Bab 09. Sakit

Qila mulai menggeliatkan tubuhnya yang terasa kaku. Kedua netranya perlahan mulai mengerjap meski rasanya masih mengantuk karena semalam dia tidur cukup larut untuk menyusun materi.

Suara adzan subuh yang berkumandang membuatnya secara otomatis langsung terbangun. Dengan perlahan dia mulai bangkit dan hendak mencuci muka di kamar mandi. Namun baru saja dia berdiri sudah dikejutkan oleh sorang pria yang tengah tidur meringkuk di atas sofa.

"Astaghfirullah.." Qila reflek terpekik. Untung saja dia segera menutup mulutnya sehingga tak sampai membuat pria itu bangun.

Qila buru-buru mengambil jilbab instan untuk menutupi kepalanya. Kemudian mendekat ke arah pria itu, benar saja sesuai dugaannya adalah suaminya.

Rasya tampak pulas meski hanya tidur di sofa tak mengenakan bantal dan selimut. Di samping sofa juga terdapat koper besar yang dia yakin itu milik suaminya.

"Pasti dia lelah sekali." Gumam Qila lirih.

Saat Qila hendak beranjak dari tempat duduknya tiba-tiba sebuah tangan menariknya. Tentu Qila langsung tersentak kemudian dia menoleh mendapati Rasya yang sudah terjaga.

Pria itu tersenyum manis menatap Qila meski dengan wajah khas bangun tidur.

"Assalamualaikum, Qila.." ucap Rasya.

"Waalaikumsallam, Rasya.." jawab Qila.

"Kamu sampai kapan? kenapa tidak mengabariku dulu?" tanya Qila akhirnya.

"Aku sampai jam setengah satu dini hari tadi. Niatnya mau kasih kejutan tapi pesawatku delay. Untung tadi Papa masih terjaga dan bisa aku hubungi buat bukain pintu. Mau nginep di hotel dulu udah keburu kangen jadi langsung kesini deh." Rasya pun bangun dari tidurnya. Dia duduk bersebelahan dengan Qila.

"Pasti capek banget ya ini kantung matanya sampai kelihatan." Qila menunjuk wajah Rasya.

"Aku lembur tiap hari buat selesein pekerjaanku jadi bisa cepat-cepat pindah kesini. Kan jadi hemat waktu dan bisa segera ketemu kamu. Aku rindu kamu Qila." Rasya meraih tangan Qila kemudian mengecupnya.

Qila tak menolak dengan tindakan Rasya karena dia sudah berjanji dengan dirinya sendiri untuk membuka hati pada suaminya.

"Bagaimana keadaan kamu? lancar kerjaannya?" tanya Rasya.

"Alhamdulillah.. kerjaan lancar, oh ya teman-teman aku katanya bilang makasih loh tiap hari dikasih makan siang gratis katanya." Qila pun tersenyum lebar mengingat bagaimana hebohnya rekan-rekan dosennya saat Qila mendapat kiriman makan siang dari Rasya.

"Sama-sama, kamu suka ya?" Rasya kini sedikit menyandarkan kepalanya di sandaran sofa.

"Suka, makanan yang kamu kirim enak-enak. Rasya capek ya? aku buatin teh ya?"

"Nggak usah Qila, nanti aja. KIta sholat subuh dulu habis itu baru kamu buatkan teh kalau tidak merepotkan kamu." jawab Rasya.

"Sama sekali nggak repot kok. Ya sudah kita sholat dulu. Kamu wudhu dulu biar aku siapkan perlengkapan sholatnya." ujar Qila.

"Iya, sarung sama baju koko ada di koper. Kamu buka saja ya." ujar Rasya yang diangguki oleh Qila.

Setelah sama-sama bersiap kini keduanya melakukan sholat subuh berjamaah. Qila merasa senang akhirnya kembali mendengarkan lantunan ayat-ayat suci itu dari Rasya setelah hampir dua minggu jauh darinya.

Seperti biasa Qila mencium tangan Rasya dan suaminya itu membalasnya dengan kecupan di kening Qila. Namun Qila merasakan suhu tubuh Rasya yang lebih meningkat dari biasanya.

"Rasya, kamu demam?" Qila pun memberanikan diri menempelkan tangannya pada kening Rasya.

"Sedikit. Mungkin dibuat tidur juga hilang demamnya." ujar Rasya santai. Dia tak ingin membuat Qila cemas.

"Ya sudah kamu tidur saja. Di kasur jangan di sofa nanti nggak nyaman." ujar Qila sembari merapikan kembali sajadahnya.

"Memangnya boleh?" tanya Rasya.

"Boleh lah, ini kamar kamu juga sekarang." jawaban Qila tentu membuat Rasya merasa senang.

"ya sudah istirahat dulu, aku ke bawah buatkan teh hangat ya." Qila pun menuntun Rasya untuk rebahan di ranjang lalu menyelimuti tubuh suaminya agar tak kedinginan.

Di dapur Qila sibuk membuat teh hangat dan bubur sementara Ummanya juga baru turun, biasanya pagi-pagi setelah subuh begini Papa Bagas meminta dibuatkan kopi susu.

"Kakak sudah bangun.." sapa Umma Nizma.

"Iya Umma, ini lagi buatkan bubur sama teh hangat buat Rasya. Umma punya obat demam tidak? sepertinya Rasya demam." ujar Qila.

"Oh iya, sebentar Umma ambilkan ya." Umma Nizma pun mengambil Obat demam di kotak obat.

"Suami kamu pasti kecapekan. Semalam waktu sampai rumah juga keadaannya hujan deras mungkin dia kedinginan." ujar Umma Nizma.

"Astaghfirullah.. kasian sekali. Pasti gara-gara itu dia demam. Rasya paling nggak bisa kehujanan." Qila jadi teringat jika Rasya mudah demam jika terkena hujan.

"Ya sudah kamu temani suami kamu dulu. Nanti kalau butuh apa-apa bilang sama Umma ya nak." pinta Umma Nizma.

"Iya Umma. Qila ke atas dulu." Qila pun kembali ke kamarnya dengan membawa nampan berisi bubur serta teh hangat untuk suaminya.

Saat Qila baru masuk ke dalam kamar dia mendapati Rasya yang sudah menggigil sambil meringkuk di bawa selimut.

"Rasya.." cepat-cepat Qila menghampiri Rasya. Dia meletakkan nampan di atas nakas kemudian memeriksa keadaan suaminya.

Wajah Rasya tampak pucat dengan keringat dingin yang sudah membasahi tubuhnya. Qila pun mengambil tissue untuk mengelap keringat di wajah Rasya.

"Rasya, aku buatkan bubur sama minuman hangat. Di makan dulu ya setelah itu minum obat." ucap Qila khawatir.

"D-dingin.. pusing..." Rasya berucap dengan bibir yang gemetar.

Karena tak tega Qila pun akhirnya ikut berbaring di samping Rasya. Dia langsung memeluk tubuh suaminya itu sambil menggosokkan tangannya agar Rasya tak kedinginan lagi.

Bisa Qila rasakan gemetar tubuh Rasya dan suhu badannya yang meninggi. Hal itu membuatnya semakin khawatir.

"Allahumma rabban nasi, adzhibil ba'sa asyfi antas syafi la syafiya illa anta syifa'an la yughadiru saqaman." Qila membisikkan do'a yang biasa dibacakan oleh Papanya saat dirinya sakit.

Yang artinya, "Tuhanku, Tuhan manusia. Hilangkanlah penyakit. Berikan kesembuhan karena Engkau adalah penyembuh. Tiada yang dapat menyembuhkan penyakit kecuali Engkau dengan kesembuhan yang tidak menyisakan rasa nyeri. 

Setelah hampir setengah jam Qila memeluk Rasya dengan erat perlahan Rasya sudah tak terlalu menggigil lagi. Gerak nafasnya juga nampak teratur. Perlahan Qila melonggarkan pelukannya dan melihat Rasya sudah kembali tertidur pulas.

Qila menjadi prihatin melihat suaminya itu. Dia tahu selama beberapa hari ini Rasya pasti bekerja sangat keras bahkan dia pasti kurang istirahat.

Qila pun mengambil kain waslap dan membasahinya dengan air hangat. Dia mengompreskan ke kening Rasya karena tak tega membangunkannya untuk minum obat.

Setelah memastikan Rasya tidur dengan nyaman Qila pun keluar kamar untuk membantu Umma nya menyiapkan sarapan. Weekend seperti ini biasanya Umma Nizma akan memasak banyak demi menuruti keinginan anak-anaknya.

"Loh kok sudah turun kak? memangnya Rasya sudah baikan?" tanya Umma Nizma.

"Kalau masih sakit ditemani saja Rasya." Sahut Papa Bagas. Tadi dia diberitahu oleh istrinya jika menantunya sedang tak enak badan.

"Rasya tidur Umma, tadi sempat menggigil kedinginan terus badannya demam tinggi. Tapi sekarang sudah mendingan dan aku kompres. Biar istirahat dulu kasihan nanti malah terganggu." ucap Qila.

"Baiklah kalau begitu kamu sarapan dulu kak, setelah itu temani lagi suami kamu." Umma Nizma pun mengajak Qila sarapan bersama.

"Qila, kalau suami kamu masih sakit lebih baik bawa ke rumah sakit atau panggilkan dokter saja." pinta Papa Bagas.

"Iya Pa, nanti Qila tanyakan sama Rasya dulu." Qila merasa gelisah memikirkan Rasya akhirnya dia cepat-cepat menyelesaikan sarapannya dan segera menemui Rasya di kamarnya.

Saat memasuki kamar Qila melihat Rasya sedang duduk bersandar di headboard dengan tangan memegang mangkuk berisi bubur buatan Qila.

"Rasya sudah bangun?" Qila segera menghampiri Rasya.

"Maaf ya, baru aku makan. Padahal kamu pasti sibuk banget tadi masakin bubur ini." ujar Rasya.

Qila pun meraih mangkuk yang dipegang Rasya. Tentu saja Rasya langsung terkejut karena dia pikir Qila marah padanya.

"Qila aku belum selesai makan." ujar Rasya yang hendak merebut kembali mangkuk itu.

"Aaaa..." Qila menyendokkan bubur itu ke mulut Rasya. Tentu saja Rasya menerima suapan dari istrinya dengan senang hati.

"Mulai sekarang aku mau jadi istri yang baik buat kamu. Tolong bantu dan bimbing aku ya." ujar Qila.

"Jadi kamu mau menerima pernikahan ini?" tanya Rasya untuk memastikan.

"Iya, Insyaallah aku menerima pernikahan ini. Ayo bersama-sama kita mengisi lembaran baru ini Rasya.." Qila tersenyum sambil melanjutkan suapan ke mulut Rasya.

"Tentu saja, Qila terimakasih sudah memberiku kesempatan ini. Mari kita jalani pernikahan ini dengan mengharap Ridho Allah." Mendengar ucapan dari Qila rasa sakit yang melanda Rasya rasanya seperti hilang begitu saja. Dia begitu senang dan bahagia akhirnya Qila mau membuka hati untuknya. 

...****************...

Terpopuler

Comments

Nur Lizza

Nur Lizza

akhirny Qila membuka hatinya bt Rasya

2024-04-13

0

Winarti Winarti

Winarti Winarti

semangat author up nya

2024-03-25

0

༺ᵐʸ𝕬𝖓𝖌𝖌𝖎༻

༺ᵐʸ𝕬𝖓𝖌𝖌𝖎༻

alhamdulillah akhirnya qilla mau menerima pernikahan mereka dan berusaha menjadi istri untuk Rasya.

Waahh suatu kebahagian untuk Rasya akhirnya cinta yabg sudah terpendam sekian lama tidak bertepuk sebelah tangan..

2024-03-25

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!