Wanita paruh baya itu nampak terkejut mendengar pertanyaan dari dokter itu. Namun dengan cepat wanita itu mengelola ekspresi wajahnya.
"Ah, tidak apa-apa. Em.. putri saya..putri saya baru saja putus cinta. Ya, baru saja putus cinta. Bukankah bagus kalau dia amnesia? Agar dia tidak parah hati, eh, patah hati," sahut wanita paruh baya itu tersenyum bodoh.
"Ini hanya prediksi. Karena kita tidak pernah tahu dengan rencana Tuhan. Tuhan bisa membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin," ucap dokter itu membuat wanita paruh baya itu tersenyum masam.
Dyah, itulah nama sang wanita paruh baya. Wanita yang terlihat cantik, anggun dan elegan. Dari penampilannya terlihat seperti wanita dari kalangan menengah ke atas.
Dyah duduk di kursi yang ada di samping ranjang pasien seraya menggenggam jemari tangan gadis yang berbaring memejamkan matanya.
"Maaf, aku tahu ini salah. Tapi percayalah, walaupun kamu bukan terlahir dari rahimku, tapi kamu akan menjadi putri kesayangan ku," ucap Dyah mengecup lembut punggung tangan gadis yang matanya masih terpejam itu dengan air mata yang menetes di pipinya.
"Ma, bagaimana keadaan Keira?" tanya seorang pria paruh baya yang masih terlihat gagah dan tampan seraya masuk ke dalam ruangan itu.
Dyah langsung menghapus air matanya, lalu menatap pria yang berjalan menghampirinya.
"Sstt..." Dyah meletakkan jari telunjuknya di bibirnya sendiri memberi isyarat agar pria yang baru saja masuk itu mengecilkan suaranya, "Keira baru saja tidur, pa," sahut Dyah dengan suara pelan.
"Maaf, papa baru bisa ke sini lagi. Papa tidak mungkin membatalkan janji temu dengan orang yang bersedia membeli seluruh aset kita. Papa sudah susah payah mendapatkan pembeli dengan harga tinggi ini. Apa wajah Keira akan baik-baik saja?" tanya pria yang bernama Bramasta itu pelan seraya mengusap lembut rambut putrinya.
Dyah menarik tangan suaminya ke arah sofa, lalu mereka duduk di sana. Tidak ingin pembicaraan mereka membuat putri mereka terganggu tidurnya.
"Wajah Keira terkena pecahan kaca, tapi kata dokter akan baik-baik saja, asal di beri obat yang bagus. Tidak akan ada bekas lukanya. Pa, lihatlah! Kita baru mau kembali tinggal di pulau ini, tapi Keira sudah kecelakaan seperti ini. Kita tinggal di pulau tempat kita tinggal sebelumnya saja, ya , pa?" pinta Dyah seraya menggoyangkan lengan suaminya.
"Ma, kenapa, sih, mama dari dulu nggak mau tinggal di pulau ini?"
"Mama merasa tidak nyaman tinggal di pulau ini, pa," sahut Dyah menghela napas panjang.
"Usaha kita di sana semakin merosot, ma. Lebih baik kita tinggal di sini. Di sini, kita memiliki peluang besar untuk membuka usaha. Lagipula, papa baru saja menjual seluruh aset kita yang ada di sana," ujar Bramasta menghela napas panjang.
Dyah nampak kecewa setelah mendengar semua aset mereka sudah di jual.
"Papa ingin sering bertemu dengan mantan pacar papa yang sudah menjadi janda itu, 'kan? Karena itu papa ngotot ingin balik lagi ke kota ini," tuduh Dyah bersungut-sungut.
"Astagaa.. mama! Mama masih saja mengungkit masalah itu. Sudah dua puluh tahun kita menikah, tapi mama masih saja cemburu seperti ini. Papa ingin kita pindah ke pulau ini murni karena usaha kita di sana semakin merosot, ma. Selain itu, papa memikirkan keadaan Keira. Bukankah Keira baru saja putus cinta gara-gara si brengseek itu? Jika kita pindah dari pulau itu, Keira bisa memulai hidup yang baru dengan suasana yang baru di sini, agar Keira bisa segera melupakan bocah brengseek itu. Jika saja dia bukan anak orang kaya, sudah papa hajar dia. Berani-beraninya mempermainkan perasaan putri kita," tukas Bramasta membuang napas kasar. Pria paruh baya itu terlihat sangat kesal.
"Keira mengalami amnesia, pa. Dia tidak akan ingat lagi dengan bocah brengseek itu. Jadi nggak apa-apa kita tetap tinggal di sana," sahut Dyah bersikeras dengan pendiriannya.
"Sudah terlanjur di jual, ma. Lagian, jika kita kembali ke sana, amnesia Keira bisa sembuh karena segala sesuatu yang dia lihat di sana akan mengingatkan memorinya," ucap Bramasta mencoba memberi pengertian.
"Okey..okey..demi Keira, mama akan melakukan segalanya. Termasuk kembali ke pulau ini. Tapi, mama tidak mau tinggal di kota ini. Kota tempat tinggal mantan pacar papa," ujar Dyah dengan wajah yang di tekuk.
"Okey, papa setuju," sahut Bramasta terlihat lega.
*
Di sisi lain, setelah tiba di rumah, dengan langkah panjang Zayn langsung bergegas masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan Agnia yang duduk di ruang tamu. Aurora menghela napas panjang melihat Agnia yang terus menempel pada mereka.
"Aghnia, sebaiknya kamu pulang dulu. Tante akan meminta supir untuk mengantarkan kamu pulang," ucap Aurora pada akhirnya.
Sedangkan Rayyan nampak berjalan pelan menuju.kamarnya seraya membaca pesan yang masuk di handphonenya.
"Tante, saya..saya sebenarnya ingin meminta pertanggung jawaban Zayn," ucap Agnia dengan wajah tertunduk.
Mendengar perkataan Agnia, Rayyan pun spontan menghentikan langkah kakinya. Pria itu menatap Agnia dengan tatapan datarnya.
"Pertanggung jawaban? Pertanggung jawaban apa maksud kamu?" tanya Rayyan datar.
"Sejujurnya..Zayn.. Zayn telah mengambil kesucian saya, lalu tiba-tiba dia pindah sekolah dan saya tidak dapat menghubunginya sama sekali. Saya sudah mencarinya kemana-mana. Hingga saat saya mengunjungi kerabat saya di rumah sakit tempat Zayn dirawat tadi, saya tidak sengaja melihat Zayn yang di bawa ke UGD. Beberapa hari ini, saya terus berada di sisi Zayn agar saya bisa membicarakan masalah ini setelah Zayn pulih. Saya.. bagaimana masa depan saya dengan keadaan saya saat ini?" ucap Agnia dengan air mata yang sudah menetes di pipinya.
Aurora nampak terkejut mendengar pengakuan Agnia. Begitu pula dengan Rayyan. Kedua tangan Rayyan nampak terkepal dan rahangnya mengeras.
"Apa buktinya kalau Zayn yang mengambil kesucian kamu?" tanya Rayyan dengan suara yang terdengar dingin, berusaha mengontrol emosinya.
"Saya ..saya tidak memiliki bukti apapun. Kejadiannya sebelum Zayn pindah sekolah. Tapi..sumpah demi Tuhan, Zayn benar-benar melakukannya," ucap Agnia mencengkram erat dress yang dipakainya dengan tangan yang bergetar dan air mata yang terus menetes.
"Kamu tidak memiliki bukti dan Zayn juga amnesia. Tante tidak tahu harus bagaimana," ucap Aurora menghela napas yang terasa sesak dan berat.
"Berapa uang yang kamu inginkan? Aku akan memberikannya sebagai kompensasi," tanya Rayyan dengan tatapan, suara dan wajah datarnya.
"Om, orang tua saya memang tidak sekaya Om. Tapi Om jangan merendahkan saya seperti ini. Saya tidak menjual kehormatan saya dengan uang. Saya hanya ingin Zayn bertanggung jawab atas perbuatannya. Apa Om tidak ingat? Saya lah yang telah menyelamatkan Zayn dengan mendonorkan darah saya," ucap Agnia menangis terisak.
"Zayn tidak menyukai mu. Apalagi saat ini Zayn sedang amnesia. Jadi, hal ini tidak bisa di bicarakan sekarang. Sebaiknya sekarang kamu pulang," ucap Rayyan masih dengan tatapan, suara dan wajah datarnya.
"Om ingin mengusir saya, dan setelah itu tidak akan pernah membiarkan saya menginjakkan kaki saya di rumah ini lagi, 'kan? Om tidak mau Zayn bertanggung jawab pada saya? Tapi saya tidak bisa menerimanya. Saya tunggu pertanggung jawaban dari kalian. Jika tidak, saya akan melakukan sesuatu yang akan kalian sesali selamanya," ucap Agnia kemudian mengusap air matanya dan beranjak dari duduknya.
"Kamu mengancam ku?" tanya Rayyan dengan senyuman dingin di wajahnya.
"Saya tidak mengancam Om. Saya hanya ingin Zayn bertanggung jawab atas perbuatannya," sahut Agnia kemudian keluar dari rumah Rayyan.
"Shiitt! Perempuan ular itu! Berani sekali mengancam ku," umpat Rayyan terlihat kesal.
"Apa kamu percaya, Zayn melakukannya?" tanya Aurora menatap lekat manik mata suaminya.
"Tentu saja tidak. Zayn bukan pemuda yang seperti itu. Di tidak mudah tergoda oleh wanita. Mana mungkin melakukan hal seperti itu? Apalagi dengan gadis itu. Wajah gadis itu memang cantik, tapi aku meragukan, kalau hatinya secantik wajahnya,"
"Apa yang akan kita lakukan untuk menghadapi masalah ini, sayang?" tanya Aurora terlihat tidak tenang.
"Aku akan memerintahkan anak buahku untuk mengawasi perempuan ular itu," sahut Rayyan, kemudian menghubungi seseorang.
*
Setengah jam kemudian, Rayyan mendapatkan kabar dari anak buahnya kalau Agnia naik ke atas gedung dan berniat untuk bunuh diri. Bahkan anak buah Rayyan menunjukkan video Agnia yang berdiri di tepi roof top sebuah gedung bertingkat.
Rayyan sangat geram melihat video itu. Sedangkan Aurora nampak terkejut.
Tiba-tiba Aurora mendapatkan panggilan video dari Agnia. Aurora nampak ragu menerima panggilan video itu, namun Rayyan meminta Aurora untuk menerima panggilan video itu.
"Jika Zayn tetap tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya, saya akan mengakhiri hidup saya. Saya akan mengirimkan pesan rekaman pembicaraan kita di rumah Om tadi pada semua orang. Semua orang akan tahu, kalau saya mengakhiri hidup saya karena Zayn telah mengambil kesucian saya dan tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya pada saya," ucap Agnia dengan berlinang air mata.
"Shiitt! Berhentilah membuat kehebohan! Datang kemari dan kita bicarakan baik-baik," ucap Rayyan, lalu mengakhiri panggilan. Pria itu nampak menahan amarahnya.
"Sayang, apa kita benar-benar akan meminta Zayn untuk bertanggung jawab?" tanya Aurora yang terlihat tidak senang.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Astri
wah angnia ini hebat bisa menggelabui kluarga zayn
2024-08-07
0
Astri
apakah khaira benar2 sudah meninggal dan ini adalah kembaranx yg masih hidup.. aku benar2 gak tega jika khaira benar2 meninggal
2024-08-07
1
Astri
apa mgkin kmbaran khaira masih hidup
2024-08-07
0