2

Malam hari, Garvin dan Felix ikut rapat di kantor kepala desa. Sementara para wanita, di kontrakan untuk menghidari hal-hal yang tidak diinginkan. Satu jam lamanya, mereka akhirnya pulang. Mereka mendapati teman-temannya sedang menonton televisi.

“Hello para girls,” sapa Felix dengan narsisnya. Dan itu mengundang kekesalan bagi Valerie, Jois, dan Lily.

“Ini gak ada yang jawab gue nih?" tanya Felix berharap ada yang menjawab. “Iya hello juga Felix ganteng,” jawab Greisy. “Yes, all right. Greisy seratus untukmu,” “Uang nih cair?" tanya Greisy menggoda.

“Sayang aku gak ada uang,” jawabnya dengan nada sedih yang dibuat-buat.

“Bilang ajah pelit,” cibir Lily. “Ck, suka akulah,” jawab Felix kesal. “Bagaimana tadi rapatnya?" tanya Greisy.

“Masalah Kita tidak ada lagi lanjutannya. Dihentikan sampai di sini,” jawab Garvin.

“Apa?” kata para wanita serempak dengan mata yang melebar. Tidak ada lanjutan, berarti tidak akan diselidiki lagi oleh pihak sana.

"Kenapa harus gitu?" tanya Valerie dengan kesal.

“Karena memang tidak ada lagi bukti kuat, maka ini terpaksa dihentikan. Mengingat juga kita sebentar lagi ada di desa ini,” jawan Garvin.

Manggut dan mengerti, mereka tidak ada lagi bertanya. Malam hari tidak ada lagi yang menjadi unsur pencarian dibahas. Itu berarti besok hari akan memulai aktivitas tanpa ada lagi penyelidikan.

Sementara di kamar mewah yang cukup mewah, ibu rintenir sedang bersantai di rajangnya. la sedang sibuk dengan sosial medianya. Namun dari arah jendelanya tiba-tiba angin yang mengencang menghantukkan daun jendela itu terbuka ke dinding. Sontak saja membuat si ibu kepanikan. Horden berwarna hijau emas itu malah bergerak-gerak. Perlahan dilihatnya ada bayangan di balik horden itu seorang pria melewat begitu saja.

Ibu paru baya itu langsung saja tidur menutupi sampai kepala dengan selimut. Merasa tidak ada pergerakan atau terjadi sesuatu perlahan tapi pasti ia menyibak selimut itu sedikit melirik kea rah jendela. Sudah tidak ada lagi, ia bangun dan perlahan melangkah kea rah jendela.

Saat menuju jendela, sudah ada seorang yang berdiri di belakangnya.

“Kamu akui kesalahanmu dan minta maaf ke mahasiswa itu!" perintahnya dan sontak membuat ibu rintenir panik mendengar suara itu. Lampu seketika mati dan membuatnya berteriak histeris

“Ahk, siapa kamu?” katanya ketakutan. Ia tidak bisa melihat jelas wajahnya, namu ia memasitika itu adalah pria yang mencoba mendekatnya.

“Aku tahu kamu pelakunya bukan? Dan kalung itu adalah milikmu!" kata orang itu melangkah perlahan dan ibu yang sudah takut itu mundur juga.

“Apa tujuanmu datang ke sini? Kau ingin uang maka akan kuberikan? Asalkan kamu tidak mengangguku!" katanya seolah mengajak bernegosiasi namun sayang pria itu tetap melangkah ke arahnya.

Sudah terpojok di dinding, tidak ada lagi celah untuk bisa pergi dari pria itu.

“Aku tidak butuh uangmu! Aku ingin kau minta maaf dan akui kesalahanmu!" teriaknya dan satu pukulan mendarat ke dinding. Satu keputusan berat akhirnya ia mengangguk dalam ketakutan. Pukulan itu jelas sangat kuat, dan ia takut jika hal itu kena dalam dirinya.

Pria itu tersenyum sarkatis. Cukup mudah ternyata menakut-nakuti manusia. Hanya sekali gertakan membuatnya tidak berani. Ia yakin ibu paru baya ini akan menurutinya, jika tidak maka akan terjadi sesuatu.

“Bagus. Jika kamu tidak melakukannya, maka siap-siap kamu akan seperti dinding ini,” ancamnya penuh penekanan tepat di wajahnya. Ibu paru baya itu beringsut ketakutan, tidak mau lagi menjawab menjawab selain anggukan kepala. la memejamkan matanya dan berharap ada orang yang membantunya malam ini.

“Nyonya! Nyonya!” panggil anak buahnya yang kini ada di hadapannya sekarang. Iya, pria itu sudah pergi dari hadapannya. Lampu sudah kembali terang, dan ia membuka matanya.

la seperti orang yang kelimpungan, mencari pria yang tengah mengancamnya tadi. Tidak ditemukan, seolah misterius dengan kehadirannya. Dus bodyguardnya menatap heran dengannya.

“Kalian sungguh lama datang, dia sudah pergi!” teriaknya tidak terima atas apa yang telah menimpalinya. Bodohnya kedua pria itu sedari tadi tidak datang menolongnya.

“Maaf nona, kami tadi ketiduran,” jawabnya menunduk.

“Dasar bodoh! Sana keluar kalian!” usirnya dengan emosi.

Mereka akhirnya keluar meninggalkannya sendirian dengan wajah yang ketakutan. Sumur hidupnya baru kali ini ia diancam.

“Akh,sial! Tidak ada cara lain selain mengaku! Siapa pria itu sih,” gerutunya kesal.

Jadilah malam itu Ashton berhasil menemui ibu rintenir yang tidak punya empati itu. Ashton turun tangan langsung menghadapinya. Ashton kini berjalan menyusuri jalan desa tengah malam. la yakin warga desa tidak ada lagi yang beraktivitas. Ashton juga berjalan menuju kontrakan Greisy. Ia harus menyampaikan kabar ini, bahwa ia berhasil. Tinggal menunggu waktu besok, pasti berhasil.

Ashton tiba di kontrakan. Perlahan yang menyelinap masuk, menuju kamar Greisy. Dilihat Greisy dan teman-temannya sudah tidur dalam alam mimpinya. Ashton duduk perlahan di tepi kasur. Ia menyelipkan rambut Greisy ke daun telinganya. Agar bisa leluasa melihat wajah alami kekasih pujaan hatinya.

Seulas senyum hangat berhasil di raut wajahnya. Ashton senang bisa melihat wajah Greisy. Ingin rasanya membawa Greisy agar selalu berada di dekatnya. Ingatannya memutar tentang ideintitasnya. Tidak kurang dua hari lagi, semuanya akan diungkapkan. Ia takut Greisy akan menjauhinya. Rasa cintanya yang mendalam sudah tidak bisa disingkirkan.

Merasa puas, ia kembali merobek satu lembar kertas dan menautkan tulisan tangan untuk Greisy. Ia meletakkan di samping Greisy.

Ashton pun keluar dari kontrakan, pulang kembali ke hutan.

Tengah malam itu, Ashton kembali ke mansion. Ayah dan mama sedang menunggunya di ruang keluarga. Ashton melewat saja tanpa melihat sekitar, namun karena dicegah ayah maka Ashton juga duduk bersama dengan kedua orang tuanya.

“Ashton ada masalah kau dengan Falton?” tanya ayah mengintimidasi. Dalbert tahu jika Falton marah bukan karena sebab. Pasti ada alasannya.

“Dia saja yang terlalu mudah emosi yah,” jawab Ashton memelas.

“Katakan pada ayah, apa yang kalian permasalahkan?" tanya ayah mendesak. Dalbert yakin pasti ada yang disembunyikan Ashton.

Ashton sedikit bingung untuk menjawab. Salah langkah menjawab maka masalah akan semakin besar. Ashton tidak ingin ada yang lain mengetahui apa yang disembunyikan. Cukup hanya dirinya saja, saat ini.”

“Hanya kesalahpahaman ajah yah,” jawabnya singkat.

Dalbert menghembuskan nafasnya kasar. Ia tahu Ashton berbohong, namun ia tidak mau

memaksakan kehendaknya untuk mendesak Ashton.

“Ya sudah nak, kau istirahat. Besok kamu harus baikan dengan Falton. Gak boleh berantem!" kata mama menasehati.

Ashton mengangguk. Ashton pergi tanpa permisi, karena ia ingin beristirahat. Cukup Lelah karena sudah memaksa tubuhnya keluar dari gerbang hutan ke desa. Tenaga Ashton akan sedikit terkuras jika melewati gerbang hutan, karena itu sudah hukum alam jika manusia serigala keluar dari hutan maka tenagannya yang akan cepat terkuras.

Raja Dalbert malah mendelik kesal. Melihat kelakuan istrinya yang tidak pernah marah pada putranya. Sementara dirinya sedikit salah, siap-siap gendang telinga itu akan pecah dan terjadi diam-diaman beberapa hari. Sungguh sangat mengesalkan bukan, jika terlalu memanjakan putranya.

“Ma, jangan terlalu memanjakannya! Lihat kelakuannya yang semakin aneh saja, dan lagi ia pergi tanpa izin ke kita,” katanya.

“Aku tidak memanjakan putraku. Lihat sendiri, tenaganya seperti terkuras dan dia butuh istirahat. Dan lagi, ngapain harus izin dulu jika dia memang ma uke kamar saja,” jawab mama tidak kalahnya.

Dalbert tidak tahu harus jawab apa lagi. Ia tidak ingin berdebat dan berakhir dengan diam-diaman. Lebih baik dipendam sebelum ratu serigala itu mengeluarkan tatapan sinis dan mulut pedasnya. “Yah, kenapa diam?" tanya istrinya.

“Percuma lawan mama, yang ada mama yang bakal menang, ayah terus yang kalah.” Jawabnya kesal.

Istrinya tersenyum senang, suaminya tidak mengajak berdebat lagi. Itu berarti ia selalu mendominasi jika berdebat dengan suaminya, dan memang ia selalu menang.

“Nah gitu dong yah, kan mama jadi senang,” katanya seolah mengejek.

Greisy menggeliat di kasurnya. Ia melirik jendela yang menampakkan celah sedikit pada pantulan cahaya yang menyelip masuk ke ruang kamar. Pukul delapan, masih tidak ada pergerakan dari mereka, karena mengingat hari adalah hari minggu waktunya libur.

la bangun dan mengerjapkan bola matanya. Menoleh ke samping melihat temannya masih tertidur. Tidak sengaja ia menangkap sebuah surat terlipat lagi di kasur. Ia membuka surat itu dan membacanya dalam hati.

“Aku telah mengatasi masalahmu! Tunggu saja beberapa jam lagi, semuanya akan selesai. Ashton." Isi surat yang berasal dari kekasihnya. Rasanya tidak percaya jika Ashton dapat mengatasinya sendiri. Seolah menepisnya, Greisy tidak ingin memikirkan terlalu dalam lagi. Karena kasus ini sudah ditutup tanpa ada pelaku yang mengakuinya. Lagian tanaman hidroponik mereka semakin hari semakin berkembang. Tidak ada yang menjadi masalah beberapa hari ini.

Jika dipikirkan lagi, Ashton bukanlah orang yang bermain-main. Ia selalu serius dalam mengucapkan sesuatu. Lama termenung, Greisy sadar dan langsung beranjak keluar menuju kamar mandi.

Setelah mandi, nampak wajahnya begitu segar dan semangat. Teman-temannya masih belum ada yang terbangun. Greisy berniat untuk memasakkan sesuatu pagi ini. Meski tidak jadwalnya memasak, tapi karena ingin memasak maka Greisy berniat memasak sarapan pagi ini untuk teman-temannya juga.

Dengan lihainya ia memasak capcay kesukaannya. Daging sapi yang menjadi persediaan di kulkas masih segar diolah menjadi makanan yang menggiurkan lidah. Cukup satu menu makanan tetapi dalam porsi banyak. Brokoli dan wortel dicampurkannya ke wajan dengan daging yang sudah matang. Segala bumbu yang telah diolah juga dimasukkannya. Indra penciuman yang seolah menyeruak dengan wanginya masakan Greisy.

Beberapa menit kemudian satu baskom yang lumayan besar makanan itu telah masak. Ia menghidangkan di meja makan. Keringat di keningnya tidak mengurangi rasa semangatnya telah memasak sempurna di pagi ini.

“Hello my friends, Wake up!” panggil Greisy bergema di kontrakan.

“Guys bangun! Sarapan sudah masak! Cepat bangun, sebelum kuhabiskan!" teriaknya lagi dan seolah memberikan ancaman sedikit. Greisy masih berkutat dengan piring-piring, gelas dan sendok, menaruhnya di atas meja. Sungguh sempurna dengan pekerjaan sendiri.

“Kalau tidak bangun, jangan hara pada sarapan pagi ini!” teriaknya lebih keras. Sontak saja semuanya bangun lari terbirit-birit menuju dapur. Sungguh teman yang hanya menyelamatkan perutnya saja. Itupun susah untuk diajak makan, dasar!

"Oh, masih ingat bangun teman-teman!" seru Greisy menyindir.

Sayangnya tidak ada yang menjawab, karena masih mengumpulkan nyawa untuk bisa sadar dari tidurnya. Masing-masing mereka duduk dengan menyendokkan makanan ke piring.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!