Marah

Pagi yang cerah membawa semangat baru untuk setiap jiwa dalam menjalani hari-hari yang penuh tantangan,  sama halnya Ranis dan Citra begitu juga seluruh siswa baru yang kini sudah berbaris dilapangan. Suasana memang sedikit terik mebuat keringat mulai menetes melewati pipi hampir seluruh peserta.

Ranis menangkap sosok kakak kelasnya kemaren yang sampai saat ini belum diketahui namanya olehnya, berdiri didepan,namun di ujung sebelah Kiri. Raut wajah yang sangat berbeda dari kemarin. Mata elang itu terlihat penuh emosi, pandangannya sangat menunjukkan ekspresi serius. Hingga rekan-rekannya yang disampingnya sedikit banyak mundur lebih jauh darinya.

Citra yang berbaris disamping Ranis pun dapat melihat cowok itu, dan Citra merasa takut sekarang. " Gue bilang juga apa? Mungkin dia marah sama loe." Bisik Citra.

"Kenapa harus marah? Kalo dia marah bearti dia nggak jelas." Jawab Ranis, sebenarnya dia juga takut namun dia tak mau menunjukkan dihadapan Citra.

"OK SEMUA, SIAPA YANG SUDAH MENDAPATKAN UANG KERTAS YANG GUE MINTA." seru Diah kembali menjadi komando hari ini.

Beberapa siswa langsung mengangkat uang kertas mereka keatas dan ya, bisa dilihat jika hampir semua siswa dapat membawa uang kertas tersebut. Walaupun sudah dipastikan jika mereka melakukan perjuangan panjang seperti Ranis dan Citra dalam versi mereka.

"Kumpulin, baris yang tertip sesuai barisan. Sudah ada pengurus OSIS disetiap barisan, setelah itu kalian langsung lanjutin tugas kalian kemaren." Kembali Diah memberi instruksi.

Dengan tertib semua melakukannya, pengurus OSIS pun sudah siap dengan barisan mereka masing-masing, mereka mencatat berapa nominal dan nomor seri setiap peserta namun saat tiba giliran Ranis, pengurus OSIS yang mengurusi barisannya disuruh minggir oleh Vian, tanpa banyak tanya pengurus OSIS itu langsung minggir. Ranis sudah ketir-ketir dibuatnya.

" I..ini kak punya Ranis." Ucapnya terbata sambil menyodorkan uang kertas itu kepada Vian. Uang itu sudah berpindah tangan ketangan Vian memang namun sayang tiba-tiba uang kertas tersebut di robek oleh Vian.

Sontak semua mata tertuju kepada mereka, para pengurus OSIS juga dibuat kaget dengan tindakan Vian. Setelah itu Vian langsung pergi tanpa sepatah katapun. Jangan tanyakan Ranis bagaiman kondisinya sekarang, dia sudah syok melihat apa yang terjadi barusan, usahanya semalaman mencari uang itu susah payah.

" Sepertinya OSPEK loe bakal sulit." Celoteh pengurus OSIS yang bertugas dibarisannya tadi.

ALVIAN MARIS GRAHTAMA, dia adalah putra kedua dari SAGA MARIS GRAHTAMA, sang pendiri GRAHTAMA GROUP yang bearti dia adalah putra pemilik sekolah elite tersebut.

Ranis kini sudah menghadap lagi kepada Diah, dengan kejadian tadi sudah dipastikan Ranis gagal dalam tugas yang Diah kasih.

" Tapi kak, kakak tau sendiri kan tadi itu bukan salahku. Aku sudah bawa uangnya namun apa? Kakak tadi merobeknya." Jels Ranis kepada Diah.

" Loe punya masalah apa sama Vian?"

" Gak ada kak, aku gak pernah cari masalah. Cumaaaaaan"

"Cuman apa?"

" Kemaren dia minta nomerku, tapi aku kasih nomor orang lain." Jawab Ranis memelas.

"APA?" Diah langsung kenget mendengarnya. " Kok bisa loe kayak gitu? Asal loe tau, disekolah ini yang ngantri dapat nomor telepon nya banyak, namun tidak ada yang yang dapet, kita sebagai OSIS aja dilarang keras nyebarin nomor dia." Jelas Diah." Dan loe dengan sombongnya menolak." Diah menggelengkan kepala tidak percaya.

" Vian kalau sudah marah itu susah, bakal repot semuanya, gara-gara loe ini"

" Aku kan ndak tau kak."

" Makanya jangan songong, Lagian Vian, kenapa bisa tertarik sama loe sih, heran gue."

" Tertarik??"

" Apa namanya kalo nggak tertarik, selama ini gak ada yang bisa luluhin dia, nah loe malah dimintai no HP tapi belagu."

Ranis mulai melemaskan kedua bahunya. Dia berjalan menyusuri lorong sekokahnya mengingat apa yang ditugaskan Diah kepadanya.

' maaf gue gak bisa bantu loe, kalo sudah kayak gini tugas loe cuman satu minta tanda tangan dan biodata dia aja, ndak usah semua OSIS hanya dia, itupun kalo loe bisa'

Begitulah tugas yang disampaikan diah tadi. Ranis berusaha untuk tetap tersenyum agar tidak diolok olok oleh yang lain. Namun sepanjang perjalanan mencari Vian,kasak kusuk obrolan masuk ketelingah nya.

***

Memasuki area kantin akhirnya netra Ranis menemukan sosok Vian yang sedang makan sendiri, tanpa ada kawan atau siapapun duduk disana. Ranis memberanikan diri untuk menghampiri Vian. Dan disinilah Ranis sekarang berdiri dihadapan Vian. Jangan bilang kalo Ranis baik-baik saja. Nyatanya Ranis sendiri juga merasa was was sekarang sejak mendengar apa yang dikatakan oleh Diah tadi.

" Kak" Panggilnya dengan pelan. Namun Vian hanya menghentikan aktifitas makannya dan kemudian berdiri pergi meninggalkan Ranis.

Menyerah? Tentu tidak, Ranis mencoba mengekor Vian, hampir semua mata yang ada disana melihat Ranis yang berjalan setengah berlari mengejar langkah Vian. " Kak maaf kalo aku ada salah, aku masih anak baru yang. . ."

'BUG'

"Astagfirullah" Ranis menubruk punggung Vian yang tiba-tiba berhenti. Ranis oleng sesaat namun akhirnya bisa kembali berdiri dengan stabil.

" Jangan ikutin gue." Perintahnya Sinis.

" Ok kak, tapi Ranis minta tanda tangan dulu ya, boleh ya" Ranis menangkupkan tangannya serasa memohon. Namun Vian tidak peduli dia kembali melenggang pergi.

Sekarang Ranis masih terpaku ditempat, malu? Iya pasti. Ranis merasa malu jadi pusat perhatian kayak gini.

"Woi, bengong mulu" Citra datang mengagetkan Ranis yang lagi meratapi nasibnya.

" Sialan loe." Kesal Ranis

" Ini kenalin temen-temen baru gue,ini Ivana." Ranis menyalami cewek seangkatan yang dikenalkan oleh Citra. " Dan ini Dimas,dan satunya lagi Yoga." Kini beralih kepada dua sosok laki-laki disisi lainnya. Ranis hanya menyatukan kedua tanganya didepan dada sebagai salam kenal.

" Maaf ya, Ranis ini memang kalo sama cowok kek gitu, soalnya dia selalu menjaga wudhunya, atau lebih tepatnya menjaga jarak dengan yang bukan muhrim." Jelas Citra.

" Ha? Orang Ranis nggak berhijab kok." Protes Ivana.

" Belum, dia masih tahap belajar, soalnya ngarep jadi isrti Ustad."

Yang lain pada tertawa mendengar celoteh dari Citra, namun mereka tetap menghargai Ranis. " Kantin yuk" Ajak Dimas.

"Kalian duluan ya, gue masih mau ngelanjutin minta tanda tangan ke kak Vian." Terang Ranis.

" Gue gak mau ikut campur dah, temen sih temen tapi kalo ngancem jiwa kayak gini gue anggep gak kenal sama loe dah." Citra kembali bercuap-cuap.

" Iya udah, iya gak bakal gue ngebahayain nyawa loe, dasar gak setia kawan "

" Eh Nis, loe tau ternyata kak Vian itu anak pemilik sekolah ini." Papar Citra yang langsung membuat Ranis melongo kaget tidak percaya.

"Serius loe?"

" Emang sih Nis, itu benar." Ivana membenarkan ucapan Citra.

" Bakal susah gue kalo kayak gini." Ranis menghela nafas pasrah. " Yaudah yok, gue ikut kekantin, gue harus ngumpulin tenaga buat nanti ngejar kak Vian lagi." Semua menahan tawa melihat ekspresi Ranis.

Sudah di meja yang cukup panjang hingga bisa menampung enam orang yang kini sedang menanti pesanan mereka.

" Kalian udah dapat berapa? " Tanya Ranis kepada tim kelompok Citra.

" Alhamdulillah gue setelah dapet tanda tangan wakil ketua OSIS jadi gampang dapet yang lain." Jawab Yoga

" Iya gue juga sama, tinggal minta tanda tangan dua pengurus lagi." Kini Dimas diseblah Yoga ganti berbicara.

" Kalo kita udah kelar semua." Jawab Citra dengan menunjuk diri sendiri dan juga Ivana.

" Emang siapa wakil ketuanya" Tanya Ranis

" Kak Diah, dia wakilnya." Jelas Yoga.

" Ketuanya?"

"Kayaknya loe harus sabar, " Tutur Citra.

" Ha? Maksud loe?"

" ketuanya Kak Vian." Citra memperjelas ucapannya.

" Astafirullah."

TBC

Terpopuler

Comments

AraaAjaa

AraaAjaa

semangat Ranis

2024-03-21

1

AraaAjaa

AraaAjaa

tega banget Vian

2024-03-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!