Tolong Jaga Perasaanku

Ranis benar-benar tidak sabar ingin bertemu dengan Ammar, yah walaupun dia tidak akan berani langsung bertemu. Setelah bel sekolah berbunyi saat waktu pulang tiba, dengan tergesah-gesah Ranis langsung keluar menuju parkiran motor.

" Kenapa teman loe?" Tanya Yoga pada Citra bingung melihat tingkah Ranis.

Citra menghembuskan nafas, melirik ke Yoga dan Dimas bergantian seakan mereka menunggu jawaban dari Citra.

" Dia mau ketemu sama idolanya." Jawab Citra apa adanya.

" Calon imamnya itu?" Kali ini.Dimas yang mengeluarkan suara. Dan hanya dibalas anggukan oleh Citra.

" Semoga berhasil." Ujar Dimas kembali.

" Kalo gue ya mending dia sama Kak Vian yang sudah di depan mata." Ucap Yoga

" Gue setuju, gue juga suka dukung Kak Vian, kalo.gue jadi Ranis, eggak pake mikir gue pasti terima kak Vian." Citra membenarkan ucapan Yoga

" Tapi yang mananya cinta kan enggak bisa di atur, hati tidak segampang itu memilih siapa yang kita cintai. Perasaan itu datang tanpa kita sadari." Ucap Dimas melankolis.

Citra dan Yoga saling pandang sebelum menertawakan apa yang baru saja diucapkan Dimas. " Iya,iya. Yang cintanya terhalang tembok besar cina langsung melow." Goda Citra.

Dimas langsung sewot, kembali merapikan bukunya.

" Gue doain Ivana mau mualaf deh." Celtuk Yoga.

" Aamiin" Dimas langsung mengamini dan memeluk Yoga.

" Semoga doa loe di ijabah oleh ALLAH yoga, dan semoga doa baik akan kembali ke yang mendoakan." Ucap Dimas sambil.melepas pelukannya.

" Apaan sih, lebay deh loe." Gerutu Citra.

***

Vian melihat Ranis yang terburu-buru mengelurkan motornya di parkiran. Mau kemana dia, begitu yang ada dipiran Vian melihat Ranis. Vian hendak menghampiri Ranis namun ternyata Ranis sudah melajukan motornya dengan kecepatan tidak seperti biasanya.

Karena khawatir akan terjadi apa-apa pada Ranis, Vian langsung menaiki motornya dan mengejar Ranis, dan benar saja baru keluar dari gerbang sekolah sudah banyak siswa yang bergerombol, merasa penasaran Vian ikut turun dari motornya dan melihat ada apa.

Ranis duduk disana dengan merintih sakit tangannya memgeluarkan darah akibat dia buru-buru pas belokan gerbang sekolah berpapasan denga  becak yang sedang melaju, dan akhirnya dia menabrak becak tersebut.

Vian panik bukan main, " Ranis, kok bisa sampai seperti ini?" Ucap Vian panik dia akan memggedong Ranjs namun sudah ditolak duluan oleh Ranis.

" Kak, jangan." Tolaknya.

Vian paham, langsung menatap sekeliling dan akhirnya memimta tolong pada siswi siapa saja untuk memapah Ranis kembali masuk ke UKS. Ranis tidak bisa menolak.

Sementara Vian mengurus si tukang becak yang baik-baik saja namun tidak dengan becaknya. Vian meminta maaf dan mengganti uang ganti ganti rugi yang cukup bahkan lebih untuk si tukan becak tadi.

Mendengar kabar temannya mengalami insiden Citra langsung lari ke UKS menyusul Ranis,dia sekarang sedang diobati oleh dokter jaga yang bertugas. Pihak sekolah memang khusus menyiapkan dokter untuk UKS namun, UKS ini lebih terlihat seperti klinik, kerena semu kelengkapannya.

" Sakit dok." Lirih Ranis mengadu, padahal hanya luka ringan di siku dan juga punggung tangan sebelah kiri.

"Loe gak papa?" Tanya Citra yang baru saja tiba di memasuki ruang UKS.

" Enggak papa gimana? Lihat dong." Ranis mengadu.

" Lagian loe sih, pasti menggebu-gebu mau ketemu _"

" Ketemu siapa?" Ucapan Citra terpotong Vian yang baru saja datang dengan raut wajah khawatir dan juga mengintimidasi.

"Jawab Citra." Vian kembali memojokkan Citra yang sudah terlihat gugup.

" Itu kak, anu. . ."

" Yakin tidak mau jawab?"

Citra menatap Ranis cemas, takut salah ngomong sementara Ranis hanya memberi kode dengan menggelengkan kepalanya agar Citra tidak bicara. Namun Ranis sudah kepalang takut melihat ekspresi Vian.

" Ammar kak." Lolos juga nama Ammar disebut oleh Citra, sementara Ranis menarik nafasnya pelan. Karena takut Citra langsung berpamitan pergi, merasa Ranis juga sudah aman ada Vian yang akan menjaganya.

Kini Berganti Ranis yang mendapat tatapan tajam dari Vian. " Demi dia?" Tanyanya sinis.

" Kak Vian sakit." Berharap dengan sedikit mengadu apa yang dia rasakan bisa mengurangi kemarahan Vian.

" Aku tidak pernah memintamu untuk membalas perasaanku Ranis walaupun sebenarnya aku berharap kamu akan menerimaku kelak. Tapi kamu jangan bertindak bodoh. Kamu membahayakan diri kamu sendiri. Bunda juga kalau tau kamu seperti ini dia pasti sedih." Vian meninggikan bicaranya geram melihat Ranis.

" Jangan hanya memikirkan dirimu sendiri, ada orang-orang yang harus kamu jaga perasaannya." Vian pergi meninggalkan Ranis sendiri di UKS.

Tanpa sadar air mata Ranis mengalir membasahi pipinya, " Kenapa pada pergi semua" Ucapnya.

***

Biar pun marah namun Vian tetap mengantarkan Ranis pulang, setelah menelpon rumah dia meminta salah satu pegawainya untuk mengantar mobil kesekolah sementara motor Vian mereka bawa pulang serta ditugaskan membenahi motor Ranis barang kali ada kerusakan.

Ranis berjalan dibantu oleh Citra mesti kakinya tidak ada yang luka namun rasanya sakit jika dibuat jalan sendiri.

Sementara Vian berjalan di belakang mereka dengan membawa tas Ranis. Seluruh mata melihat kearah mereka hingga membuat Ranis tidak enak jika dilihatin hampir sepanjang jalan. Bukannya kasihan dengan tragedi yang dialami Ranis, mereka malah iri, kalo seandainya yang diperhatikan Vian itu mereka pasti mereka rela menabrak tukang becak berkali-kali agar diperhatikan.

Setelah masuk kedalam mobil dimana Citra juga ikut didalamnya, Rasa canggung meliputi sepanjang perjalanan. Vian masih dengan rasa kesalnya sementra Citra bingung menempatkan diri. Ranis hanya memandang kedepan tanpa kata.

Mengantar Citra terlebih dahulu kemudian mobil Vian kembali berjalan menuju Rumah Ranis. Ranis melihat keluar jendela saat mobil Vian akan melewati rumah Ammar.

Ranis berharap bisa melihat Ammar meski hanya sekilas dan gelagat Ranis tertangkap oleh Vian. " Bisa tidak kamu sedikit menghargai perasaanku.?" Ucap Vian lirih namun tegas. Ranis meloleh kearah Vian bingung.

" Walaupun kamu tidak mencintaiku paling  tidak hargai aku Ranis, bisa tidak jangan lihat kemanapun saat bersamaku. Aku juga manusia biasa yang punya rasa sakit."

Ranis diam seolah merasa bersalah. Memberhentikan mobilnya di halaman rumah Ranis yang langsung disambut oleh bunda. Bunda tadi sudah diberi kabar oleh Vian jika Ranis sedikit terluka.

" Vian pulang bunda." Pamit Vian.

" tidak masuk dulu, bunda sudah masakin lho." Bunda merasa ada yang aneh dengan Vian, tidak biasanya Vian langsung pulang.

" Lain kali aja bunda." Vian memaksakan senyummya pada bunda padahal hatinya masih sangat kacau melihat Ranis.

" Bunda tidak memaksa, hati-hati ya dan terima kasih sudah mengantar Ranis."

Seperti biasa Vian menyalami punggung tangan bunda dan berpamitan, " Assallammualaikum"

" Wa'alikumsallam."

Ranis melihat kepergian Vian dengan mata yang berkaca-kaca, benarkah dia sudah menyakiti Vian. Apakan Ranis keterlaluan. Bagaimana dengan Ammar

*TBC*

Terpopuler

Comments

eka aLendRa

eka aLendRa

selamat Pagii. . .

menurut kalian gimana dengan Ranis? apakah dia berlebihan ? atau malah Vian yang berlebihan kepada Ranis?

2024-03-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!