Bertemu Camer Versi Ranis

Ranis tidak mau berlarut memikirkan kenapa tiba-tiba Vian marah saat dikantin tadi, setelah Citra berubah pikiran dan tidak jadi nebeng dirinya, tanpa beban Ranis melajukan motor maticnya untuk pulang, namun jangan lupakan tujuan utamanya sebelum dia pulang kerumah. Benar, Ranis kembali berkeliling sekitar rumah Ammar.

Rasanya Ranis ini sudah melebihi batas dalam mengagumi seseorang, bagaimana mungkin dia menyimpan perasaan ini selama tiga tahun terakhir dan tidak ada pengungkapan, malah Ranis terkesan menunggu penantian akan terbalaskan perasaannya.

Tidak ada yang salah dalam mencintai bukan, dan kita tidak bisa mengendalikan diri kecuali kita bisa logika dengan sempurna. Karena Cinta bisa membutakan segalanya.

Saat Ranis sudah puas berkeliling dia sudah melajukan kendaraannya untuk pulang, hingga dia bertemu dengan sosok yang ia kenal. Jantungnya berdebar tidak karuan, tidak mungkin dia menyapa orang tersebut.

" Assallammualaikum, Bu Nyai." Sapanya sangat sopan, turun kendaraannya menyalamu ibu-ibu yang dipanggilnya Bu Nyai tersebut.

Bu Nyai Halimah, adalah ibu dari Ammar sang pujaan hatinya. Sesuai kehaluannya tadi, Ranis benar-benar bertemu dengan wanita yang dianggapnya calon mertuanya.

"Wa'alaikumsallam." Senyum Ramah terbit dari bibir Bu Nyai Halimah. Ranis langsung menyalami punggung tangan Wanita itu.

" Mau Ranis bantu Bu Nyai?" Tawarnya tulus.

" Terimakasih Ranis. " Tanpa menolak Bu Nyai Halimah menerima tawaran Ranis, beliau juga tau siapa Ranis lantaran saat dia masih duduk sekolah Dasar sampai SMP kelas dua dia mengaji dirumah Bu Nyai Halimah.

Namun sekarang tempat ngaji dirumah beliau sudah ditutup lantaran kondisi Abah sang suami sering sakit-sakitan.

Setelah merasa sudah siap, Ranis melajukan motornya pelan-pelan dia takut dija nanti Bu Nyai Halimah merasa tidak nyaman atau apalah, yang jelas Ranis merasa harus terlihat sempurna.

" Kamu sudah pulang sekolah jam segini Nis." Tanya u Nyai Halimah.

" Iya,Bu Nyai. Kebetulan hari ini jam kosong."

" Kamu kan masih seangkatan dengan Ammar kan?"

Dag. . .Dig. . . Dug. . .mendengar namanya saja Ranis sudah tidak bisa mengkontrol hatinya. " Ya allah tegarkan hatiku tolooong" Ranis memohon dalam hati.

"I. .iya Bu Nyai." Gugup nya

" Dia sekarang melanjutkan SMA nya dipondok pesantren Ranis,kamu tau kan?"

" I...iya."

" Wah. . . Ammar cerita sama kamu." Bu Nyai jadi penasaran sedekat apa mereka hingga Ammar cerita kepada Ranis.

" Ah. . . Tidak Bu Nyai, saya mendengar cerita dari teman-teman." Ranis buru-buru meralat ucapannya,jantungnya semakin tidak aman. Beruntung dia sudah didepan rumah Bu Nyai Halimah, sehingga dia tidak perlu membahas ini lebih lanjut. " Saya pulang Bu Nyai." Kembali Ranis mencium punggung tangan bu Nyai setelahnya dia langsung ngibrit setelah berucap salam.

" Ya allah, ya allah. . . Tolong hamba, hampir saja keceplosan " Ranis meruntuk dalam hati.

***

"Asaallammualaikum" Ranis berujar saat memasuki rumahnya. Meletakkan tasnya di meja makan langsung menuju dapur karena bundanya ada disana.

" Wa'alaikumsallam." Jawab bunda yang masih sibuk membuat adonan.

" Ada pesenan bun?" Tanyanya

" Iya, ini bikin pastel sama kue lumpur, 100 biji" Jawab Bunda Desi masih sambil mengisi isian pastel.

" Siap, Ranis ganti baju langsung bantuin Bunda." Begitulah Ranis yang selalu pengertian tanpa diminta tolong pun Ranis akan membantu Bunda jika dia bisa.

"Kamu tumben sudah pulang?" Tanya Bunda Desi saat Ranis sudah kembali ke dapur. " Dan kenapa wajahnya senyum-senyum gitu?" Kembali pertanyaan itu dilontarkan setelah mengamati wajah Ranis yang terlihat bahagia.

" Tadi, Ranis ketemu sama Camer, Bunda." Bunda Desi menyerngitkan dahinya setelah mendengar jawaban Ranis.

" Camer." Gumam Bunda, sebenarnya bunda Desi sangat penasaran siapa sosok laki-laki yang selalu dibicarakan Ranis.

" Siapa?" Sungguh Bunda Desi ingin tau.

" Rahasia,Bunda." Dengan tanpa keraguan Ranis kembali tidak mau menjawab. Membuat bunda mendengus sebal.

" Jangan main rahasia rahasia terus, Ranis. Ingat kamu jangan sampek terbawa pergaulan yang tidak benar." Bunda Desi jadi Khawatir.

" Kalau Bunda tau aku pasti malu, kan aku yang mencintai, doi belum. Nanti kalau doi juga mencintai Ranis, barulah Ranis jujur sama bunda."

" Ngapain juga malu sama bunda." Cibir bunda." Sejak bayi kamu itu sudah sama bunda, kenapa bisa hanya hal seperti itu saja membuatmu malu." Protes bunda.

" Kan malu kalau cinta bertepuk sebelah tangan." Bela Ranis pada dirinya sendiri.

" Pesan Bunda cuman satu, jangan terlalu mencintai apalagi berharap kepada sesuatu hal belum bisa kita pastikan. Kalau tidak sesuai dengan keinginan biar kita tidak terlalu terpuruk. Paham"  Bunda Desi sebenarnya takut jika anaknya kecewa. Sangat jelas terlihat bahwa Ranis sangat mencintai sosok laki-laki yang Bunda tidak tau siapa dia.

Satu jam telah berlalu proses pengisian pastel telah selesai, kini tinggal menggoreng dan akan segera dikirim. Ranis sudah pergi dari kekamar, setelah sholat ashar yang dia lakukan, Ranis langsung menyiapkan buku untuk mata pelajaran pertamanya besok.

***

Mendengar ada pesan masuk di HP nya, Ranis langsung meraih benda pipih yang ada dimeja belajarnya. Sebuah pesan masuk dan sontak membuatnya mengerutkan alisnya ' My Vian' begitu nama yang tertera di aplikasi chatnya.

' Bisa besok kita bicara?' 

Membaca pesan Vian, membuat Ranis menarik nafas, Ranis sendiri bingung dengan sikap kakak kelasnya ini, apa benar apa yang dibilang Citra itu, jika Vian jatuh hati padanya.

Jelas itu tidak mungkin batinnya, lantaran Vian yang latar belakangnya sudah diketahui oleh Ranis, membuatnya sanksi dengan apa yang di sampaikan Citra.

'P'

'P'

'P'

Membuka kembali pesan Vian yang hanya berisi 'P' seolah menuntut Ranis untuk segera membalasnya.

' Lagi mikir apa? Aku ngajak kamu bicara bukan menikah kenapa pesan ku hanya kamu baca.'

Ranis terkekeh dengan pesan Vian yang terakhir, tangan Ranis sudah mengetik balasan untuk Vian, namun Hp Ranis malah berdering, menampilkan nama Vian yang sebagai si penelpon.

Butuh sekian detik untuk Ranis berani menggeser tombol hijau dilayar ponselnya kemudian meletakkannya di telinganya " Hallo, Assalammualaikum." Sapa Ranis pelan.

' Wa'alaikum sallam. Kenapa tidak dibalas.'

' ini tadi aku mau ngetik kak,'

'Bagaimana? Bisa kita bicara?'  Vian menanyakan pertanyaan yang sebelumnya belum dijawab okeh Ranis.

" Mau bicara apa kak?"

' Ada hal yang ingin aku sampaikan ke kamu Ranis.'

" Tapi aku jangan dimarahi lho kak." Ranis mencoba bernegosiasi dengan Vian yang membuat Vian tersenyum mendengar ucapan Ranis, pasti lucu kalau melihat Ranis langsung.

' Siapa juga yang mau marah. Pokoknya besok aku tunggu diparkiran sepulang sekolah'

" Aku. . ."

Belum sempat menjawab telepon sudah terputus secara sepihak. Sebenarnya Vian tidak mau mendengar penolakan dari Ranis sehingga membuatnya buru buru memutus sambungan telepon tersebut.

Vian, tersenyum dan kemudian mengusap gelang yang dia pake, mengingatkan dia kepada Ranis. Sementara Ranis, menarik nafasnya dalam dalam melihat kelakuan kakak kelasnya itu.

*TBC*

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!