Bab 3

Saat berjalan menuju lobi kantor, tiba-tiba ponselku berdering lagi. Aku melirik layar ponsel dan melihat nama Mas Hans terpampang di sana.

Hatiku masih terasa kecewa berat dan enggan untuk mengangkat teleponnya. Namun, dering telepon yang terus berbunyi membuatku merasa tidak nyaman.

Akhirnya, dengan rasa enggan, aku mengangkat teleponnya. Begitu tersambung, suara Mas Hans terdengar sangat keras di ujung sana, hingga aku harus menjauhkan ponsel dari telinga.

Mas Hans ["Apa maksud kamu bilang seperti tadi, Rea? Aku ini kerja!" ] teriaknya.

Aku mencoba menjawab dengan tenang,

Aku [  "Iya, iya, Mas. Aku tahu kamu sedang kerja. Maaf ya, aku masih banyak urusan." ]

Aku berusaha menutup pembicaraan agar tak perlu berbicara lebih lama dengan Mas Hans yang membuatku kecewa.

Dengan langkah gontai, aku melanjutkan perjalanan menuju lobi kantor, sambil berusaha melupakan kekecewaan yang kian menghantui pikiranku.

Malam itu, aku menyalakan mesin mobil dan melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang, membelah jalanan ibu kota yang ramai.

Destinasiku adalah restoran yang sudah kusampaikan alamatnya kepada Imas. Hatiku berdebar, rasa penasaran dan gundah bercampur menjadi satu.

Setibanya di restoran, aku melangkah pasti menuju pintu masuk dan segera duduk di meja yang telah kureservasi.

Aku langsung memesan makanan untukku dan Imas, berharap ia segera datang untuk mengklarifikasi segala kegundahan hati.

Tak lama kemudian, Imas datang dengan langkah anggun dan tersenyum tipis padaku. Ia duduk di depanku, dan aku mencoba menahan rasa gugup yang mulai menggelayuti pikiranku. Aku ingin tahu kebenaran dari segala isu yang beredar.

"Kamu mau tanya apa, Rea?" tanya Imas, menatapku tajam.

Aku menghirup oksigen dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, mencoba menenangkan diri.

"Imas, aku ingin tau kebanyakan kasus yang kamu tangani itu masalah apa??" ucapku, mencoba menahan tangis yang mulai menggenang di pelupuk mata.

Imas menatapku lama, kemudian menghela napas panjang. Ia menggenggam tanganku erat, mencoba memberikan dukungan sebelum akhirnya membuka suara.

"Rea, apa kamu sedang menghadapi masalah dalam pernikahan. Tapi aku yakin kamu bisa melewatinya. Katakan apa masalahmu ." ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

Aku menatap Imas dengan haru, berusaha menahan air mataku sebisa mungkin agar tidak jatuh.

"Jawab dulu Imas pertanyaanku"

"Oke rea aku akan menjawab pertanyaan kamu, jadi kebanyakan kasusnya mereka itu adalah perselingkuhan"

Degh !!

Imas menatapku dengan tajam, penuh kecurigaan. "Lalu, ciri-ciri orang selingkuh seperti apa, Im?" tanyaku penasaran.

"Kebanyakan sih, sifatnya berbalik dari apa yang sebelumnya. Jadi, kalau dulu nggak romantis, jadi romantis. Ada lagi yang dulunya romantis, jadi cuek bebek. Ya, kira-kira begitu," jawab Imas.

"Loh, kenapa yang tadinya cuek setelah selingkuh jadi romantis?" tanyaku heran.

"Karena untuk menutupi selingkuhannya. Kenapa kamu tanya-tanya soal selingkuh, Rea? Keluarga kamu baik-baik saja kan?" Imas bertanya dengan ekspresi khawatir.

Tanpa sadar, air mataku menetes. Hatiku terasa berat dan sesak, mengingat keluarga yang sedang menghadapi masalah. Imas langsung meraih tanganku, mencoba memberi dukungan dan menguatkan hatiku di saat yang sulit ini.

"aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi dengan Mas Hans belakangan ini. Sungguh, aku dibuat pusing oleh sifatnya," keluhku sambil menatap Imas yang duduk di seberangku.

"Coba ceritakan, Rea. Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Imas dengan perasaan khawatir.

Aku pun menceritakan panjang lebar tentang sikap Mas Hans satu tahun belakangan ini. Mulai dari cara dia berbicara yang lebih dingin, sering pulang malam, hingga jarang memberi perhatian padaku. Semua aku ceritakan tanpa mengurangi ataupun menambahkan detail apa pun.

Imas tampak cemas mendengar ceritaku. Dia tahu betul betapa dalam perasaanku saat ini, karena dia adalah sahabat yang selalu ada di sampingku.

"Rea, mungkin suami kamu sedang ada masalah di perusahaannya. Kamu tahu sendiri kan, Mas Hans itu sangat mencintai kamu dan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarga," ujar Imas mencoba memberi dukungan.

Aku mengangguk, mencoba menerima pendapat Imas. Namun, di lubuk hati yang paling dalam, aku tetap merasa gelisah.

Apakah benar Mas Hans hanya memiliki masalah di pekerjaannya, atau ada sesuatu yang lebih serius yang dia sembunyikan dariku?

Aku mencoba mengabaikan perasaan aneh yang mengusik hatiku, seolah ada sesuatu yang tersembunyi di balik semua ini. Imas menyadari perubahan dalam ekspresi wajahku dan mencoba menenangkanku.

"Jangan berpikir yang aneh-aneh, ya. Mungkin hanya perasaan saja."

Aku mengangguk, berusaha meyakinkan diri sendiri untuk berpikir positif. Kami kemudian melanjutkan makan malam bersama, bercanda dan tertawa lepas.

Imas bahkan sengaja melontarkan beberapa lelucon agar aku merasa lebih baik, dia emang tau saja cara mengubah mood ku.

Tiba-tiba, terdengar seruan dari kejauhan, "Rea, Imas!" Kami berdua langsung menoleh ke arah suara itu, dan ternyata Rena, sahabat lama kami yang sudah lama tak bersua.

"Rena!" seruku dengan antusias, sedikit menaikkan volume suaraku.

Imas pun ikut berseru, "Kamu pulang kapan? Kenapa nggak ngabarin kami sih?"

"Iya Rena, kamu balik kapan? Kenapa nggak ngabarin kami juga?" tambahku sambil tersenyum lebar.

Rena mendekat dengan wajah sumringah, menjelaskan bahwa ia sudah lama pulang ke indo, karena dia harus melangsungkan pernikahan dengan seseorang yang rena jumpai tiga tahun lalu.

Ia juga menjelaskan kalo dirinya dan suaminya sudah menikah satu tahun, dan sekarang dirinya sedang hamil.

"Kenapa gak mengundang kami ren?" Tanyaku heran

"Kata suamiku aku gak boleh mengundang temanku" meringisnya

"Kok bisa gitu ya?" Hahahaha Ketawa Imas

Imas kembali bertanya tentang pertemuan dengan suami rena, rena menceritakan semuanya awal bertemu sampai sekarang menjadi suaminya.

"oh iya rea, Maaf banget ya aku gak datang ke pernikahan kamu dan suami kamu" seru rena menatapku

"oke tidak masalah Rena udah lama juga" senyumku

Rena menatap wajahku dan juga Imas kebahagiaan terlihat jelas di mata Rena, ia terlihat lebih cantik sekarang.

"rea, aku belum pernah lihat suami kamu loh?" seru penasaran

"suami rea ganteng banget, gak usah lihat suami rea nanti yang ada kamu nyidam suami rea lagi" celutuk Imas

hahahaha

Rena dan aku ketawa mendengar celutuk Imas, bisa saja Imas itu selalu bisa membuat aku Ketawa dari tadi.

"kapan kapan kalian mampir rumah dong" seru rena

"oke, kapan kapan aku main ke rumah kamu ya, dan jangan lupa kenalkan suami aneh kamu itu" seru Imas

kamipu. Mengiyakan apa yang di tawarkan Rena untuk main ke tempatnya.

**

"Iya tidak masalah

Kami pun bercengkrama dengan gembira, namun di sudut hatiku, instingku masih merasa ada yang tak beres.

Aku mencoba menepis perasaan itu dan menikmati pertemuan ini bersama sahabat-sahabat tercinta.

Terpopuler

Comments

Anita Jenius

Anita Jenius

3 like mendarat buatmu thor. semangat ya

2024-04-19

0

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

jangan jangan si Rena suaminya si Hans

2024-03-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!