Bab 9

Aku melangkah mendekati Rena dengan perasaan yang tercampur aduk. Di satu sisi, aku tidak bisa mempercayai bahwa perempuan yang selama ini kubanggakan sebagai temanku ternyata bagaikan ular berbisa yang siap mematuk kapan saja.

"Kenapa kamu tega melakukan ini kepadaku, Ren? Apa salahku?" teriakku dengan amarah yang tak tertahankan.

Rena menatapku dengan pandangan benci dan iri, "Karena kamu selalu lebih unggul daripada aku, Rea! Dari dulu, kamu selalu mendapatkan apa yang aku inginkan! Seharusnya kamu tahu, aku sudah jatuh hati pada Hans sebelum kamu mengenalnya!"

"Apa?!" seruku kaget, tak menyangka bahwa Rena menyimpan rahasia seperti itu.

Tiba-tiba, di hadapanku, Rena mencium Hans dengan penuh gairah dan memeluknya dengan manja. Hatiku seperti ditusuk ribuan jarum, cemburu melihat pria yang kucintai direbut oleh sahabat sendiri.

Aku menatap Rena dengan pandangan tajam, aku sangat tidak menyangka rena ternyata istri keduaku.

"Jadi kamu gak datang dan pergi ke luar negeri karena kamu sakit hati, Ren? Bukan karena kamu mau mendirikan perusahaan di sana, melainkan kamu sakit hati? Tanyaku

Hahahaha,"kamu selalu pintar rea" seru rena

Aku yang mendengar ucapan Rena, terkejut dan memandang suamiku dengan wajah penuh kebingungan.

Hans, yang merasa terpojok, melepaskan pelukan rena dan menatapnya  dengan tatapan marah. "Kita perlu bicara, Rena!" seru Hans dengan suara keras.

Rena tersenyum licik, lalu melirik ke arah Rea. "Kalau mau bicara di sini saja? Bukankah Rea juga istri kamu, jadi jangan saling menutupi satu sama lain, iya kan, Rea?" ucap Rena sambil menggoda.

Hans semakin marah, wajahnya memerah karena emosi yang memuncak. "Sekarang kamu pulang, Rena! Di sini bukan rumah kamu!" seru Hans dengan suara yang gemetar.

Aku hanya bisa menatap mas Hans dengan air mata yang mulai menggenang, aku sangat terluka saat ini.

Rena terus berjuang melawan tarikan tangan Mas Hans yang keras, berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri darinya. Namun, Mas Hans tak mau melepaskannya dan terus menyeret Rena.

Tiba-tiba, sebuah kram yang tajam menusuk perut Rena, membuatnya meringis kesakitan. Ia merasakan perutnya yang semakin membesar, tempat buah cinta antara dirinya dan suaminya itu bersemayam.

"Sayang, kamu gak papa kan?" tanya Mas Hans dengan panik, segera melepaskan pegangannya pada tangan Rena.

"Ini sakit banget, Mas! Lagian, kenapa kamu maksa aku sih? Aku kan lagi hamil anak kamu. Kalau mau maksa untuk pergi, itu harusnya Rea, bukan aku, Mas!" ujar Rena dengan suara serak, air mata mengalir deras dari pelupuk matanya.

Mas Hans hanya bisa menatap ku dengan wajah yang sangat sulit aku artikan. Aku tak tay harus berkata apa untuk saat ini, kasihan juga melihat Rena kesakitan seperti itu.

Sementara itu, Rena terus kesakitan, masih memegangi perutnya yang kian menegang, mas Hans langsung memegangi perut Rena.

"Sakit, Mas," keluh Rena lirih, menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca.

Di saat itulah, Mas Hans tersadar bahwa tindakannya tadi telah melukai Rena dan anaknya. Ia merasa sangat menyesal dan berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak pernah lagi bersikap kasar terhadap Rena, terlebih saat ia sedang mengandung anak mereka.

Aku merasa tertusuk oleh perkataan mas Hans Barusan. Hatiku terasa sangat sakit, tak tahan dengan situasi yang terjadi, aku pun bergegas masuk ke dalam kamar dan menangis sejadi-jadinya. Tubuhku terguncang hebat, bahkan sulit untuk bernapas.

"Non," lirih bibik yang berdiri di ambang pintu.

Aku menoleh ke arah bibik, dan melihat wajahnya yang juga berkaca-kaca. Pasti bibik sudah mengetahui semua yang terjadi. Bibik kemudian berjalan mendekatiku, lalu duduk di sampingku dengan penuh perhatian.

"Non Rea, sabar ya," seru bibik sambil mengusap punggungku pelan.

Aku mengusap air mataku yang mengalir tanpa henti, lalu berkata dengan suara yang hampir tak terdengar, "Bik, tolong bantu aku bereskan semuanya ya?"

Bibik terkejut sejenak, lalu bertanya dengan nada khawatir, "Non mau pergi dari rumah ini?"

Aku mengangguk pelan, karena aku merasa tak mampu lagi untuk menghadapi mas Hans dan kehidupan di rumah ini.

"Non yakin?"

Aku menggangguk, mungkin kalo Rena itu hanya selingkuh mas Hans mungkin aku masih mau berjuang memperjuangkan pernikahan ini, tapi ini bukan lagi soal selingkuh tapi Rena itu madu aku sekarang .

"Yakin bik, mas Hans sudah tidak peduli lagi denganku, tolong ya bik bantu aku" seruku

"Baik non"

Bibik pun mengerti keinginanku, lalu mulai membantu persiapan untuk meninggalkan rumah yang telah menjadi saksi perjuangan dan kebahagiaan ku selama menjadi istri seorang Hans.

Aku berdiri di depan rumah yang selama ini menjadi tempat teraman dan penuh kenangan, di mana aku dan sahabat-sahabatku pernah tertawa dan menangis bersama.

Semua barang-barangku dan pakaianku telah kumasukkan ke dalam mobil. Aku ingin segera meninggalkan tempat ini, menjauh dari masa lalu yang kelam bersama Hans dan Rina.

Bibik, art di rumah yang setia, berdiri di sampingku dengan wajah sedih. Aku menghampirinya dan memeluknya erat.

Bibik menangis tersedu-sedu, dia ingin ikut bersamaku, tapi dia tahu bahwa dia tidak bisa. Aku harus menghadapi kehidupan baru ini sendiri.

"Jaga dirimu, ya, bik" bisikku

"Aku akan merindukanmu non, andai saja kontrak bibik udah selesai, pasti bibik ikut sama non rea"

Aku mengangguk, tangisannya semakin menjadi-jadi. Aku melepaskan pelukanku dan menatap rumahku untuk terakhir kalinya.

Masa lalu dengan Hans dan aku kini hanya tinggal kenangan. Aku tidak peduli sekarang di mana mas Hans dan Rena berada, yang terpenting aku pergi dari sini.

Aku menutup pintu mobil dan menghidupkan mesinnya. Sebelum melaju pergi, aku dan bibik saling menatap dan tersenyum melalui kaca jendela mobil.

Aku mengangkat tangan untuk mengucapkan selamat tinggal, lalu menginjak pedal gas dan meninggalkan tempat yang pernah menjadi saksi bisu perjuanganku selama ini.

kucing peliharaanku yang lucu, berlari kecil di belakang mobil, seolah ingin mengikuti perjalanan ke rumah mama.

Aku tersenyum melihatnya dan berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan kembali suatu hari nanti, untuk menjemput empus dan bibik.

Tapi untuk saat ini, aku harus pergi dan menjauh dari kehidupan Hans dan Rena mencari kebahagiaanku sendiri..

Air mataku terus mengalir tanpa henti, bagaimana aku menceritakan ke mama tentang ini semua? Aku takut penyakit mamah kambuh kembali.

Tapi aku juga tidak mungkin menyembunyikan masalahku ke Mama, semoga aku bisa menceritakan kepada Mama dengan perkataan yang mudah dipahami oleh Mama.

agar Mama tidak kaget dan kecewa kepadaku atas apa keputusan yang aku ambil saat ini, aku ingin segera berpisah dengan mas Hans..

***

Terpopuler

Comments

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

lebih baik berpisah daripada memendam sakit hati

2024-03-23

1

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

bagus, lebih baik berpisah daripada memendam sakit hati

2024-03-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!