Saat melamun itu, dia merasakan kehadiran mendekat dari belakang. Instingnya muncul dan dia dengan tajam menghindari serangan itu. Namun, dia tidak sepenuhnya dapat menghindarinya. Pria tidak dikenal itu kembali menyerangnya, tetapi Arthur dengan mudah menghindarinya.
Arthur tidak cepat, hanya saja pengalaman dan pengetahuannya tentang pertarungan sudah pada tingkat yang sangat tinggi. Dengan cara memprediksi titik tumpu, membuat titik tumpu tubuh palsu, memperkirakan gerakan berdasarkan kaki dan gerak bahu, perkiraan panjang tubuh dan kecepatan lawan, Arthur terbiasa bergerak ke luar area serangan lawannya dengan gerakan seminimal mungkin.
Mengamankan tempat yang lebih menguntungkan dan mengatur jarak adalah hal dasar yang harus dikuasai oleh seorang penyihir petarung yang secara alami lemah dalam pertarungan jarak dekat.
Dalam momen yang singkat itu, keanehan dan ketidaknormalan yang dirasakan oleh Harish berubah menjadi sebuah celah bagi Arthur untuk memberi serangan balasan. Pergelangan tangan yang kurus dan lemah hanya akan terkilir saat memukul. Jadi, Arthur melapisi lengannya dengan benang sihir kemudian memberi pukulan telak pada dagu Harish.
"Uh…!" Tinju Arthur menghantam keras di wajah Harish, membuat pria itu tambah merasa kebingungan. Daripada rasa sakit, rasa malu lebih membuatnya menderita. Di sisi lain, Arthur tidak tahu siapa anak laki-laki ini dan Arthur tidak mau repot-repot mengingatnya. Dia hanya bersyukur memiliki seseorang untuk melampiaskan kekesalannya karena teringat dengan orang itu.
Arthur lalu menjegal belakang lutut Harish dengan mengerahkan kekuatan yang besar. Harish berusaha melawan, tetapi lekukan belakang lututnya sudah dikunci oleh Arthur, membuat energi yang ia kerahkan untuk memberontak justru membuat tubuhnya menjadi goyah, dan dengan sedikit dorongan dari Arthur, tubuh Harish melayang dan pandangannya berputar ke langit-langit. Lalu, wajahnya di tendang ke bawah oleh Arthur sehingga ia jatuh dengan keras ke lantai.
Semua pandangan lantas tertuju pada mereka. Segera, semua orang melihat sesuatu yang tidak masuk akal. Seorang anak yang hidupnya dihabiskan dengan hanya membaca buku mengalahkan Ksatria tiga bintang tahap akhir?
"Kau... brengsek, aku akan membunuhmu!" Harish kehilangan akalnya, dia tidak bisa menerimanya.
Harish mengatupkan giginya rapat-rapat dan meneguk rasa malunya tanpa keraguan. Nalurinya menyuruhnya untuk menarik Aura dari tubuhnya ke dalam tinjunya. Namun, "Berhenti!"
Dari dalam kastil sebuah teriakan bergema. "Huh? Ay-Ayah!?" Karena terkejut, Harish menoleh ke arah pembicara. Itu adalah ayahnya, wakil kepala keluarga Mahesa, Nahel Al Mahesa, dan di sisinya, orang yang ia kagumi dan idolakan selama ini, kakeknya, kepala keluarga Mahesa, Arnold Al Mahesa.
"Apa yang sedang kalian lakukan di sini?" Nahel bertanya, matanya dingin saat dia menatap putra pertamanya yang memalukan. Harish menyadari tatapan itu dan tahu bahwa dia berada dalam masalah yang merepotkan dan ayahnya tidak akan melepaskannya setelah ini.
"Aku bertanya apa yang sedang kamu lakukan." Wakil kepala keluarga kemudian melirik ke arah Arthur yang diam tidak bergerak, sebelum beralih kepada putranya lagi.
"Ti-tidak, ini... Kami hanya saling bertukar sapa," kata Harish. "Saling bertukar sapa?" Nahel mengerutkan kening. "Ya, sudah lama sekali Saya tidak melihatnya, jadi Saya pergi untuk menyambutnya." Harish beralasan. Dia sangat gugup, apalagi ayahnya menatapnya dengan wajah yang keras.
"Sambutan katamu!? Apa kamu sadar apa yang baru saja ingin kamu lakukan!? Hah!?" Kepala Nahel terasa sakit. Ketika semua orang akan mempertaruhkan segalanya demi melindungi Arthur, putranya justru hendak membunuhnya.
"Di luar sedang ada tamu berdatangan, tapi kalian malah membuat keributan seperti ini? Berhenti membuat keributan, dan kamu Harish, pergilah periksa lukamu." Arnold dengan wajah datar mengambil alih situasi.
Tidak ingin kakeknya tambah marah, Harish setelah memberi hormat langsung pergi dari sana. Sementara itu, Arnold menatap tajam ke arah Arthur yang sejak awal hanya diam seperti tidak peduli.
"Kalian semua juga pergilah, ganti pakaian kalian dan tunjukkan wajah kalian kepada para tamu, tapi... Arthur, kau tetap di sini." Semua orang menuruti ucapan Arnold dan pergi dari sana sehingga hanya ada Arnold dan Arthur yang ada di sana sekarang.
"Kau yang melakukannya?" Arnold bertanya pada Arthur. Tatapannya dingin dan alisnya keras. Tekanan yang diberikan Arnold pada Arthur dua kali lipat lebih kuat dari yang ia lakukan sebelumnya kepada Arthur. Namun, Arthur tetap bergeming, dia dengan santai menjawab, "Iya." Sembari menggerakkan jarinya untuk menyingkirkan layar hologram yang memberitahunya bahwa bakat Ketenangan Hati sedang digunakan saat ini.
"Kenapa kamu melakukan sesuatu seperti itu kepada saudaramu dan bagaimana? Meski dibandingkan dengan yang lain Harish bisa dikatakan yang bakatnya paling rendah, tapi dia tetaplah seorang Ksatria bintang tiga tahap akhir yang sudah menyempurnakan vitalitas fisiknya. Bagaimana bisa kau yang bahkan tidak pernah berkelahi, mengalahkannya dengan telak? Apa kau menggunakan Artefak?"
"Tidakkah Anda melihatnya? Tidak ada sesuatu seperti itu." Arthur menggelengkan kepalanya. Berkat Aura yang digunakan oleh Harish sebelumnya, jejak sihir yang ia gunakan jadi tercampur, apalagi karena sihir yang ia gunakan adalah sihir dasar yang fleksibel, jejaknya pasti sudah menyatu.
Arnold menganggukkan kepalanya. Seperti yang Arthur katakan, tidak ada sesuatu seperti itu di sini, tetapi dia tidak menyukai bagaimana Arthur menatapnya. "Matamu… penuh dengan racun," gumam Arnold dengan suara rendah.
Bagi Arnold, melihat wajah Arthur seperti melihat ke cermin, anak ini sangat mirip dengan dirinya sewaktu kecil. Satu-satunya yang membedakan mungkin wajah Arthur memiliki pengambaran yang kacau. Dibalik datarnya itu, anak ini diliputi oleh campuran kemarahan, kebencian, dan penderitaan yang menakutkan. Saat Arnold menatapnya, terkadang dia merasa bersalah. Bisa jadi dialah yang menciptakan wajah mati itu.
Arthur juga merasa bermasalah. Kakeknya pasti terbiasa melihat cucunya yang pemalu dan pasif. Jadi, saat Arthur tiba-tiba berubah, tidak mungkin dirinya tidak mempermasalahkannya. "Karena sudah begini, apa aku lakonkan saja sekalian?" Arthur berpikir, dan kemudian berkata, "Racun? Itu benar, tapi bukankah jauh lebih baik seperti ini?"
Arnold lagi-lagi tidak merasa senang mendengarnya. Arthur jelas lebih berani dan dewasa, tetapi pada tingkat ini dia sudah berlebihan. "Cih, kau benar-benar menyakiti kepalaku. Bagaimana bisa kamu berubah sejauh ini?" Arnold memijat dahinya yang sakit.
Karena semua petinggi keluarga berkumpul hari ini, rapat sudah dijadwalkan selama jamuan makan disediakan. Dan Harish sebagai cucu yang sudah melalui upacara kedewasaan dan lulus akademi, dia harusnya ikut dalam rapat pada kali ini. Namun, gara-gara Arthur, anak itu mungkin tidak akan datang karena sudah kehilangan wajahnya.
Satu kursi kosong, padahal keluarga Mahesa mereka sedang menerima beberapa tamu penting. Situasi bodoh ini benar-benar membuat kepala Arnold pusing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments