17

“Ashton meneteskan air matanya di ceruk leher Greisy. Ia lelah, ia sedih, ia ingin tidak seperti ini lagi? Semuanya diliputi rasa takut dengan peperangan pada bangsa serigala. Ashton ingin kedamaian saja. Walau ia diberikan kelebihan, tetapi melihat dirinya yang sama sekali tidak bisa melihat virus apa yang ada pada tubuh pengikutnya, itu membuat terjatuh dan tidak berguna.

Ditambah ayahnya yang selalu diincar karena kedudukan menjadi raja.

Ashton tidak ingin seperti ini. Ia juga menginginkan sama seperti manusia yang bisa melakukan kegiatan kerjasama, tidak egois.

Greisy membiarkan Isak tangisan yang hampir tidak terdengar itu. Jujur ia sedih mendengar penuturan Ashton. Baru kali ini wajah yang mendominasi dingin dan memaksa itu menangis di depan. Walau membelakangi Greisy merasa beban yang dipikul Ashton begitu berat.

Merasa puas dengan tangisannya. Ashton menjauhkan wajahnya dari punggung Greisy. Sedikit merasa bebannya keluar, Ashton juga senang jika Greisy membiarkannya menangis di punggungnya.

“Maaf telah cengeng,” katanya memutar perlahan badan Greisy menghadap padanya.

“Tidak apa-apa. Udah tenang?” tanya Greisy lembut.

Ashton menganggukkan kepala. Greisy menampik senyumnya walau sekadar menghibur saja, dan Ashton tahu itu.

“Apa aku bisa pulang?" tanya Greisy dengan wajah terkesan dingin. Ashton merasakan perbedaan akan Greisy. Dingin, dan seolah mereka tidak memiliki hubungan apa-apa lagi.

“Apa kau tidak peduli aku? Apa memang kita sudah tidak harapan lag?"tanya Ashton berat. Ia tidak suka Greisy yang terkesan dingin bahkan memberi jarak padanya.

Greisy menunduk, tidak menjawab. Ia takut mengucapkan sesuatu. Ia juga gugup jika Ashton bertanya tentang hubungan mereka.

Melihat kebisuan Greisy, Ashton tersenyum miris melihat kehidupan yang telah dijalani. Kebisuan Greisy menandakan bahwa memang tidak ada harapan lagi.

“Aku sudah tahu jawabanmu. Jika memang hubungan kita berakhir. Baiklah aku akan melepaskanmu. Semoga ke depannya laki-laki yang kau pilih, lebih baik dariku,” ucapnya berat namun menahan rasa sesak dadanya yang ingin menangis lagi.

“Ma-maafkan aku,” kata Greisy mendongak dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

“Tidak ada yang salah. Terimakasih sudah mau menjadi kekasihku selama kurang lebih tiga Minggu ini. Aku senang bisa mengenalmu. Seminggu lagi kau akan pulang bukan? Maaf tidak dapat melihat kepergianmu, aku akan sibuk dihari itu,” ucapnya semakin membuat air matanya terkeluar dengan sendirinya. Greisy juga meneteskan air matanya. Kata-kata Ashton menusuk hatinya, bahwa mereka tidak akan bertemu lagi.

Hubungan mereka berakhir dengan perbedaan yang memang tidak bisa disatukan. Greisy tersayat begitu dalam dengan perkataan Ashton. Hatinya juga menolak keras hubungan mereka yang telah berakhir. Greisy sulit untuk membantah perkataan Ashton.

“Baiklah, mari kuantar!” Greisy bangkit berdiri begitu juga dengan Ashton. Greisy mencegah sebentar dan menghamburkan diri pada bidang dada Ashton. Greisy menangis, menumpahkan rasa sesak di dadanya sedari tadi. Ashton memeluk erat kembali Greisy. Mengusap-usap pelan punggung Greisy. Mencium hangat ujung kepala rambut Greisy.

"Maafkan aku, kita memang berbeda.” Lagi kata itu yang keluar dari mulut Greisy. Perbedaan menjadi penghalang hubungan mereka. Padahal, Ashton berharap tadi Greisy sudah menerimanya. Ashton cukup sadar diri, dan tidak memaksa kehendaknya pada Greisy.

"Tidak apa-apa. Sudah pagi, ayo aku antar pulang.”

Greisy merasa Ashton akan jauh darinya. Ashton tidak akan lagi dilihat olehnya. Greisy tidak tahu bagaiman lagi menyikapi perbedaan diatara mereka. Ia akui masih sangat mencintainya Ashton. Semuanya sudah kacau karena perbedaan itu. Greisy juga menangkap raut kekecewaan dari Ashton.

Greisy memasuki kamarnya. Ia menangis hancur mengingat hubungannya dengan Ashton. Entah bagaimana ia tanpa Ashton. Serasa ia sudah bergantung dengan Ashton. Kesedihan yang begitu mendalam dan hubungan yang sudah hancur seketika. Alam memang tidak merestui mereka tetapi cinta itu masih tersemat nama yang masih dicintai mereka.

Greisy menoleh sedikit melihat secarik kertas yang ditulis oleh Ashton ketika mengantarnya sampai ke kamar. Dibacanya surat itu dengan isak tangisan yang tidak kunjung selesai.

“Terimakaih atas cintamu. Aku akui perbedaan kita sangat jauh, bahkan alampun memang tidak merestui kita. Aku tadinya ingin memaksamu, untuk tetap melanjutkan mu. Tetapi melihat kesedihan dan penolakanmu, aku berpikir kedua kalinya, bahwa hubungan kita tidak dapat berlanjut lagi. Aku Ashton yang mencintaimu, kini melepaskanmu secara baik-baik. Salam hangat Ashton.”

Greisy semakin sakit membaca isi surat itu. Begitu dalamnya cinta Ashton padanya. Greisy seperti menyia-nyiakan Ashton. Greisy menggeleng bahwa ia tidak akan pernah menggantikan pria dingin, pria pucatnya dan pria pemaksa yang sangat ia cintai. Ia berharap akan ada kehidupan selanjutnya bertemu dengan Ashton.

Seminggu lagi ia masih di sini. Ia berharap Ashton tetap kekeh menemuinya. Walau tadi ia seolah enggan untuk bertemu dengan Ashton, tapi jauh di lubuk hatiny merasa senang Ashton datang menemuinya. Ia bingung akan sikapnya pada Ashton. Menjaga jarak, dan itu membuat Ashton sakit hati. Bahkan pertanyaan dari Ashton pun ia tidak mampu menjawab. Greisy merasa tidak percaya, bahwa tanpa sadar dirinya telah menyakiti Ashton. Terlihat jelas juga ketika Ashton yang ingin mengantarnya dengan raut wajah sedemikian namun kecewa itu terlihat jelas.

Greisy menangis dan memukul-mukul kepalanya. Ia mengumpat dirinya sendiri dengan kata bodoh. Pasti Ashton sudah salah paham akan semua ini. Greisy tadi tidak bisa menjawab bukan karena menolak, melainkan bingung harus jawab apa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!