Sebuah Kabar

Waktu memang cepat berlalu, beberapa hari yang lalu adalah peresmian pengurus OSIS yang baru maka dengan itu, jabatan Vian sebagai ketua OSIS resmi telah berakhir.

Dan sebentar lagi juga akhir dari semester satu, sebelum ujian semester Ranis sudah melarang Vian untuk mendekati dirinya, chat, telepon ataupun datang kerumah seperti biasanya. Ranis ingin fokus tidak ada yang menganggu.

Ranis tidak tau saja,jika Vian terus memantaunya bahkan diam-diam Vian mengikuti Ranis saar perjalanan pulang.Tidak jarang Vian melihat dari kejauhan, saat Ranis beberapa kali berhenti dirumah Ammar, rumah yang pernah Citra tunjukkan padanya.

Benarkah aku tidak ada sedikitpun dihatimu Ran?, pertanyaan itu seolah muncul berkali-kali. Melihat Ranis yang masih dengan bodohnya mengobati rasa rindunya kepada pujaan hati hanya dengan melihat rumahnya saja, rumah yang dulunya juga tempat dia mengaji.

Mengenang sedikit kenangan yang ada tidak ada yang salah bukan, begitu pikir Ranis. Sesampainya dirumah, Ranis langsung masuk,tentu sebelum itu Ranis berujar salam terlebih dahulu " Assallammualaikum." Serunya.

Sementara Vian, sudah hengkang pergi setelah memastikan Ranis aman.

" Wa'alaikumsallam" Bunda selalu menyambutnya dengan hangat.

" Sendirian lagi?" Tanya bunda, Ranis tau jika bunda mencari sosok Vian. Bunda sudah kepincut dengan Vian dan itu juga membuat Ranis sedikit cemburu.

" Kenapa, nyari kak Vian melulu? Kan anak bunda, aku.sudah cukup." Ranis bergelayor di lengan bunda dengan manja.

" Bunda itu kasian sama dia, kamu tolak terus." Ucap bunda.

" Lho! Bukannya Ranis tidak boleh pacaran ya bun." Goda Ranis kepada bundanya yang nyatanya selama ini selalu membela Vian.

" Siapa yang nyuruh kamu pacaran?" Gantian bunda yang bertanya.

Ranis melapas lengan bunda dan menatap bundanya, "lah kalo bunda nyuruh Ranis menerima kak Vian. Kan itu artinya harus ada ikatan bunda, apalagi coba kalo bukan pacaran?" Turur Ranis.

" Ya... Kalau kamu menerima Vian, bunda bisa saja menyuruh Vian langsung menikahimu, bunda yakin Vian pasti setuju." Papar bunda

" Bunda ih, Ranis masih kecil kok malah ngomongin pernikahan." Ranis melepas tautan tangan nya di lengan bunda dan pergi menuju kamarnya.

" Ganti baju dan makan sayang" Seru bunda setelah Ranis pergi.

***

Malam ini Ranis berencana kerumah Citra, ada tugas kelompok yang harus dikerjakan. Dengan menggunakan motor matic nya Ranis berangkat kerumah Citra, tidak lupa dia mampir kerumah Ammar hanya sekedar untuk melintas, namun siapa sangka kembali dia dipertemukan dengan nyai Halimah diperjalanan.

" Assallammualaikum, bu Nyai." Sapaan hangat keluar dari mulut Ranis lengkap dengan senyum ramahnya.

" Wa'alaikumsallam." Senyum Bu Nyai Halimah tak kalah ramah.

" Mau kemana bu Nyai?" Tanya Ranis.

" Mau ke mini market depan sana, ada yang mau saya beli."

" Saya antar bu nyai."

Tidak menolak Bu Nyai Halimah menganggukkan kepala mengucapkan terimakasih sebelum naik ke motor Ranis.

Tidak sampai lima menit motor Ranis sudah terparkir, Ranis mengikuti bu Nyai Halimah atas permintaan beliau.

" Dulu kenapa kalo disuruh ke rumah bu Nyai tidak pernah mau? Padahal bu Nyai seneng dulu seandainya kamu mau bantu kalo ada acara di ngajian." Bu Nyai mencoba mencairkan suasana.

" Saya malu." Ranis menjawab dengan cengiran.

" Besok Ammar mau pulang, tapi hanya sehari." Mendengar nama Ammar disebut, Ranis langsung diam. Dia tak beranjak dari tempatnya padahal bu Nyai Halimah sudab jalan meninggalkannya.

" Ranis." Panggil Bu Nyai dari kejauhan mendapati Ranis yang masih terdiam.

" Iya Bu Nyai." Ranis tersadar dan akhirnya melangkah mendekat.

"Bagaimana?" Tanya bu Nyai. Ranis bingung apanya yang bagaimana. Memangnya barusan tanya apa? Ranis tidak mengerti.

" Apanya bu Nyai?" Ranis mencoba bertanya apa maksud dari bu Nyai.

" Apa kamu mau datang kerumah, mumpung Ammar pulang besok."

Ranis terdiam mendengar ucapan bu Nyai. " Saya, saya. . . Besok sekolah bu Nyai." Jawan Ranis gugup.

" Sayang sekali ya, padahal saya suka lho kalau kamu mau kerumah."

Ranis sangat gugup, mendengar nama Ammar saja mampu membuat Ranis tidak berkutik bagaimana jika langsung bertemu, Ranis tidak akan sanggup. Bisa-bisa dia langsung pingsan, lantaran menahan rindu yang selama ini dia rasakan.

Setelah semua selesai Ranis langsung mengantar Bu Halimah kembali pulang kerumahnya, setelah mencium punggung tangan Bu Halimah Ranis berujar pamit dengan sopan," Ranis tunggu,nak." Ucapan Bu Halimah menghentikan gerak Ranis yang akan melajukan motornya. Dengan tersenyum seakan Ranis menunggu kata yang diucapkan Bu Halimah. " Kamu cantik,nak. Tapi alangkah lebih cantik jika kamu menggunakan hijab, tidak usah langsung betahap saja. Saya tau bagaimana anak muda sekarang menggenakan hijab, mereka bisa memadupadankan hijab dengan gaya yang jaman now" Bu halimah mengelus rambut Ranis yang terurai indah. " Maaf saya lancang, tapi alangkah baiknya jika hanya memperlihatkan rambut kamu yang indah ini kepada suamimu."

Ranis tertegun sesaat, kemudian senyum lebarpun dia pamerkan. " Bunda Ranis juga bilang begitu bu Nyai, insha Allah. Nanti Ranis belajar pelan-pelan."

" Kamu hati-hati ya."

" Assallammualaikum." Motor Ranis melaju bukan kerumahnya tapi kerumah Citra.

Sementara bu Halimah langsung masuk kerumahnya dengan membawa semua belanjaannya. Masuk melewati ruang tamu beliau sudah disambut hangat oleh sang suami.

" Abah lagi apa?"

" Nonton acara ceramah."

" Tau tidak abah?, tadi bunda diantar Ranis."

" Ranis, yang dulu mengaji disini? Temannya Ammar itukan?"

Bu Halimah langsung duduk disamping sang suami. " Dia baik, andai dia jadi mantu kita pasti umi senang."

" Ngomong apa kamu umi, Ammar kan masih sekolah, anak itu siapa? Ranis. Juga masih sekolah."

" Tapi kan bah, berharap tidak apa-apa? Siapa rau Ammar juga suka, nanti kalo Ammar tidak mau menyebut nama Ranis dalam doanya, biar Umi aja yang berdoa agar Ranis jadi mantu Umi." Ucapnya menyakinkan.

Abah malah tertawa, seolah apa yang dikatakan istrinya itu lucu. " Kenapa malah ketawa?"

" Umi aneh-aneh aja"

***

Setelah sampai dirumah Citra, Ranis langsung di cerca habis-habisan oleh Citra karena datang terlambat. Telinga Ranis sampai panas dibuatnya.

" Maaf,maaf" Ranis menyatukan tangannya dengan wajah yang dibuat memelas mungkin.

" Yaudah, ini sudah jam berapa? Nanti malah tidak selesai tugasnya." Keluh Citra.

Senyum lebar diperlihatkan Ranis, " Siap bu Citra." Candanya.

Setelah mengerjakan tugas-tugasnya, Ranis langsung antusias menceritakan alasan kenapa dia bisa terlambat, dengan wajah yang bahagia dan berbunga-bunga Ranis menggebu-gebu seakan dia menemukan harta karun.

" Ya udah loe dateng aja kali" Itu Respon Citra setelah Ranis selesai bercerita.

" Malu tau."

" Modelan loe gitu pake malu-malu, tapi mau." Ranis nyengir.

" Pokoknya besok aku harus bisa melihat Ammar walau dari jauh, paling tidak rinduku terobati." Senyum Ranis sungguh tidak pernah hilang ,  membuat Citra muak dibuatnya.

*TBC*

Hay hay. . . Bagaimana ni kabar kalian? semoga kalian sehat selalu agar bisa memantau kisah mereka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!