"Aku mulai menyukai permainan ini." ~Xavier Forzano.
.
.
.
Cassandra terbangun seketika setelah mendengar teriakan seseorang. Dia mengerjapkan mata, menggapai ponselnya yang diletakkan di bawah bantal dan melihat jam sekilas. Pukul lima pagi lebih beberapa menit. Dia merasa kurang tidur, ingin rasanya memejamkan matanya kembali, namun suara sebuah benda jatuh kembali terdengar nyaring.
Cassandra bangkit secepat kilat, membuka pintu kamarnya yang hampir reyot, kemudian melihat Ibu dan Ayahnya dalam situasi tegang. Matanya tertuju pada cangkir kaleng yang terputar di lantai rumah mereka, pertanda cangkir itulah yang baru saja dilemparkan oleh seseorang.
Ibunya sedang berkacak pinggang, seperti biasa memasang badan untuk mulai mengomel. Ayahnya? Terduduk seperti biasa di kursi rapuh mereka tanpa ekspresi.
Melihat kepala Cassandra melongo di ambang pintu, Ibu menegakkan badannya.
"Kau bangun? Pergilah tidur lagi," katanya memelankan suaranya, matanya masih menatap sinis pada suaminya.
Cassandra maju beberapa langkah, memungut cangkir kaleng itu dan meletakkannya ke dapur.
"Ibu, berhenti melempar. Kalau tidak, kita takkan punya cangkir lagi," kata Cassandra pelan, mendongak dari dapur.
"Kau dengar itu?! Bahkan anakmu memikirkan tentang cangkir! Kau bisakah berfikir sedikit saja?!" teriak Ibunya menunjuk Ayahnya, menghentakkan kakinya dengan kesal. Dasternya bergoyang seirama dengan hentakkannya pada lantai.
Lelaki paruh baya itu menunduk. Tidak berusaha membela diri. Cassandra mendekati Ibunya yang dipenuhi kekesalan, menyentuh lengan wanita itu perlahan.
"Kali ini kenapa lagi, Bu?" tanyanya pelan.
Ibunya menghela napas panjang. Ragu apakah akan memberitahu apa yang terjadi pada keluarga mereka. Cassandra sudah sangat mandiri dan tidak menyusahkan orang tuanya, sebaliknya dia harus senantiasa mendengar percekcokan keduanya yang tak ada hentinya.
"Sudahlah," kata Ibunya berbalik. Cassandra menahan wanita itu pergi.
"Katakan, Bu," bujuk Cassandra lagi. Kini dialah satu-satunya anak dalam keluarga itu, dia merasa berhak tau apa yang terjadi.
"Ini...," ujar Ibunya ragu. Cassandra mengangguk pelan, mengisyaratkan Ibunya untuk berkata jujur.
"Ayahmu menggunakan uang untuk membayar listrik. Kita bahkan sudah menunggak dua bulan," Ibunya menunduk, memainkan jari-jarinya dengan cemas dan gelisah.
Cassandra menepuk lengan Ibunya.
"Bersabarlah, Bu. Akan Cassandra coba cari solusinya," katanya mencoba menenangkan.
Ibunya menghapus bulir-bulir air mata yang perlahan jatuh di pipinya. Bersyukur bahwa dia masih memiliki seorang putri pengertian seperti Cassandra.
***
"Apa katamu?" kata Xavier ditelepon. Dia baru saja terbangun karena deringan di ponselnya.
"Mereka kekurangan uang," ujar suara di sebrang. Kemudian menjelaskan beberapa hal yang mulai dipahami Xavier.
Pria itu mengangguk.
"Baiklah. Kerja bagus," katanya menutup telepon.
***
Alesha membawa sebuah nampan dan meletakkannya di dapur. Dia sekilas melihat Cassandra yang bersandar pada tembok, memainkan kakinya ke depan dan ke belakang, seperti memikirkan sesuatu. Alesha mendekat perlahan.
"Cassandra," panggilnya ragu-ragu. Cassandra masih termenung.
"Cassandra," kini dia menaikkan suaranya, semakin mendekat.
Cassandra menyadari kehadiran Alesha, dan buru-buru menegakkan tubuhnya.
"Ya?" jawabnya cepat. Dia tidak menyadari Alesha sudah berada didekatnya, dia benar-benar melamun. Alesha menatapnya penuh tanya.
"Lo baik-baik aja?" tanya gadis itu khawatir.
Cassandra mengibaskan apron yang dia pakai. Berusaha mencairkan suasana.
"Ya, gue baik. Ada apa?" tanyanya lagi.
Alesha menyerahkan sepucuk kertas berlipat. Cassandra menerima kertas itu dengan mata menyipit.
Apa ini untukku? Siapa yang mengirim ini?
"Ini, tadi ada cowok yang nitipin, katanya buat lo," kata Alesha tersenyum.
Cassandra membuka lipatan surat itu perlahan. Membaca kata-kata yang tertulis di sana. Ayolah, di zaman canggih sekarang ini bahkan dia menerima sebuah surat dengan tulisan tangan? Yang benar saja!
Cassandra menoleh kesal seketika, setelah membaca isi dari kertas itu. Alesha mengintip penasaran, ingin mengetahui isi dari surat itu. Dia mesem-mesem.
"Eh, Cass. Yang anter tadi itu...," kata Alesha lagi. Dia menerawang sekarang. Memundurkan ingatannya pada saat dia menerima surat itu.
"Ganteng, macho, maskulin, dan... wangi banget," lanjutnya bersemangat.
Cassandra melotot pada temannya itu.
"Hah?! Lo pasti salah lihat!" gerutunya kesal. Dia telah berbalik, berjalan cepat meninggalkan Alesha disana.
"Memang iya kok!" gumam Alesha nyengir, mengikuti derap langkah kaki Cassandra memasuki kafe.
Cassandra melipat surat itu dengan asal, menyelipkannya pada kantong di apronnya.
Sepucuk surat yang berisi :
Nikmati harimu, milikku. Jangan lupa kencan kita nanti. Aku menunggumu selalu. ~X
.
.
.
🌾Bersambung🌾
~Yuk dukung dgn like, vote dan komen ya readers.. selamat membaca 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
Sintha Zhenaque
lah gw dlu wktu SMP dpt surat tulisan arab gundul..untunh masih bsa kebaca
2023-01-20
0
Ratna Ayunurwidia
inget jaman smp surat2an..wkwkwkm thn 97
2021-03-30
1
YoUnie Rafa Kurniawan
milikku oh milikku
2021-03-12
0