Berbagi Kisah

Ammar,Ammar. . .

Vian terus menggerutu sepanjang perjalanan dari sekolah sampai kerumahnya, dia hanya bisa menebak-nebak saja siapakah Ammar yang baru saja namanya terucap dari gadis yang baru saja dia kenal, namun Vian sangant menyukainya.

Sampai dihalaman rumah Vian langsung memarkirkan motor sportnya dan masuk kedalam langsung mendudukkan tubuhnya di ruang tamu,membanting tasnya kesamping dan dan menyunggar rambutnya dengan tangan meremasnya dengan helaan nafas yang dalam.

" Kenapa boy?" Suara itu berasal dari papanya yang ternyata sedang ada dirumah dijam sibuk, seharusnya papa Vian sedang berada dikantor jam segini.

" Papa" Vian menoleh dan membenarkan duduknya, hibgga sang papa berada disampingnya.

" Kenapa? Ada masalah?" Pertanyaan itu muncul setelah melihat raut wajah anak semata wayangnya ini, kelihatan begitu lesu.

" Enggak pa." Vian mencoba memungkiri, tidak mungkin kan dia bilang kalau sekarang dia lagi galau, bisa-bisa Vian malu didepan papanya.

Saga Maris Grahtama, pria yang notabennya adalah papa Vian ini adalah orang tegas dalam hal apapun terlebih kemampuan bisnis yang dia miliki mampu meneruskan perusahan dari ayahnya yang tidak lain kakek Vian.

Saga mendidik membesarkan Vian seorang diri, sejak Vian berusia lima tahun istrinya meninggal saat melahirkan adik Vian, dan tak selang beberapa waktu adik Vian juga ikut meninggal. Kesedihan papa Vian saat itu sangatlah mendalam hingga untuk sementara Vian sempat dititipkan dirumah kakeknya.

Setelah papa Vian bangkit dari keterpurukannya barulah dia membawa Vian bersamanya dan merawatnya hingga kini, sebaik-baiknya Papa Saga membersarkan Vian, namun tetap Vian selalu merindukan sosok ibu yang bisa menenagkan hatinya seperti teman temannya yang lain.

Papa Saga selalu mendidik Vian dengan keras, hingga Vian bisa lebih dewasa dalam segala hal, bahkan Vian sudah bisa diajak bicara masalah perusahaan oleh sang papa. Namun sayang kenapa Vian malah seperti tidak bisa menyikapi perasaannya dengan baik saat berhadapan dengan Ranis.

" Jangan bohong Vian, aku adalah papamu jadi aku pasti tau dengan raut wajahmu yang seperti ini menunjukkan jika kamu ada masalah." Kembali Papa Saga mencoba memancing Vian.

Vian menghembuskan nafas kasar dan memejamkan mata sejenak sebelum menjawab. " Vian ditolak pa." Kalimat itu lolos dari bibirnya dengan tak berdaya.

Sejenak hening tidak ada tanggapan dari sang papa, namun kemudian papa Saga tertawa hingga menggema ditelinga Vian. " Kenapa malah terlihat bahagia." Protes Vian. Ekspresi yang diperlihatkan papa Saga memang membuat Vian malah kesal.

" Siapa yang berani nolak anak papa?" Ujarnya masih setengah tertawa yang tertahan. " Bilang sama papa, biar papa beri perhitungan perempuan itu." Ucapnya sambil mengejek. Saga sendiri juga tidak menyangka jika anaknya yabg dinilainya sudah dewasa ini bisa rapuh karena perempuan.

Tawa Saga masih belum bisa berhenti meski sudah tak selantang tadi, namun Vian terus melirik ayanya dengan tajam. " Sudah pa." Vian berucap agar papanya berhenti tertawa dan mengejeknya.

" Siapa dia?" Pertanyaan itu terlihat serius sekarang, Sekarang papa Saga sudah mulai menormalkan ekspresi wajahnya.

" Namanya Quranisya Zahra Meka" Vian menjeda sejenan sebelum melanjutkan. " Pertama aku bertemu dia, saat dia mengumpulkan berkas kesekolah, dia salah satu penerima beasiswa. Entah bagaimana hatiku merasa tertarik dengannya, ada perasaan berbeda."

" Hingga aku bertemu dengannya lagi saat MOS kemaren, aku ada kesempatan untuk meminta nomor teleponnya, namun dia malah sengaja memberi no telepon orang lain. Aku sangat marah saat itu."

Papa Saga sangat serius mendengar cerita Vian, ini baru pertama kali Vian bercerita tentang perempuan kepadanya. " Dari awal sudah ditolak, jangan agresif kamu." Saga mencoba memberi komentar.

" Saat dia meminta maaf aku sangat senang, paling tidak dia ada usaha untuk memperbaiki, namun saat tadi aku mendengar dia menyebut nama pria lain, aku merasa kecewa. Kenapa saat petama aku merasa seperti tidak bisa langsung berakhir dengan baik." Keluhnya.

Saga menepuk pundak anaknya dan menghela nafas sebentar  " Kamu itu, orang baru saja bertemu sudah posesif." Saga membenarkan dudunya agar lebih santai. " Dia punya hak untuk jatuh cinta kepada siapa saja,toh kalian awalnya adalah orang asing yang baru saja bertemu. Seperti kamu yang punya hak menyukainya tanpa alasan." Saga mengambil nafas sebelum melanjutkan.

" Kamu bisa mencintainya,tidak akan ada yang melarang, seandainya kamu berjuang pun akan papa Dukung, tapi ingat jangan paksa dia. Cinta yang dipaksa tidak akan baik."

" Seandainya gadis itu sudah mempunyai pacar, terus berjuang atau mundur itu pilihan kamu Vian. Tapi ingat jika sejak awal dia tidak ada hati untukmu maka jangan kecewa jika dia tidak memilihmu."

Vian kembali melemaskan bahunya dan kembali bersandar " Aku tidak iklas, dia harus bahagia sama aku." Ke egoisan seseorang bisa muncul kapan saja, padahal selama ini Vian tidak pernah seperti itu.

" Jatuh cinta itu memang tidak bisa kita prediksi Vian, pap tidak menyalahkanmu. Papa juga seperti itu dulu."

" Benarkah?" Vian langsung semangat.

" Papa dan mamamu malah konyol saat pertama bertemu." Ada rasa penasaran di mata Vian ingin mendengar kisah papanya. " Saat itu sedang papa kebingungan mencari alamat rumah sahabat papa, Karena sahabat papa itu rumahnya masuk gang dan perlu berjalan panjang hingga membuat papa kehausan."

" Saat papa memutuskan untuk kembali ke mobil, papa malah tersesat didalam gang kelinci itu." Saga tersenyum sebelum melanjutkan kisahnya. " Hingga ayah memberanikan diri untuk mengetuk salah satu pintu rumah hanya untuk sekedar meminta air minum, disitulah papa betemu mamamu." Saga menjeda sejenak ceritanya. " Mamamu keluar dengan wajah yang penuh cahaya, mungkin dia habis sholat karena saat dia membuka pintu, mukenah masih menempel dibadannya. "

" Mamamu mengambilkan papa air minum setelah memintanya, dengan senyum cantiknya hati papa berdebar."

Vian menyimak dengan baik-baik kisah papa Saga. Senyum itu terbit membayangkan papa dan mamanya saat muda dulu.

" Papa tidak menyalahkanmu dengan perasaanmu, tapi jangan egois. Jangan suka marah-marah yang ada malah gadis itu kabur." Papa Saga tertawa pelan.

" Akan aku coba mengalahkan si Ammar sialan itu." Semangatnya.

" Hush! Nggak boleh kayak gitu."

" Akan aku perjuangkan, " Vian mengangkat bokongnya dengan semangat meraih tas yang dia lempar tadi dan berjalan menaiki anak tanggah menuju kamarnya.

" Habis manis sepah dibuang ini ceritanya." Triak papa Saga yabg merasa ditinggal begitu saja setelah obrolan mereka.

Melihat punggung anaknya yang dulu masih kecil sekarang sudah sebesar ini membuat dia tersenyum tanpa sadar meneteskan buliran air mata. " Anakmu sudah besar ma." Ucapnya kepada almarhum istrinya.

" Semoga kebahagiaan menyertaimu Vian, dan apa yang kamu harapkan bisa terkabul. " Papa Saga melambungkan doanya untuk Vian.

Papa Saga, tidak pernah bisa membagi cintanya pada wanita lain, terbukti sampai saat ini dia enggan menikah kembali meski banyak wanita diluar sana merayunya. Tujuannya hanya membesarkan Vian dan membahagiakannya.

*TBC*

Jangan lupa tinggalkan jejak ya, like - komen - sama lope-lope nya, biar semangat authornya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!