3

Greisy melongok tidak percaya dengan tindakan teman-temannya. Sedari tadi ia berteriak seperti orang Tarzan, dan tidak ada sahutan sama sekali dari mereka. Luar biasa sekali hidupa yang menikam Greisy. Teman-temannya sungguh tidak berakhlak. Bangun dan langsung makan, sungguh kehidupan yang penuh durjana.

“Dasar, tidak berperasaan!" kata Greisy kesal. la menarik kursi dan langsung melahap makanannya tanpa melihat teman-temannya lagi.

Semuanya acuh dan Lili mencebikkan bibirnya. Jujur saat ini tidak waktunya untuk menjawab Greisy. Perut mereka sudah berdemo untuk diisi dengan makanan. Malas untuk masak, merekalah itu. Untung saja Greisy yang rajin bangun menghidangkan makanan pagi ini.

Mereka menghabiskan makanan tanpa bersuara lagi. Selesai makan, Greisy terlihat marah dan melenggang pergi meninggalkan mereka. Semuanya tahu bahwa Greisy marah, tetapi setidaknya perut mereka sudah terisi dengan makanan lezat dari Greisy.

Seperti biasa hari minggu adalah kegiatan mereka Kerjasama di kontrkan untuk membersihkan isi kontrakan. Para pria sudah menyapu dan mengepel lantai, sedangkan Valerie, Jois, dan Lily sudah siapa dengan segala cuci menyuci dan membersihkan pekarangan kontrakan.

Greisy menjadi ratu hari ini. Karena dirinya sudah memasak sarapan sendiri tadi pagi. Cukup adi bukan? Kerjasama ini setidaknya tidak mengurangin rasa pertemanan mereka.

Setelah Kerjasama yang baik menghasilkan kerjaan yang cukup memuaskan, mereka lansung terlentang beralaskan tikar di ruang tamu. Di sana mereka mendapati Greisy yang santai menonton televisi.

“Gila, lelahnya kerja seperti ini. Sudah seperti babu saja,” kata Valerie dengan wajah lelahanya.

“Bukan babu, tetapi kerja rodi sih kalau menurutku,” celutuk Jois.

Felix dan Garvin tidak menanggapi. Karena pekerjaan mereka cukup ringan dan tidak menguras tenaga. Kalau Valerie, Jois, dan Lily, memang tidak terbiasa pekerjaan seperti yang mereka lakukan tadi.

Greisy tersenyum mengejek, teman-temannya tukang ngeluh terus. Tapi ia senang bisa berkumpul dengan teman yang menurutnya baik hati.

“Nah, itulah yang kurasakan tadi pagi, sendiriku memasak,” timpal Greisy dengan menyindir keras. Walau sebenarnya ia memang suka memasak.

Mereka menoleh melihat Greisy. Semuanya terkekeh dengan penuturan Greisy. Ternyata di balik mereka menjadi babu tadi, masih ada orang yang lebih menderita tadi pagi yaitu Greisy.

“Terimakasih Greisy cantik, makananmu sungguh enak!" puji Lily dan dibalas anggukan oleh teman lainnya. “Basi,” jawabnya singkat.

“Idih ngambek. Maaf yah, kita ini malas banget bangunnya. Nah sekali bangu itu langsung penge bawaannya langsung makan gitu , Lilynberkilah sedikit boleh juga. Dia tidak mau Greisy makin marah.

“Ya sudah iya. Lain kali jangan digituin aku. Kalau ditanya mesti jawab,” katanya.

"Iya Greisy cantik,” balas mereka serempak hingga mereka tertawa geli.

Masih dalam kotrakan, mereka tengah menonton televisi berupa komedi. Karena disambut dengan tertawa, maka mereka juga ingin merasakan tertawa lebih dalam lagi.

Namun, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kontrakan. Valerie yang tidak jauh dari pintu bangkit berdiri membuka pintu.

Mata Valerie melotot tajam menatapnya. Seorang rintenir yang lawan bertengkarnya, bersama kedua bodyguard. Valerie melipat tangannya di dada seolah meremehkan manusia itu.

“Buat apa lagi datang ke sini ha? Mau mencari masalah lagi gitu?" tanya Valerie beruntut. Ia sudah muak melihat ibu rintenir itu. Menganggu terus dalam setiap kegiatan mereka.

Si rintenir mencoba untuk menahan emosi, kalau bukan karena ancaman semalam ia memang tidak Sudi meminta maaf.

“Saya ke sini mau minta maaf. Jujur saya memang pelakunya,” katanya dengan raut wajah menyesal.

“Nah kan, apa gue bilang memang Lo itu pelakunya dasar nenek lampir!” umpat Valerie dengan amarah yang menggebu-gebu.

Semua warga perlahan mendekati suara yang begitu mencekam itu. Suara dari Valerie sangat bernada nyaring kuat hingga dapat di dengar warga.

Teman-temannya juga turut keluar setelah mendengar umpatan Valerie. Mereka bingung kedatangan si rintenir itu. Untuk apa lagi dia datan? Satu pemikiran, dan melihat Valerie sudah dengan kepalan tangan mata yang melotot. “Ini ada apa Val?” tanya Garvin.

“Si Mak lampir ini datang mengakui kesalahannya. Itu berarti memang dialah pelaku sebenarnya,” jawabnya memberitahu tanpa melirik Garvin.

Semuanya tercengang, warga sontak saja menyoraki dengan nada kekesalan. Pasalnya karena masalah ini tenaga dan pikiran mereka terkuras untuk mencari si pelaku. Tidak jauh ternyata memang rintenir itu pelakunya.

“Apa betul yang diucapkan teman saya Bu?” tanya Garvin sedikit geram.

“Iya, betul saya adalah pelakunya. Oleh karena itu, saya ingin minta maaf pada kalian,” jawabnya menunduk malu, namun di hati sudah panas dengan tindakan Valerie yang berani menyentaknya di hadapan warga.

“Kami tidak akan pernah memaafkanmu!!” sentak Valerie menolak keras permintaan maaf darinya. Bagi Valerie ini sudah dianggap fatal, dia yang memulai dan mereka sudah sempat menuduhnya, namun masih tetap melawan mereka bahkan mempermalukan mereka beberapa hari yang lalu. Valerie tentu tidak akan memberikan maaf itu. Sungguh tidak sudi.

“Val, sabar! Tenangin emosinya!" kata Greisy membisik. Ia tidak mau Valerie semakin meluapkan kemarahannya.

“Aku tidak akan sabar melihat kelakuan yang telah diperbuat. Kita sudah sempat menuduh dan yakin bahwa dialah pelakunya. Tapi apa yang kita terima, dia seolah kita merendahkannya bahkan memfitnahnya. Dan satu lagi, dua tamparan yang dia berikan kepadamu. Cih, ingin rasanya kubalas sekarang!” kata Valerie mengebebu-gebu.

“Cukup Val!! Sentak Garvin tidak kalah sengitnya. Ia membaca pergerakan Valerie yang hendak memainkan tangannya. Ia tentu tidak mau Valerie mendapatkan kesalahan lagi, dan berujung fatal nantinya.

“Sudahlah, lagian ibu ini sudah minta maaf. Apa salahnya coba memaafkannya," kata Garvin dengan tenang dan memberikan kebijakan yang baik agar tidak ada lagi permasalahan.

“Ck, aku sebenarnya gak setuju. Tapi yah mau gimana lagi,” kata Jois menyelutuk. Ia sama sekali tidak setuju tapi balik lagi apa baiknya untuk masalah ini.

“Iya, Val. Sudah yah, malu tuh dilihatin warga!" kata Lily membujuk.

Valerie sontak saja menatap teman-temannya satu persatu dengan mata melotot. Begitu mudahnya mereka memaafkan setelah apa yang dilakukan oleh ibu rintenir.

Oh, tidak. Valerie tentu tidak mau meringankan setelah apa yang mereka terima. Valerei mencoba memikirkan sesuatu seraya teman-temannya masih berharap Valerie mau memaafkan.

Sejenak berpikir, dan satu ide terlintas pada pikirannya. Valerei dengan senyum yang sulit diartikan. Teman-temannya juga saling melirik apa maksud senyum itu. Tidak ada yang tahu, hanya Valerie yang tahu.

Valerie melangkahkan kakinya ke depan, menghdapa para warga yang berkerumun di depan kontrakan.

"Ok, setelah aku menimbang dan memutuskan secara terpaksa aku mau memaafkannya,” semuanya tersenyum berarti.

Valerie mau menuruti mereka.

"Akan tetapi,” kembali lagi tegang, warga juga berbisik-bisik apa yang akan dilakukan oleh Valerie. Warga seolah menebak, yang pasti akan merugikan si rintenir jahat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!