Gelang Bintang

Sementara ditempat lain Ranis sedang bersiap mengeluarkan motor nya. " Mau kemana kamu Ranis?" Tanya Bunda saat beliau melihat Ranis mengeluarkan motornya.

" Ketempat Citra bentar Bunda, mau ada perlu."

" Jangan malam-malam ya."

" Siap bun" Ranis menggariskan bibirnya menimbulkan senyum manisnya.

Padahal hati Ranis sedang gundah, bingung menghadapi hari esok, kenapa jadi serem gini sih kalo mikirin sekolah. Untuk menenangkan hatinya sebelum benar-benar pergi kerumah Citra, Ranis ingin kerumah Ammar,yah walaupun hanya berputar-putar disekitarnya saja namun itu bisa membuat hati Ranis lebih tenang.

Setelah puas hanya memandang rumah Ammar,akhirnya Ranis pergi kerumah Citra. Disana dia mencurahkan kegelisahan hatinya karena besok adalah hari terakhir masa orientasi, dan Ranis belum sama sekali menyelesaikan tugasnya.

" Mending loe kasih hadiah aja kak Viannya." Saran Citra pada akhirnya.

" Apaan? Dia kan sudah punya segalanya Cit, mau dikasih apa?"

" Hmm" Citra menaikan alisnya dan berfikir. " Kayaknya kak Vian suka sama loe"

" Ngaco" Ranis tidak terima.

" Apa coba namanya kalo bukan suka, dia minta nomor HP loe dan marah ketika tau itu bukan nomor loe, terus dia marah sampai mukul orang karena loe." Papar Citra.

" Ngaco loe"

" Menurut gue loe kasih kenang - kenangan aja yang bisa dia pake."

" Ih, masak gue maen kasih- kasih hadiah kayak gitu."

" Bukan hadiah, anggap saja itu sogokan biar dia maafin loe"

Ranis mengerutkan dahinya dan mulai berfikir apa yang diucapkan sahabatnya itu ada benarnya. " Okey" Ranis akhirnya setuju. " Dilapangan belakang komplek kan ada Bazar, kesana yok cari apapun yang bisa gue kasih ke dia."

" Dengan senang hati, sekalian kita bisa kuliner malam."

Hanya butuh waktu lima menit Ranis sudah memarkirkan motornya di tempat parkir Bazar. Berkeliling kesana kemari mencari apa yang cocok untuk Vian.

'Gantungan kunci'

' miniatur otomotif'

'Miniatur rumah'

'Diary'

Makin lama pilihan Citra makin ngaco hingga berulang kali Ranis mencebik kesal lantaran temannya yang satu itu bukannya membantu malah ngasih option yang tidak bagus.

Hingga pada akhirnya mata Ranis tertuju pada penjual aksesoris, dipilihnya dari ujung sampai ujung. 'Cincin' tidak Ranis tidak mau memberi Vian cincin, seperti mau melamar Vian saja. ' Kalung' tidak, Ranis tidak suka melihat cowok memakai kalung, alay.

Akhirnya mata ranis menangkap sebuah gelang putih berbahan steanlies dengan disain ditengah ada bagian pipih ada ukiran bintang apik dipandang. Ranis tersenyum, cocok kayaknya.

" Apaan?" Tanya Citra setelah melihat Ranis memegang sesuatu.

" Ini." Ranis menunjukkan gelang yang dia pilih, dan menyuruh si penjual mencobanya agar tau jika itu cukup dipakai oleh pria .

" Ini memang untuk laki-laki mbak." Ucap pedagang tersebut dengan logat madura.

Akhirnya Ranis membeli gelang tersebut lengkap dengan kotak perhiasan yang pas dengan warna hitam.

"Sekarang waktunya kuliner!" Seru Citra semagat.

Ranis tersenyum, sekarang dia merasa lega setidaknya besok dia punya keberanian buat maju kehadapan Vian.

***

Seperti dua hari sebelumnya, semua peserta orientasi sudah berbaris dengan rapi di lapangan. Mereka sudah siap menunggu instruksi dari Diah.

" OKEY UNTUK HARI INI, SIAPA SAJA YANG SUDAH DAPAT TANDA TANGAN LENGKAP SILAHKAN MASUK KELAS KALIAN MASING-MASING, BAGI YANG BELUM LENGKAP SILAHKAN DILENGKAPI DAHULU." Dengan lantang Diah memberi instruksi.

Citra terpaksa meninggalkan Ranis yang belum dapat menyelesaikan tugasnya. Ranis sudah mengedarkan pandangan mencari sosok Vian, namun belum bertemu dengan orangnya jantung Ranis terasa berpacu lebih cepat. Jantungnya deg degan namun berbeda dengan yabg dia rasakan kepada Ammar, yang ini deg degan seakan mau perang.

" Permisi kak Diah." Ranis menghampiri Diah yang sedang sibuk memberi arahan kepada pengurus OSIS yang lain. Diah menoleh dan menatap kearah Ranis.

" Kak Vian ada dimana ya?" Tanyanya pelan

" Sory Ranis, gue belum lihat Vian sama sekali." Diah menjeda ucapannya. " Coba cari di ruang OSIS atau Perpustakaan." Lanjutnya, merasa kasihan dengan Ranis, Diah hanya mencoba membantu memberi informasi dimana tempat faforit Vian.

" Makasih kak"

Ranis menyusuri lorong beranjak pergi keruang OSIS yang sudah dia ketahui letaknya, namun nihil Vian tidak ada disana. Beralih kini dia menuju arah perpustakaan sesuai arahan Diah. Ranis menangkap sosok Vian yang baru saja keluar dari perpustakaan.

Dag dig dug. . .

Jantung Ranis tak karuan namun dia mencoba bersikap biasa.

" Kak Vian! " Panggilnya.

Vian hanya menoleh sesaat namun dia tidak mengubri nya, Vian malah pergi. " Kak tunggu!" Ranis setengah berlari menghampiri Vian. " Kak tunggu."

Ranis sudah ngos-ngosan mengejar Vian. Hingga pada akhirnya Ranis bisa mendahului Vian dan berdiri tepat dihadapan Vian.

" Kak." Ranis mencoba mengatur nafasnya yang terengah-engah.

" Minggir!" Sinisnya.

" Kak, dengerin dulu "

" Nggak butuh."

Kok kayak orang pacaran gini sih batin Ranis meruntuki sikapnya dan Vian yang sama sama nggak jelas.

" Aku mau minta maaf sama kak Vian, please maafin aku." Ranis menakupkan kedua tangannya serasa memohon. Namun Vian tak peduli dia kembali berjalan dan melewati Ranis kembali.

Sampai akhirnya kembali Ranis berlari menghampirinya yang membuat Vian kembali menghentikan kakinya.

" Ini " Ranis menyodorkan kotak gelang yang dia beli semalam. " Maaf" Ucapnya kembali meminta maaf.

" Gue nggak butuh." Vian hampir melangkahkan kakinya namun langsung di hentikan oleh Ranis dengan menyodorkan Hp nya. Vian mengerutkan dahinya dan menajamkan matanya.

"Ni, tulis nomor Hp kak Vian, nanti biar aku yang chat by WA." Tidak ada respon,Vian terdiam namun tidak ada tanda-tanda jika dia ingin meninggalkan Ranis kembali. Dengan menghentakkan tangannya seolah Ranis menyuruh Vian untuk segera mengetik nomor teleponnya. Dan ternyata berhasil.

Dengan menahan senyum Vian, mengambil Hp Ranis dan mengetikkan nomornya dan langsung mengesave nomornya sendiri dengan nama 'My Vian', tak lupa Vian juga langsung mengirim pesan ke-Hp nya sendiri.

Setelah selesai Vian kembali menyodorkan Hp Ranis ke sang pemilik, namun Ranis melongo bukan main melihat nama yang tersimpan disana. " Jangan di ganti" Perintahnya sinis. Ranis menghela nafas berat.

" Sekarang aku minta tanda tangan kaka disini." Vian tersenyum dan langsung meraih buku Ranis di berikan tanda tangan beserta tanda love besar disana.

" Hmm. . . Mau ngerjain ini ceritanya kak Vian." Ranis tak terima dengan tanda love yang diberikan oleh Vian.

" Biar semua tau kalo benar ini tanda tanganku." Kilahnya padahal itu hanya alasan.

" Ini." Kembali Ranis menyodorkan kotak gelang yang tadi akan dia berikan tadi.

" Nggak butuh, aku cuma mau no telepon mu"

" Yakin?" Ranis menjeda ucapanya " Padahal semalam aku susah payah mencari ini buat kak Vian." Ranis berkata seakan-akan Vian akan menyesal jika tidak menerimanya.

Vian langsung menyambar kotak hitam tersebut dan membukanya. Senyum itu langsung muncul dan membuat ketampanan Vian terlihat sempurna. Ranis pun juga ikut tersenyum melihat Vian. Tidak hanya tersenyum namun juga terpana.

" Itu bukan barang mahal, aku mebelinya cuman dipasar malam, jadi kalo kakak tidak mau sini kembalikan." Ranis berpura pura seakan mau mengambil benda itu kembali, namun buru-buru Vian memakainya di pergelangan kanannya.

" Aku suka, ini punyaku."

*TBC*

Terpopuler

Comments

AraaAjaa

AraaAjaa

langsung luluh Vian

2024-03-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!