"Seberantakan apapun, sesulit apapun. Kau seharusnya tidak meninggalkan keluarga." ~Cassandra Aglenia.
.
.
.
Cassandra meletakkan tas selempangnya di atas kasur busa yang telah menipis. Waktu masih menunjukkan pukul enam sore tetapi dia sudah berada di rumah. Merebahkan dirinya dan berbaring nyaman, dia merasa harinya kali ini sangat melelahkan.
Cassandra memejamkan matanya sesaat, namun tak berapa lama kemudian sebuah suara teriakan menyadarkan gadis itu dari istirahatnya yang pendek. Dia bangkit dengan malas, lalu membuka pintu kamar perlahan.
"Apa lagi?" tanyanya dari balik pintu. Ibunya sedang berkacak pinggang di ruang tamu dengan ayahnya yang terduduk di sofa lapuk mereka.
"Ayahmu ini tidak bekerja! Dia pasti nongkrong seharian di warung depan sana!" Ibunya berteriak lantang. Lelaki yang diberikan makian itu hanya terdiam tidak menjawab. Mungkin jika dia menjawab keadaan akan menjadi semakin runyam.
"Sudahlah, Bu," kata Cassandra lemah.
Ayahnya menatapnya dan tersenyum kecil di sudut bibirnya, berusaha mengucapkan terima kasih untuk pembelaan yang Cassandra lakukan. Ayahnya tidak dapat berbuat apapun, apalagi mencari uang.
Ibunya melengos pergi dari hadapan mereka, masih mengeluarkan repetan yang dapat didengar oleh Cassandra dan ayahnya. Lelaki paruh baya itu tersenyum lebih lebar pada Cassandra yang memandangnya dengan perasaan campur aduk.
"Ayah, tolonglah," pinta Cassandra putus asa.
Lelaki yang rambutnya hampir beruban itu kemudian hanya menatap Cassandra sejenak, sebelum bangkit dari kursinya menuju pintu keluar tanpa mengucap sepatah kata pun.
Cassandra menghela napas panjang. Bukan hal baru baginya menghadapi situasi semacam ini, bahkan sudah terlalu sering.
Ayahnya telah tua dan tidak dapat lagi bekerja. Dulu ayah Cassandra bekerja pada seorang mafia, menjadi kaki tangan pria ganas itu sampai akhirnya dia dibuang begitu saja karena satu kesalahan kecil yang dia lakukan. Setelah itu, karirnya usai. Tidak lagi memiliki kesempatan untuk mencari pekerjaan dengan benar, terlebih karena kondisinya yang tidak memungkinkan.
Ayah Cassandra berbeda, dia adalah seorang tuna wicara, yang tidak dapat berbicara dengan jelas. Sulit sekali mencari pekerjaan dengan kondisinya yang seperti itu, ditambah lagi usianya yang tidak lagi muda. Sebab itulah kini ayah Cassandra menghabiskan masa-masa hidupnya dengan bermain batu gaplek di warung kopi di depan gang rumah, dan setiap mendapati ayahnya duduk di sana, ibunya selalu marah dengan perasaan jengkel yang membuncah.
Ibu Cassandra bekerja serabutan di sebuah laundry yang tak jauh dari rumah mereka. Semenjak ayahnya jadi pengangguran, ibunya harus bekerja lebih giat lagi untuk mendapatkan uang. Sikapnya berubah total dan menjadi semakin pemarah, seiring dengan beban yang menumpuk di pundaknya untuk menggantikan posisi sebagai tulang punggung keluarga.
Sebaik mungkin Cassandra berusaha untuk memahami situasi dan keadaan keluarganya. Syukurnya dia memiliki otak cerdas dan mempunyai beasiswa. Gadis itu selalu berdoa dalam hati agar dia segera lulus dan dapat pekerjaan yang baik, hingga keluarganya akan kembali membaik.seperti sedia kala.
Tiba-tiba manik bulat Cassandra tertuju pada sebuah foto keluarga yang terpasang di ruang tamu yang tak besar itu. Foto ayahnya, ibunya, dirinya, dan seorang perempuan cantik yang ingin sekali Cassandra hancurkan.
"Sialan!" geramnya. Matanya menatap foto itu lebih lama, lebih tajam.
"Kau senang, Gracia? Kudoakan semoga kau mati di tepian jurang!" Cassandra mengutuk penuh amarah.
Gadis itu lalu berbalik, memasuki kamarnya dan mulai bersiap. Dia tidak boleh terlambat, karena sedikit saja terlambat maka akan banyak orang yang dapat dengan mudah menggantikan posisinya.
Cassandra menyambar handuk dan mandi dengan cepat, mengenakan pakaiannya dan memoles bedak tipis di wajah. Lipstik berwarna merah muda dia lukis indah di bibirnya, semakin menambah kecantikan gadis itu. Cassandra mematung sesaat di depan cermin. Menatapi wajahnya dan kemolekan tubuhnya. Dia memuji dirinya dalam hati.
"Kau cantik, Cassandra," berbisik pelan dia pada dirinya sendiri. Gadis itu kemudian mengikat rambutnya menyerupai ekor kuda. Rambut sebahunya kini terikat dengan rapi dengan sebuah kaitan berwarna coklat muda.
"Bertahanlah, kemudian berbahagialah," bisiknya lirih.
Mengambil tas selempangnya dan mengenakan sepatu kets-nya, Cassandra telah berjalan cepat keluar rumah, menuju perjuangannya yang lain.
.
.
.
🌾Bersambung🌾
~Dukung dengan like, vote dan tinggalkan komen ya kak Readers.. Makasih sudah mampir 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
Saepul 𝐙⃝🦜
Wah saling berkaitan kah antar Gracia yang di maksud oleh Xavier dan Gracia yang oleh Casandra bicarakan? 🤔
2021-12-20
0
Aris Susanti
Gadis pujaannya Xavier ada hubungan keluarga dg Gracia 🤔
makin seru ini
2021-11-27
1
Gusty Ibunda Alwufi
nah gracia dan casandra ada hubungan apa . kakak beradikkah
2021-11-20
0