Se- Upil

Sudah tiga hari Ranis tidak masuk sekolah, beberapa siswi perempuan senang  mendengar Ranis sedikit cidera. Bahkan tidak sedikit mendoakan Ranis agar sekalian pindah sekolah. Biasa namanya juga nitizen.

Sepulang sekolah Citra sengaja main kerumah Ranis, sekedar ingin tau kondisi Ranis dan juga bergosip ala perempuan.

" Enggak seru nggak ada loe, gue enggak punya teman." Ucap Citra saat dia sudah berada dikamar Ranis.

" Mau gimana lagi, loe liat sendiri kaki gue." Citra mengikuti arah tunjuk Ranis kearah betisnya. Citra mangut-mangut " Loe nggak pernah ngerasain kayak gini kan? Sakit nya Cit, masya Allah." Keluh Ranis

" Ih, amit-amit nanti kakiku tidak mulus lagi kayak kaki loe." Ucap Citra sedikit meledek. " Pasti loe ngelamunin Ammar ya." Tanya Citra kemudian.

"Ssttt" Sela Ranis. " Jangan keras-keras nyebut nama dia, nanti Bunda denger." Bisik Ranis sambil menoleh ke arah pintu kamarnya. Dan untungnya pintu kamar itu sudah tertutup ternyata.

" Sorry." Citra nyengir menampilkan gigi gisul nya disalah satu sisi. " Lagian gimana ceritanya sih kok loe bisa jatuh?"

Ranis menarik nafasnya dalam sebelum memulai cerita, ceritanya memang singkat namun kejadian setelah dia jatuh yang membuat pikirannya kacau. Perlahan Ranis menceritakan bagaimana Vian menolong dia, membawanya kerumah sakit bahkan saat dia memeluk Vian.

" Oh my Good" Citra menutup mulutnya sendiri. " Jadi loe main peluk kak Vian gitu aja?" Mata Citra melebar dibuatnya. Ranis mengangguk sebagai jawaban.

" Kalo gue jadi loe, pertahanan gue runtuh Ran, gue sudah berpaling ke kak Vian,timbang gue harus mikirin Ammar yang belum tentu juga dia naksir loe." Papar Citra.

"Kalo kata orang jawa 'Jalaran tresno soko kulino' yang artinya datangnya cinta itu karena terbiasa atau bisa dibilang nyaman." Citra menambahi.

" Apaan sih! Tapi ya gue sekarang kalo ketemu kak Vian suka salah tingkah sendiri. Bingung gue bawaannya jadi canggung." Jujur Ranis.

" Mungkin loe mulai bisa merasakan tulusnya kak Vian ke elo, sejak kejadian itu. Lagian kalo gue jadi loe, gak bakal gue nolak kak Vian. Ibarat kata loe buang emas tapi langsung daper berlian."

" Sayangnya loe bukan gue, gue tu nggak mau menghianati Ammar."

" Eh dodol, yang namanya berhianat itu kalo loe udah ada ikatan atau hubungan yang pasti." Citra merasa geram kepada Ranis yang dinilai kurang dalam menilai soal asmara.

' tok. . .tok. . .tok . . .'

Tanpa komando Ranis dan Citra menoleh kearah suara pintu kamar Ranis

'Klek'

Bunda menampakan diri setelah pintu terbuka, dengan senyum ramahnya bunda menghampiri kedua gadis itu. Citra pun membalas senyum bunda.

" Ada Vian di luar." Tutur Bunda Desi

" Kak Vian kesini bunda?" Citra malah yang heboh sedangkan Ranis hanya diam. Sementara bunda Desi hanya mengangguk sebagai jawaban.

" Kak Vian emang hampir tiap hari kesini kali." Ceplos Ranis. " Riap hari minta makan sama bunda." Lanjutnya sewot, mengingat betapa tidak tahu malunya Vian jika merampok makanan dirumahnya.

" Hush, ndak boleh gitu. Bunda tidak keberatan kok malah bunda senang." Jawab bunda.

" Wah lampu hijau ni Ran buat kak Vian." Canda Citra.

" Apaan sih?"

" Mau nemuin Vian tidak? Masak dari kemaren dia kesini tidak kamu temui."

" Kan Aku masih sakit kakinya bunda" Bela Ranis pada dirinya sendiri.

" Yaudah, bunda bilang Vian dulu. Bunda jadi tidak enak hati. Kalo bunda punya anak cewek lagi. Vian sudah bunda bujuk buat jadi ipar kamu." Canda bunda.

Citra yang mendengar perkataan bunda jadi tertawa ringan.

" Kan tidak boleh pacaran bunda." Goda Citra.

" Kalo Ranis juga suka sama Vian, ya langsung bunda nikahkan sekarang. Beres."

Ranis langsung syok tidak menyangka jika bunda bisa berfikiran seperti itu.

***

Bunda kembali dari kamar Ranis bersama Citra, citra tertegun melihat betapa santainya Vian duduk disofa melihat Televisi.

" Nak Vian." Panggil Bunda.

Vian langsung menoleh melihat bunda yang disampingnya ada Citra.

" Ranis belum mau turun, sakit katanya." Jelas bunda

" Tidak apa-apa bun, biar dia istirahat saja." Jawab Vian dengan senyum. Kemudian Vian melirik Citra sekilas.

" Loe mau pulang Cit?" Citra syok diajak bicara oleh Vian, dia langsung menunjuk dirnya sendiri. " Saya kak?"

" Iya, loe mau pulang kan? Sekalian gue anter." Mimpi apa Citra semalam ini, bisa-bisanya dia dapat tumpangan dari Vian.

" Sa. . .saya, takut diomeli Ranis." Ucap Citra terbata. Bukan takut cuman Citra tidak mau dianggap Ranis mengambil kesempatan.

" Sudah mending diantar Vian aja, sudah malam. Lumayan kan ndak jalan kaki." Saran Bunda.

Akhirnya Citra setuju ikut Vian. Citra diam mengikuti Vian dan masuk ke dalam mobil Vian. Sunyi, Citra oun heran kenapa Vian tidak segera melajukan mobilnya.

" Gue mau tanya sama loe." Suara bazz Vian menggema di kesunyian.

"Tanya apa kak?" Citra sedikit gugup

" Siapa Ammar?"  Pertanyaan Vian membuat Citra bingung harus menjawab apa.

" Kenapa diam?" Tanya Vian lagi.

" Dia hanya teman kami kak?" Jawab Citra gugup.

" Teman?"

Dan disini mereka sekarang, Citra menunjukan dimana rumah Ammar kepada Vian. Vian tidak menyangka jika mereka masih satu komplek.

"Sejak awal kelas satu Ranis sudah menaruh hati pada Ammar, yang selalu kalem dan senyum ramah kepada semua teman-temannya. Ammar juga pintar sehingga mereka sering di jadikan pasangan saat ada lomba cerdas cermat disekolah."

" Ranis tidak pernah berani mengungkapkan perasaanya, apalagi keluarga Ammar sangat agamis."

" Namun menurutku kak, Ranis itu rasa cintanya ke Ammar sudah berubah menjadi obsesi. Tiap hari dia pasti kesini hanya sekedar melihat rumah Ammar."

"Aku berharap kakak bisa merubah Rani, aku juga nggak suka kalo lihat Ranis kayak gitu, aku sih setujunya Ranis sama kak Vian. Sudah bisa dipastikan jika kak Vian tulus kepada sahabatku."

Dari tadi Vian hanya fokus mendengarkan celoteh Citra yang lebar. Kini Vian tau bagaimana perasaan Ranis begitu besar untuk lelaki yang tidak dia kenal itu.

" Kalo boleh bocor ya kak, Ranis bilang dia mulai tidak nyaman ketemu sama kakak." Ungkap Citra, bukan dia tidak bisa menjaga rahasia, namun agar Vian tidak patah semangat atas perasaannya.

" Maksud loe?" Tanya Vian mulai panik, dia yang sedari tadi diam langsung menoleh dan bertanya tajam.

" Ranis bilang kalo dia takut membagi perasaannya, yang seharusnya hanya untuk Ammar, tapi sekarang ada nama kak Vian juga disana, ya...walaupun masih sangat kecil sekali kayak upil." Jelas Citra.

Vian tersenyum lebar, tidak peduli dengan ungkapan apa yang digunakan oleh Citra, Vian tetap merasa bahagia. Ini sedikit kemajuan dari pada tidak sama sekali kan?

Setelah dirasa cukup mengobrol akhirnya Vian mengantar Citra pulang kerumahnya. Barulah Vian pulang, kali ini dia tidak pulang kerumahnya, namun ke apartemen.

Jangan ditanya bagaimana senyum Vian begitu mengembang memikirkan apa yang disampaikan Citra jadi. Bolehkan dia berharap Ranis akan datang kemimpinya dan menjadi kekasihnya. Bismillah, ucapnya sebelum tidur.

*TBC*

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!