Bab 06. Sabar menunggu

"Maaf Qila.." Rasya jadi malu sendiri saat tahu jika ternyata Qila memergoki dirinya mengangkat telepon Alvian.

"Maaf jika aku lancang. Niatku sebenarnya hanya tidak ingin membuat tidurmu terganggu. Sekali lagi maafkan aku, tak akan ku ulangi lagi." ucap Rasya.

Tatapan Qila yang semula tajam kini berubah melunak. Dia malah tersenyum kemudian.

"Makasih ya, dengan kamu mengangkat teleponnya dia pasti tidak akan menghubungiku lagi. Jujur saja aku belum siap bicara apapun dengannya apalagi bertemu. Rasanya masih sakit sekali." Qila menundukkan wajahnya dan berubah sendu.

"Kamu pasti sedih sekali karena kejadian ini." Rasya ingin sekali rasanya memeluk Qila dan menenangkannya.

"Sedih sudah pasti, tapi aku lebih malu sama Umma dan Papa. Mereka sudah membesarkan aku, menyayangiku tapi aku sama sekali tak pernah membalasnya dengan baik. Aku sudah membuatnya sedih. Rasanya aku tidak pantas dipanggil putri mereka." Qila kembali menjatuhkan air matanya.

Karena tak tega Rasya pun meraih tubuh wanita di hadapannya yang masih mengenakan mukena itu. Dia membawanya ke dalam pelukan dan membiarkan Qila menangis di sana.

"Ini bukan salah kamu Qila, kita nggak pernah tahu bagaimana garis hidup kita kedepannya. Umma dan Papa juga pasti sudah mengerti dan yang ada di benak mereka kamu adalah putri yang membanggakan kok. Selama ini aku tahu kamu selalu menjadi anak yang baik dan penurut. Dan segala pencapaian kamu selama ini benar-benar bikin mereka bangga." Rasya mengusap lembut punggung Qila.

"Mulai sekarang, kamu adalah istriku, kamu tanggung jawabku jadi tolong jangan sedih lagi. Kita hadapi semua bersama. Jadi kamu butuh apa-apa bilang aku aja ya. Anggap saja seperti kita yang bersahabat dulu." ujar Rasya.

"Sya.. kamu selalu baik banget sama aku. aku jadi bingung harus bales apa." Qila mendongakkan wajahnya pada Rasya. Wajah mereka begitu dekat.

"Nggak perlu kamu bales apa-apa. Yang penting kamu tetap jadi diri kamu sendiri. Dan jadilah Qila yang ceria seperti dulu." Rasya mengusap air mata yang membasahi wajah Qila.

Rasya menatap Qila dengan intens. Belum pernah dia sedekat ini sebelumnya. Apalagi saat menatap bibirnya yang ranum pink alami tanpa terpoles lipstick itu membuatnya semakin gemas ingin merasakannya.

Seperti terhipnotis Rasya perlahan mendekatkan wajahnya untuk mengecup bibir itu. Namun gerakannya terhenti seketika saat Qila tiba-tiba menjauhkan tubuhnya dari Rasya.

"Maaf.. " Qila buru-buru bangkit untuk melepas mukenanya kemudian dia segera pergi ke kamar mandi.

Rasya sendiri yang terkejut hanya bisa diam ditempatnya. Baru sadar beberapa saat setelahnya.

"Ah bodoh, Qila pasti nggak nyaman sama aku." Rasya menepuk keningnya sendiri kemudian dia pun bangkit untuk mengganti baju koko dan sarungnya menjadi pakaian santai.

Sementara Qila saat ini sedang menyandarkan tubuhnya di dinding toilet sembari memegangi dadanya sendiri. Jantungnya rasanya seperti sedang berdisko apalagi saat mengingat Rasya yang hendak menciumnya. ia akui Rasya memang sangat tampan tapi untuk saat ini dia belum memiliki perasaan apapun. Bahkan pikirannya masih kacau.

"Ya Allah maafkan aku yang belum bisa menjalankan kewajibanku sebagai seorang istri. Aku belum siap jika harus melakukannya sekarang." gumam Qila lirih.

Setelah mengatur nafas dan detak jantungnya hingga mulai normal kini Qila bersiap keluar dari toilet. Namun saat dia membuka pintu pandangannya langsung tertuju pada Rasya yang kini sedang shirtless. Pria itu hanya mengenakan celana pendek di atas lutut sehingga menunjukkan lekuk tubuhnya yang berhiaskan otot kekar serta perut sixpack nya.

Qila meneguk ludahnya yang entah kenapa hampir saja keluar dari rongga mulutnya saat melihat pemandangan itu. Namun begitu Rasya mengenakan pakaiannya dia baru sadar dan buru-buru mengerjapkan netranya.

"Astaghfirullah.. mikirin apa sih." Qila menggerutu sendiri.

Rasya sendiri yang melihat Qila sedang berdiri mematung di depan toilet pun segera menanyainya.

"Qila, kamu nggak istirahat?" tanya Rasya.

"Eh.. i-iya.." Qila yang jadi salah tingkah pun segera menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya. Namun dia juga teringat sesuatu, mungkinkah malam ini akan tidur satu Ranjang dengan Rasya. Ah, hal itu sungguh membuatnya dilema karena jujur saja dia begitu canggung jika harus tidur satu ranjang dengan seorang pria.

Rasya sendiri yang masih sibuk mengecek pekerjaannya dengan ipadnya pun memperhatikan Qila masih terjaga dan beberapa kali gadis itu mengganti posisi tidurnya.

"Kamu nggak bisa tidur? mau dimatikan lampunya?" naya Rasya.

"Eh.. itu, A-anu.." Qila bingung sendiri mau menjawab apa.

Rasya pun meletakkan ipadnya kemudian berjalan mendekat ke arah ranjang. Jantung Qila semakin berdebar keras apalagi aat Rasya mulai menyentuh bantal. Namun sedetik kemudian dia merasa lega saat Rasya mengambil bantal itu dan membawanya ke sofa.

"Aku akan tidur di sofa. Kamu tidur di situ saja." ucapnya kemudian merebahkan tubuhnya di sofa dan mulai memejamkan matanya.

Qila tertegun melihat Rasya namun juga merasa lega sebab dia begitu peka dan mengerti keadaannya.

Perlahan sebuah senyum tipis terukir di wajahnya.

******

Keesokan harinya baik Rasya dan Qila sudah selesai mandi dana bersiap untuk pulang. Sebetulnya bisa saja mereka ingin menghabiskan waktu lebih lama di hotel namun Rasya menyadari bahwa Qila mungkin ingin bertemu dengan orangtuanya.

Sebelum pulang Rasya mengajak Qila untuk sarapan di restoran yang ada di hotel papanya itu. Qila pun menurut.

Sembari menunggu makanan datang Rasya mencoba mengajak Qila untuk berbicara karena sejak tadi Qila hanya diam.

"Qila, maaf ya soal kemarin. Aku tidak bermaksud untuk membuatmu jadi tidak nyaman jadi aku hanya hampir saja kelepasan. Lain kali aku tak akan melakukannya tanpa persetujuan darimu." Rasya membuka suara.

Membahas tentang hal itu membuatnya kembali blushing. Wajah Qila kian merona mengingat semalam Rasya yang hampir menciumnya.

"Maafkan aku Rasya, jujur saja aku masih ragu dan belum siap jika melakukan itu sekarang.." Qila berucap pelan dan sedikit gemetar. Dia takut membuat Rasya marah tapi Qila sendiri juga ingin jujur soal perasaannya.

"Iya aku ngerti kok. Kamu nggak perlu minta maaf dan aku tidak masalah. Aku akan menunggu sampai kamu siap meskipun itu membutuhkan waktu yang lama juga aku tak keberatan. Jadi buat diri kamu nyaman saja." Rasya menjawabnya santai membuat Qila lega.

Ya sudah ayo dimakan dulu habis ini kita pulang ke rumah Umma." ucap Rasya.

"Loh, kita pulang ke rumah Umma ya?" Qila sedikit terkejut saat Rasya mengatakan akan mengantarkan ke rumah orang tuanya lagi. Apa jangan-jangan kemarin itu Rasya hanya menikahi demi status saja kemudian dia dikembalikan lagi pada orang tuanya.

"Ya, sementara kita ke rumah Umma dulu, aku disini kan nggak punya rumah. Cuma ada rumah peninggalan kakek dan kamu dulu takut kan sama tempat itu." ujar Rasya yang ingat dulu sempat takut berada di rumah peninggalan kakeknya yang katanya mirip museum kuno.

"Oh, gitu" Qila merasa lega.

"Kamu kira apa? aku kembaliin kamu ke orang tua kamu?" Qila langsung mengangguk mendengar ucapan Rasya.

"Ya rugi dong masak baru dinikahin sehari udah mau dikembaliin lagi." Rasya pun menjawabnya sambil terkekeh kecil. Sementara Qila hanya tertunduk malu.

***

Sampai akhirnya sampai di kediaman Papa Bagas dan Umma Nizma langsung disambut oleh mereka. Sebelumnya Rasya sudah menghubungi ayah mertuanya itu untuk tinggal sementara di kediamannya sambil dia mencari tempat tinggal baru.

"Assalamualaikum Umma..." Qila langsung memeluk sang ibunda begitupun Umma Nizma juga membalas pelukannya dengan erat.

"Waalaikumsallam, Anak Umma hebat, anak umma kuat. Umma sayaang banget sama kamu nak." Umma Nizma buru-buru menguatkan putrinya sebelum Qila meminta maaf padanya.

"Umma.. maafin Qila.." ucapan Qila buru-buru disela oleh Umma Nizma.

"Ssstt.. nggak boleh minta maaf, kamu nggak salah sayang. Umma nggak mau dengar itu lagi." Ucap Umma Nizma tegas.

"Iya Umma.."

"Ya sudah ayo masuk ke dalam yuk, ajak suami kamu istirahat di kamar kalau masih capek." Ujar Umma Nizma.

"Insyaallah nggak capek kok Umma, semalam kami istirahat cukup." jawab Rasya.

Mereka pun mengobrol di ruang keluarga. Papa Bagas yang semalaman terus kepikiran akan nasib putrinya kini merasa lega setelah melihat Qila yang sepertinya sudah baik-baik saja. Kemudian dia menatap menantunya yang memang dia percaya bahwa Rasya memang pria yang baik.

"Rasya, sekali lagi Papa ucapkan terimakasih banyak dan maaf sudah merepotkan kamu. Jujur saja tanpa ada kamu kemarin Papa nggak tahu lagi harus bagaimana." Ucap Papa Bagas.

"Insyaallah saya ikhlas melakukannya Pa, dan saya harap Papa bisa menerima saya sebagai menantu Papa. Mungkin saya belum memenuhi kriteria sebagai sosok menantu yang baik tapi saya akan berusaha semaksimal mungkin membahagiakan Qila. Mohon arahannya Pa, jika saya salah tegur saja saya." Ucap Rasya tulus.

"Tentu saja Papa percaya itu, orang tua kamu memang luar biasa sudah membesarkan dan mendidik kamu sebaik ini. Papa percayakan Qila padamu." Papa Bagas menepuk bahu putra menantunya.

Qila dan Umma Nizma sendiri dibuat kagum dengan sikap Rasya yang begitu sopan dan dewasa. Semoga saja Rasya merupakan jawaban dari doa-doanya selama ini. Bahwa Qila ingin hidup dengan seseorang yang selalu membuatnya bahagia.

Selesai berbincang-bincang kini Qila mengajak Rasya menuju kamarnya. kamar bernuansa pastel itu tertata rapi dan terlihat begitu nyaman dan luas.

"Kamar kamu nyaman Qila." puji Rasya.

"Kalau kamu mau istirahat saja. Kamu pasti capek kan?" Ucap Qila.

"Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu Qila." ucap Rasya.

'Ya, silahkan." Qila pun duduk di sisi ranjang di samping Rasya.

"Nanti sore aku akan kembali ke Aussie. Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan. Mungkin sekitar satu minggu setelah itu aku akan pindah ke cabang perusahaan yang ada di Indonesia, sekalian mau siapin tempat tinggal buat kita berdua. Boleh kan?" ucap Rasya. Berat sebenarnya meninggalkan istrinya yang masih pengantin baru begini.

"Kalau memang pekerjaan itu nggak bisa ditunda ya nggak apa-apa, selesaikan dulu urusan kamu. Aku akan tunggu disini." jawab Qila sambil mengulas senyumnya.

"Terimakasih Qila, ada satu lagi yang ingin aku tanyakan padamu." ujar Rasya.

"Apa?" Qila mengernyit heran.

"Boleh aku cium kening kamu. Sebagai kenang-kenangan saja jika merindukanmu." Rasya yang kikuk hanya bisa menggaruk tengkuknya.

Qila tak langsung menjawab. Dia diam dan Rasya pun buru-buru menyelanya.

"Kalau nggak boleh nggak apa-apa kok." ucapnya buru-buru.

"Kata siapa nggak boleh? boleh kok." Qila memajukan wajahnya lalu menyodorkan keningnya kepada Rasya.

CUPP..

Rasya mengecup kening Qila dengan lembut.

"Terimakasih, istriku."

...****************...

Terpopuler

Comments

Nur Lizza

Nur Lizza

lanjut

2024-04-10

0

Zahbid Inonk

Zahbid Inonk

duh Rasya bnr" pria limited edition

2024-03-22

0

ᵗⓂ༺ᵐʸ𝕬𝖓𝖌𝖌𝖎༻

ᵗⓂ༺ᵐʸ𝕬𝖓𝖌𝖌𝖎༻

bersyukur banget kamu qilla bisa dapetin Rasya, tampan, baik, sholeh, tajir, dan bertanggung jawab serta pengertian banget

2024-03-22

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!