ada ruangan pribadi yang bisa digunakan.

"Mau Lala buatkan teh atau kopi?." Tanya Lala setelah mereka berjarak.

"Tidak usah, La. Kau bisa kerja lagi."

"Baik, Tuan Ethan."

Lala pergi dari ruangan Tuan nya menuju ruangannya guna melanjutkan pekerjaan yang lain.

Lala menaruh perlengkapan kebersihan pada tempatnya. Setelah selesai, tiba-tiba saja pintu ruangannya ada yang mengetuk. Lala segera membuka pintu.

"Ibu Emma...Lala..."

Ibu Emma dan Lala sama-sama tersenyum lalu kemudian Lala yang bicara lebih dulu.

"Ibu Emma ada perlu?."

"Tadi aku beli kopi, eh tumpah, La. Jadi minta tolong bersih kan sekarang ya La, karena aku mau ada tamu."

"Iya, Ibu Emma. Lala bersih kan sekarang."

"Aku tunggu ya, La."

"Iya" Lala segera mengambil peralatan yang dibutuhkan sedangkan Ibu Emma sudah lebih dulu kembali ke ruangannya.

Ibu Emma yang sedang duduk menghadap layar monitornya langsung meminta Lala membersihkan tumpahan kopi yang ternyata cukup banyak. Yang ada persis pada kaki kursi yang sedang didudukinya. Bahkan sampai berceceran ke arah yang cukup jauh dari meja kerja Ibu Emma.

"La, masih lama kan? Aku ke toilet dulu ya."

"Iya, Ibu Emma." Ucap Lala menghentikan sebentar pekerjaannya. Lalu kembali bekerja setelah Ibu Emma mulai berjalan meninggalkan ruangannya.

Pekerjaan Lala telah selesai namun Ibu Emma belum kembali ke ruangannya. Lala pun meninggalkan ruangan itu tanpa ada orang.

Lala dan Ibu Dewi berpapasan di koridor, sama-sama membawa peralatan kebersihan.

"Dari mana, Lala?." Lala membuang sampah tissue pada tong sampah yang didorong Ibu Dewi.

"Ruangan Ibu Dewi."

"Oh. Ngomong-ngomong kita makan duluan yuk! Aku lapar." Ajak Ibu Dewi setelah menaruh tong sampah di depan ruangan OB.

"Boleh, perut Lala juga udah bunyi-bunyi. He...he..." balas Lala sambil melirik ke arah jam yang menggantung di dekat pintu. Jarum jam telah menunjukkan pukul 12. 10 wib.

Karena tidak ada pekerjaan lagi setelah makan siang. Lala dan Ibu Dewi hanya diam di ruangan OB sambil merapikan folder absensi dan beberapa dokumen barang yang datang. Semua perlengkapan kebersihan dan beberapa catatan yang harus segera diselesaikan karena mau akhir bulan.

Kebetulan siang ini Tuan nya meeting di luar jadi tidak meminta Lala untuk menyiapkannya.

Lala dan Ibu Dewi yang sedang asyik mendengarkan lagu-lagu dari handphonenya Ibu Dewi, tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan Ibu Lilis yang merupakan PIC Lala dan Ibu Dewi.

"Wi, bisa tinggalkan saya dan Lala berdua saja?."

Lala dan Ibu Dewi saling tatap sebentar lalu Ibu Dewi mengangguk mengiyakan permintaan Ibu Lilis.

Pintu ruangan telah ditutup rapat oleh Ibu Dewi. Kini Ibu Lilis hanya berdua saja dengan Lala.

"Ada apa, Ibu Lilis?." Tanya Lala.

"La, saya ingin kamu jawab jujur. Jangan sampai kamu mempertaruhkan pekerjaan ini."

"Ada apa, Ibu Lilis? Kenapa bicara begitu?."

"Saya tidak mau basa-basi sama kamu, La. Makanya saya minta cukup satu kali saja saya tanya, kamu harus berkata jujur ya?."

Dengan cepat Lala mengangguk.

"Apa kamu ambil cincin Ibu Emma?."

Lala segera menggeleng, menggeleng lagi dan lagi.

"Sumpah demi Allah, Lala enggak ambil cincin Ibu Emma." Seketika tubuh Lala bergetar, dia sangat syok dengan tuduhan yang dialamatkan padanya. Selama ini dia bekerja sangat menjunjung tinggi yang namanya kejujuran. Tidak pernah sedikit pun terlintas mengotori pekerjaan sendiri.

"Saya sudah katakan, La. Bicara yang jujur!."

"Saya sudah jujur, Ibu Lilis." Kedua mata Lala sudah dipenuhi air.

"Periksa semua saku celana dan baju kamu, La. Loker kamu juga."

Air mata Lala sudah menetes. Di depan Ibu Lilis, Lala mulai memasukkan tangan kecilnya pada saku celana, tidak ada. Lalu pindah ke saku satunya lagi, juga tidak ada. Dua saku yang ada di bagian belakang pun tidak ada apa-apa.

Lala merasa senang karena pasti tidak akan ada cincin itu pada dirinya, sebab Lala tidak mengambilnya. Untuk apa juga Lala mengambilnya?. Tapi kenapa fitnah itu dilayangkan padanya?.

Kini tanganya pindah ke saku baju sebelah kanan, tidak ada juga. Pun dengan bagian kiri, tidak ada. Hingga pada saku terakhir, saku yang ada pada bagian lengan kirinya. Kerja jantung Lala mulai cepat, karena selama ini Lala tidak pernah menaruh apapun di dalam sana. Tapi, ini seperti ada sesuatu.

"Cepat, La! Satu saku lagi belum kamu periksa."

Lala mengangguk, masih berpikir positif. Mungkin saja Lala lupa pernah memasukkan uang koin ke dalam sana. Harapannya tinggal lah harapan, karena ternyata yang Lala temukan bukan uang logam melainkan memang sebuah cincin.

"Sumpah demi Allah, Bu Lilis. Lala tidak mengambil cincin ini." Lala meletakkan cincin itu di depan Ibu Lilis yang terlihat begitu marah padanya.

"Saya tidak menyangka, La. Kamu seorang pencuri. Sekarang juga pihak HRD akan mengurus pemberhentian kamu."

Lala memegangi tangan Ibu Lilis sambil memohon dengan wajah sudah dipenuhi air mata."Jangan, Ibu Lilis. Lala tidak mengambil cincin itu. Lala tidak tahu kenapa cincin itu ada pada Lala?. Lala mohon percaya sama Lala, Lala tidak melakukan itu. Lala bukan seorang pencuri.".

Ibu Lilis meninggalkan Lala yang menangis sendiri di dalam ruangan. Dia harus membawa cincin itu pada Ibu Emma yang sudah ada di ruangan HRD. Untuk segera mengeluarkan Lala dari perusahaan.

Seharusnya Lala bersyukur dan berterima kasih pada Ibu Emma, karena hanya langsung dipecat saja. Tidak sampai dibawa ke kantor polisi yang nantinya dapat merepotkan Lala.

Surat pemecatan sudah ada di hadapan Lala. Sore itu juga sebelum waktunya pulang kerja, Lala sudah harus keluar dan besok jangan bekerja lagi.

Lala pergi dari ruangan itu tanpa bisa berpamitan pada Ibu Dewi. Kejadian itu sangat cepat dan begitu tiba-tiba. Lala saja masih belum mempercayainya.

Lala berjalan tanpa arah, jangan ditanyakan air matanya terus mengalir. Entah kemana dis harus pulang, tidak mungkin pulang ke rumah Tuan nya sementara dia telah di pecat.

"Lala!" panggil seseorang dari arah toko roti.

Lala yang terlalu larut dalam pikirannya pun mendengar panggilan tersebut. Terus berjalan masih sambil menangis.

Orang itu pun langsung mengejar Lala, lalu kini berdiri di depan Lala guna menghadangnya.

"Tuan Samuel." Ucap Lala.

Bersambung

Terima kasih untuk dukungannya 🙏🙏😘😘

Terpopuler

Comments

Sugiharti Rusli

Sugiharti Rusli

kenapa si Lal dijebak yah, apa motivasinya

2024-05-06

1

vi

vi

kasihan banget lala

2024-04-05

0

aqil siroj

aqil siroj

sabar sabar la

2024-04-05

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 48 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!