Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh....
Jadi di BAB 4 ini, aku ganti Mr. Ali jadi Pak Ali aja ya. Karena kan di Indonesia.
semoga kalian semua tetap menikmati kata yang sudah tergabung indah ini.
Selamat membaca....
****
Di pembatas balkon ini aku berdiri menatap langit cerah setelah menurunkan ribuan tetes hujan yang menampakkan lekungan indah berwarna-warni, pelangi. Aku sungguh tak kuasa menahan senyumanku. Pelangi, bulan, bintang, matahari dan seluruh isi langit juga bumi Allah ciptakan sedemikian sempurnanya untuk kehidupan makhluk-Nya.
Hatiku berdetak tak menentu. Teringat akan mimpiku malam tadi. Namanya, wajahnya, bahkan senyumannya tak pernah terlintas di pikiran hingga memyusup masuk ke dalam mimpi. Mungkin, saat itu... Saat Allah memberikan aku sebuah jawaban dari suatu pilihan sehingga nama, wajah dan senyumannya itu terlihat jelas dalam mimpiku. Sungguh aku tak pernah membayangkan wajah pria mana pun sebelumnya, termasuk wajah Pak Ali yang pada dasarnya adalah dosen di fakultasku sendiri.
Terlihat tiga mobil memasuki gerbang rumahku. Aku tahu, mobil itu adalah kendaraan yang membawa keluarga Pak Ali.
Benar kata abi, mereka langsung datang sehari setelah mendapatkan jawaban dariku. Aku harus senang atau, bagaimana? Menikah memanglah ibadah yang di dalamnya terdapat banyak pahala, tetapi jujur saja, aku belum sepenuhnya ikhlas untuk melakukan pernikahan ini.
"Teteh...."
Aku menoleh dengan membalikkan badan. Gadis dengan gamis cokelat susu dan khimar berwarna hitamnya terlihat sangat manis. Dia adalah sepupuku. Postur tubuhnya yang lebih tinggi, membuat orang tak percaya jika dirinya masih duduk di bangku kelas 2 SMA.
"Kenapa, Wa?"
"Calon Teteh, teh, sudah sampai. Sok atuh turun. Hawa lihat atu, Teh. Calon Teteh kasep pisan, huh."
Aku tersenyum kecil mendengar celotehan Hawa.
"Ah iya, Teh. Tante bilang teh, kalau Teteh harus pakai gamis yang sudah Tante sediain. Harus dipakai loh, Teh."
Gamis berwarna biru muda. Aku melirik kasurku, lalu kembali melihat Hawa dengan masih memasang senyuman. "Iya. Teteh ganti baju dulu ya."
"Hawa yakin, pasti teh si Teteh bakal gelis pisan. Mana namanya pas sekali lagi. Teteh teh dengan calon Teteh, namanya cocok, seperti pasangan Sayyidina Ali dan Fatimah Az-Zahra."
Aku tertawa kecil. Siapa yang tidak mengetahui kisah cinta dua hamba Allah tersebut? Bahkan kisah cinta mereka sudah amat dikenal oleh seluruh umat muslim. Cinta dalam diam antara Sayyidina Ali dengan putri Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam. Hingga iblis saja tak mengetahui adanya cinta yang tumbuh antara Sayyidina Ali dan Fatimah Az-Zahra. Masya Allah.
Namun, sepertinya kisah cintaku dengan Pak Ali tidak dimulai dengan hal yang sama seperti kisah cinta Sayyidina Ali dengan Fatimah Az-Zahra. Tapi, aku sungguh sangat berharap pada Allah atas segala kebaikan-Nya untuk rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah antara aku dan Pak Ali.
"Sok atuh, Teh diganti bajunya. Kasian calon Teteh yang kasepnya ngalahin aktor Korea itu nunggui calon bidadari surganya di bawah."
Hawa terus saja berceloteh yang menurutku semakin melebih-lebihkan. Tapi, itu bahkan terkesan lucu saat ku dengar. Logat sundanya sangat terdengar fasih, berbeda denganku yang sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Jika aku bicara dengan logat Sunda seperti Hawa, jatuhnya malah terdengar aneh.
****
Saat menuruni tangga aku menunduk pandang dalam. Tanganku terasa dingin sebab berpasang mata menyorot padaku dan Hawa yang senantiasa merangkul bahuku.
"Teh, kita ini serasa jadi bidadari yang berjalan mau memasuki surga. Masya Allah, Teh."
"Teteh yang mau lamaran, Hawa yang jadi baperan. Astaghfirullah."
Bukannya merasa tenang mendengar celotehan Hawa yang tak ada hentinya, aku malah merasa semakin gelisah. Sejak tadi, aku selalu berdoa pada Allah. Berdoa untuk segala kebaikan atas sebuah jawaban.
Ya Allah, sekali lagi hamba mohon. Apa sungguh mimpi itu jawaban dari-Mu? Jika iya, ridhoi selalu. Jika tidak, hamba mohon, lindungi hamba dari apa yang tak seharusnya. Rasa tenang dan damai pun mulai hadir. Tangan dingin yang ku rasakan, kini sudah kembali normal.
Langkah kakiku semakin berat saat mendekat pada ruang tama. Kepalaku tak sanggup untuk ku angkat sekalipun sedikit saja. Hawa melepas bahuku daat Umi mendekat dan berganti merangkul bahuku. Umi membawaku untuk duduk di sanping abi.
"Kedua orangtuamu sudah menerima lamaranku. Aku pun tahu jika kamu sudah menerima lamaranku melalui orangtuamu. Namun, di sini.... aku ingin mendengarnya Fatimah. Apakah kamu sungguh menerima lamaranku?" Pertanyaan itu dilontarkan oleh Pak Ali.
Tanganku yang baru saja normal, kini ikut gundah dengan meremas sisi gamis kanan dan kiri. Aku harus yakin, aku harus yakin jika Allah sudah menggariskan kehidupan baru untukku. Tak ada ta'aruf ataupun pengenalan terlebih dahulu, tiba-tiba Pak Ali datang dan langsung melamar.
Bismillah..... Aku memejamkan mata sejenak dan mengangguk kecil.
"Alhamdulillah....." Ucapan syukur yang terucap dari keluarga Pak Ali dan keluargaku telah menyembuhkan rasa gundahku.
Kini, rasanya benar sangat lega.
Umi memelukku, mata indahnya sejak tadi sudah berlinang dan kini air itu mengalir. Air mata bahagia. Tangan Umi mengusap khimar yang menutup kepalaku. "Alhamdulillah Sayang.... Umi bahagia sekali, anak gadis Umi akan melangkah untuk naik satu tangga kehidupan dengan adanya pernikahan ini. Semoga Allah selalu meridhoi segalanya."
Aku mengangguk kecil di pelukan umi. Air mataku pun ikut mengalir, seolah tangis bahagia umi menyalur padaku. Aku berharap, keputusan inilah yang terbaik untukku.
Tanggal pernikahan sudah ditentukan oleh Mas Ali sendiri. Ya, 10 menit yang lalu kedua orang tua kami memintaku untuk membiasakan panggilan "Pak" diganti menjadi Mas. Berhubung aku adalah gadis yang tak banyak bicara, jadi aku pun menurut saja. Bukanlah sebuah masalah untuk memanggilnya dengan sebutan "Mas" jika suatu hari dialah yang Allah ciptakan untuk menjadi imam dunia akhiratku kelak.
Pernikahanku dan Mas Ali akan dilakukan 1 minggu lagi. Aku sedikit terkejut, tanggal itu bertepatan dengan hari kelahiranku. Ingin aku bertanya mengapa Mas Ali memilih tanggal itu, hanya saja, jangankan membuka suara untuk bertanya, menatapnya saja yidak ku lakukan. Awalnya aku hanya merasa jika Mas Ali menebak tanggal saja. Ternyata feelingku salah saat Mas Ali mengatakan, "aku tak memiliki banyak alasan memilih tanggal dan bulan itu."
****
Hari berlalu dengan sangat cepat. Rasanya baru dua hari yang lalu Mas Ali dan keluarganya datang untuk melamarku, dam sekarang mereka datang lagi dengan niat yang berbeda. Mas Ali datang untuk menghalalkanku menjadi kekasih halalnya.
Di hadapan cermin ini, aku melihat pantulan wajahku. Riasan wajah ini yang tak pernah ku bayangkan sebelumnya.
"Ya Allah, betapa hamba sangat berharap yang terbaik selalu untuk pernikahan hamba. Semoga pernikahan ini akan terjadi sekali seumur hidup hamba dan suami hamba nantinya. Sungguh, hamba tahu, Engkau akan memberikan pasangan pada hamba dengan apa yang ada pada diri hamba."
Aku tak tahu dan tak pernah tahu tentang apa yang akan terjadi esok hari tentang pernikahan ini. Mas Ali yang notabenenya adalah dosenku, tak ada secuil bayangan pun tentang dirinya untuk menjadi harap sebagai suamiku. Aku tak tahu jika jalan cerita hidupku baru saja akan dimulai bersama-sama dengan Mas Ali. Sesungguhnya Allah menciptakan wanita yang baik untuk lelaki yang baik. Aku tahu, Allah tak pernah tertukar memberikan jodoh pada setiap hamba-Nya.
ٱلْخَبِيثَٰتُ لِلْخَبِيثِينَ وَٱلْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَٰتِ ۖ وَٱلطَّيِّبَٰتُ لِلطَّيِّبِينَ وَٱلطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَٰتِ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ ۖ لَهُم مَّغْفِرَةٌۭ وَرِزْقٌۭ كَرِيمٌۭ
“Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan reski yang melimpah (yaitu:Surga)” [QS. An Nuur (24):26].
Aku menghela napas pelan. Meskipun aku belum mencintai Mas Ali, aku yakin, jika esok atau lusa aku akan mencintainya setelah aku menjadi halal baginya dan sebaliknya.
****
Tangan tak hentinya bergetar dan terasa dingin pula. Bibir pun tak henti mengucapkan istighfar saat melihat Mas Ali berjabat tangan dengan Abi untuk melakukan ijab kabul. Dari layar proyektor ini betapa jelasnya terlihat wajah dan terdengarnya suara tegas Mas Ali saat mengucapkan ijab kabulnya. Hingga semua saksi mengatakan kata "sah" dengan serentak. Sesungguhnya Allah menciptakan hamba-Nya dengan berpasang-pasangan.
وَمِن كُلِّ شَىْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” [QS. Adz Dzariyaat (51):49].
Saat ini, detik ini juga, Allah membuktikan setiap dalil yang tertera di dalam Al-Qur'an. Msya Allah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Sweet Girl
Masyaa Alloh..... Indah sekali klo semua karena Alloh.
2021-06-20
0
Arlin Susanti
masyaAllah alus pisan alurnya
2020-09-23
1
Wanymathus
lnjut
2020-09-17
2