"Baiklah. Sekali ini saja. Aku hanya butuh beberapa lembar seratus ribuan." ~Cassandra Aglenia.
.
.
.
Xavier masih memegang lengan gadis itu, Cassandra Aglenia. Menatap ke dalam matanya, memahami bagaimana perasaan yang mulai berkecamuk dalam hati gadis itu.
Dia tahu Cassandra sedang menimang, mempertimbangkan banyak hal sebelum akhirnya memberi jawaban. Xavier tidak punya pilihan lain. Dia tidak ingin memanfaatkan kekuasaan dan kekayaan yang dia punya untuk menjerat seorang wanita dalam hidupnya. Tidak perlu menggunakan itu, bahkan wanita rela antri hanya untuk sebuah kedipan mata seorang Xavier Forzano.
Dan sekarang dia, meminta seorang gadis biasa yang mencuri perhatiannya, untuk menjadi pacarnya. Dia mungkin sudah gila.
Cassandra belum menjawab, dan Xavier masih berada tepat di depannya.
"Waktumu tidak banyak, putuskanlah," kata Xavier lagi, menyadarkan Cassandra dari fikiran panjangnya.
Lelaki itu melirik ke dalam kafe, melihat pengunjung yang mulai rame dan sepertinya rekan Cassandra tengah kewalahan melayani karena Cassandra sedang bersamanya saat ini.
"Temanmu telah melirik terus," lanjut Xavier lagi, membuat Cassandra refleks memalingkan wajah, melihat Alesha yang tampak sibuk melayani pengunjung.
Dia harus bergegas. Banyak hal yang datang dan pergi dalam fikiran Cassandra saat itu, dia tidak tahu apakah harus menerima tawaran itu atau tidak. Dia sungguh bukan lah perempuan yang gila harta. Jika memang iya, dia tidak akan bersusah payah hidup dalam kesempitan. Bisa saja dia memilih jalan yang tidak benar, namun itu tidak menjadi pilihannya. Itu bukan dirinya. Namun kondisinya saat ini berbeda. Dia butuh uang dan itu sedikit mendesak, di sisi lain pria ini mampu memberikan itu padanya. Dia hanya perlu membantunya saja, kan?
Cassandra tidak punya waktu. Dia memejamkan matanya, menghimpun kekuatan, berharap dia tidak akan menyesali keputusan yang dia buat.
"Baiklah. Ayo kita lakukan," katanya mantap.
***
Xavier mengendarai mobilnya memasuki garasi rumah. Dia menenteng kunci dan memutarnya di ujung jari, memainkan gantungan kunci itu. Opa sedang duduk santai membaca bukunya di ruang tengah saat Xavier datang dan membuka pintu besar berwarna putih itu.
"Kau kembali?" tanya Opa, masih menatap lurus pada buku bacaannya.
Xavier mendekat, dia duduk di sebuah kursi santai, berdekatan dengan Opanya.
"Bagaimana kuliahmu? Rezi mengatakan kau lumayan bagus di perusahaan," pria tua itu kini menurunkan buku bacaannya sedikit, menatap wajah Xavier yang tampak cerah.
Xavier mengangguk bersemangat.
"Opa, aku ini Xavier. Jangan khawatir dan serahkan saja padaku. Bahkan Om Rezi telah mengakui kemampuanku. Padahal aku belum sebulan di kantor," Xavier menjawab cepat, sambil memainkan ponselnya, sesekali tersenyum.
Opa menatap lekat pada cucunya itu. Dia sudah lama tidak melihat Xavier begitu bersemangat, dengan wajah yang menampakkan kegembiraan. Dia sangat tahu bagaimana kehidupan cucunya ini setahun belakangan, dan ekspresi pria muda itu kini berbeda dari biasanya.
"Kau sedang senang?" Opa meletakkan bukunya, membetulkan posisi duduknya dan menghadap pada Xavier. Dia ingin mendengar sesuatu dari cucunya itu.
Xavier melirik Opa yang kini telah duduk tegak.
"Opa tahu?" bukannya menjawab dia malah kembali bertanya.
"Ceritakan. Apa yang membuatmu senang?" Opa semakin penasaran. Dia yakin ada sesuatu yang terjadi.
Xavier menaikkan bahunya. Dia berlagak tidak ada yang terjadi, padahal Opa telah menangkap semua dari wajahnya.
"Tidak ada apapun," kata Xavier acuh. Dia berharap Opa berhenti bertanya atau mengalihkan pembicaraan ke arah lain.
Namun Opa bukan orang seperti itu. Dia telah menangkap sesuatu, dan dia harus tahu dengan jelas apa itu. Opa berdehem.
"Baiklah" katanya pelan, mengambil kembali bukunya dan melanjutkan membaca.
"Aku akan keluar nanti malam. Opa makanlah duluan, aku akan makan di luar," kata Xavier seraya bangkit dari kursinya.
Opa tidak menjawab, bahkan tidak menurunkan bukunya sama sekali. Dia melirik sekilas punggung Xavier yang berjalan menaiki tangga, menjauh hingga menghilang di balik pintu kamarnya.
Pria tua itu cepat-cepat memanggil Kang Salim. Membisikkan sesuatu pada supir sekaligus mata-matanya, yang disambut dengan anggukan mengerti dari pria paruh baya itu.
***
Xavier mengirim pesan pada Cassandra untuk bersiap sebelum pukul tujuh malam. Gadis itu sejujurnya tidak tahu pesta apa yang akan mereka datangi, dan bagaimana dia harus berpakaian. Tunggu. Dia akan bersama Xavier si pria kaya, bagaimana dia harus bersiap? Apakah mengenakan gaun? Astaga.
Cassandra berdiam diri di kamarnya. Dia sedang sendirian di rumah kecil itu, memikirkan harus seperti apa penampilannya untuk pesta nanti. Disela-sela berkutat dengan fikirannya, sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Dari lelaki itu.
"Ya," jawab Cassandra pelan.
"Kau sudah siap?" suara pria itu di ujung sana. Kali ini terdengar lembut.
"Aku tidak tahu harus mengenakan apa. Apakah itu pesta orang kaya?" Casssandra sungguh bingung.
Terdengar suara kekehan di sebrang. Cassandra melotot pada ponselnya sendiri.
Lelaki itu tertawa disana?! Cih.
"Sudahlah tidak usah jadi pergi saja!" seru Cassandra geram.
"Keluarlah. Aku sudah berada di halte yang kau katakan," Xavier menghentikan tawanya, kemudian mematikan panggilan itu tanpa menunggu jawaban Cassandra.
Gadis itu berdecak kesal.
"Sialan!"
.
.
.
🌾Bersambung🌾
~Yuk dukung dgn like, vote dan komen ya readers.. selamat membaca 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
Siti Julaeha Julai
seru
2023-05-23
0
liesae
kok lucu ya😅😅
2021-05-26
0
CR⃟7Naikenz *🎯Hs
udah 2 novel mom baca. novel bee
suka. novel bee semua kereeen 😍😍
2021-03-04
1