Bab 11

"Mah, Rea langsung berangkat ya?" seruku sambil menggendong tas kerjaku. Wajahku tampak semangat menghadapi hari ini.

"Oke Rea, semoga semuanya dipermudah," ucap Mama dengan senyum lebar dan penuh harapan. Kedua tangannya terangkat ke atas, berdoa untuk kesuksesanku.

"Terima kasih, Ma," balasku sambil mencium tangan Mama dengan penuh hormat, merasa beruntung memiliki dukungan darinya.

Aku berpamitan dan melangkahkan kakiku menuju halaman depan rumah, siap menghadapi tantangan hari ini.

Begitu sampai di halaman, kusadari mobilku sudah siap menungguku. Langit biru cerah menambah semangatku untuk segera berangkat.

Aku masuk ke dalam mobil, menghidupkan mesin, dan melajukan mobilku dengan kecepatan sedang, membelah jalanan ibu kota menuju kantor Imas.

Tiba-tiba, ponselku bergetar keras. Aku melirik layar ponsel, dan ternyata Mas Hans yang menelfonku.

Aku mengerutkan dahi, bertanya-tanya apa lagi yang diinginkan oleh pria itu. Dengan perasaan enggan, aku memutuskan untuk tidak mengangkat teleponnya.

Namun, Mas Hans tidak menyerah. Lagi dan lagi, dia menelfonku, membuatku merasa terganggu. Aku mencoba mengabaikannya, tetapi rasa penasaran mulai menguasai pikiranku.

Akhirnya, dengan hati-hati mengendalikan mobil, aku mengangkat telepon itu, bersiap untuk menghadapi apa pun yang akan diutarakan Mas Hans.

Aku [ Hallo ]

Mas Hans [ kenapa kamu pergi dari rumah?  ]

Aku [ bukan urusan kamu ]

Mas Hans [ aku masih suami kamu Rea, Jangan kurang ajar kami ya ] Geramnya

Aku [ aku kurang ajar? Aku ikuti permainan kamu kok mas, apa kamu saat nikah sama rena minta izin dulu sama aku? Enggak kan? Bahkan kamu selingkuh dan nikah diam diam sama aku? Apa itu gak lebih dari kata kurang ajar?]

Aku merasa geram dengan perkataan Mas Hans di seberang telepon. Ia berkata bahwa aku tidak mau mendengarkan dan lebih baik aku mematikan teleponku karena pembicaraan ini tidak jelas dan tidak penting.

Dengan segera, aku menekan tombol mati pada teleponku dan langsung menonaktifkan perangkat tersebut.

Aku ingin fokus pada perceraian yang akan aku jalani dengan Mas hans, suami yang telah membuatku menderita dan kecewa selama ini. Tak sabar rasanya untuk melepaskan diri dari jerat pernikahan yang menyakitkan ini.

Setelah tiba di kantor Imas, aku segera menemuinya. Aku ingin berbagi semua cerita tentang betapa jahatnya Rena, teman yang selama ini ternyata hanya memakai topeng untuk mendekatiku. Imas adalah satu-satunya orang yang bisa aku percayai untuk berbicara tentang masalah ini.

Ketika berada di hadapan Imas, aku langsung mengungkapkan segala perasaan dan fakta yang kudapatkan tentang Rena. Wajah Imas tampak terkejut seiring dengan perkataan yang kuceritakan.

Dalam hati, aku merasa lega karena akhirnya ada seseorang yang mengetahui tentang kelakuan Rena yang sebenarnya.

Semoga saja imas bisa menyelesaikan semuanya, aku benar-benar tidak ingin berada di dalam rumah tangga yang di dalamnya juga ada Rena.

Aku berdiri di depan cermin yang ada di ruangan Imas, memandangi diriku sendiri yang lelah dan kecewa.

Dalam hati, aku merasa seperti orang yang egois karena ingin cepat-cepat bercerai dari Hans, suamiku.

Banyak orang mengatakan bahwa aku adalah perempuan yang tidak kuat menghadapi realitas hidup, namun aku tak bisa menerima perselingkuhan yang terjadi dalam pernikahanku.

Imas, sahabatku, selalu berusaha membantuku untuk segera mencapai keputusan cerai. Meskipun sebenarnya aku masih ingin bersama Hans, karena selama ini dia telah menjadi sosok yang menyayangi dan mendukungku.

Namun, di sisi lain, dia telah mengkhianati cinta kami dengan berselingkuh dan menghadirkan madu dalam rumah tangga kami.

Aku merasa takjub dengan perempuan-perempuan di luar sana yang rela hidup bersama suami dan madunya, tetapi aku tau itu bukanlah jalan yang bisa kupilih.

Aku tak sanggup menahan rasa sakit dan kehilangan harga diri setiap melihat wajah madu itu, yang seolah menghina keberadaanku sebagai istri yang sah.

Setiap malam sebelum mengetahui perselingkuhan suamiku aku sering terbaring di tempat tidur sambil menangis, dengan sikap mas Hans yang sangat berubah.

Aku tak ingin ditinggalkan oleh orang yang kucintai, tetapi aku juga tak ingin terus-menerus dilukai oleh perselingkuhan dan pengkhianatan yang ada dalam pernikahanku.

Namun, aku sadar bahwa aku harus tetap tegar dan melangkah maju. Aku ingin membuktikan pada semua orang bahwa aku bukan perempuan lemah yang tak bisa menghadapi kenyataan hidup.

Aku akan menemukan kebahagiaan dan kekuatan dalam diriku sendiri, terlepas dari apa kata orang tentang keputusanku.

Imas menatap ku dengan penuh simpati, melihat sahabatnya yang sedang terluka hatinya karena perlakuan Rena, temanku yang jadi  selingkuhan mas Hans. Imas tidak bisa lagi melihat ku  terpuruk dalam kesedihan.

"Rea, kamu tenang saja, aku akan bantu kamu. Dasar Rena uler, dia!" Imas mengepalkan tangannya dengan kesal.

Sekarang kamu ke salon sana, sama ke klinik. Lama kan gak memanjakan diri? Semakin tersakiti, semakin cantik, ya? Gak usah galau-galauan!" tukas Imas dengan tegas.

Aku menatap Imas dengan mata berkaca-kaca, merasa sangat beruntung memiliki sahabat seperti Imas. "Hehehe, iya Imas, kamu emang paling the best. Makasih ya, bestie," seru ku dengan senyum lebar.

"Iya Rea," balas Imas sambil tersenyum hangat.

Mendengar nasehat dari Imas, aku akhirnya memutuskan untuk berpamitan dan langsung menuju ke salon dan klinik kecantikan untuk merawat diriku.

Tidak terasa akhirnya aku sampai di salon langgananku dulu, langkahnya penuh semangat, siap untuk menghadapi hari-hari baru yang lebih baik.

Aku membuka pintu klinik kecantikan, dan segera disambut oleh para karyawan yang sedang bekerja di sana.

"Selamat siang, !" seru mereka ramah. Aku pun menyapa mereka balik dengan senyuman manis, menggantungkan tas kecilku di lengan.

"Rea!" terdengar seseorang memanggilku dari kejauhan. Aku menoleh ke arah sumber suara dan melihat Luna, pemilik klinik kecantikan ini,

sedang berjalan ke arahku dengan langkah cepat.

"Hai, Lun!" sapaku dengan gembira.

"Ya ampun, Rea! Lama banget nggak kesini, ya?" seru Luna dengan ekspresi terkejut. "Kamu pasti sibuk banget, deh!"

"Iya nih, Lun. Sibuk banget akhir-akhir ini," jawabku sambil mengelus rambutku yang tergerai. "Aku mau treatment seperti biasa aja sih, kamu nggak lupa kan?"

"Enggak dong, Rea!" Luna menepuk bahuku dengan semangat. "Daftar di sana aja, nanti langsung diproses deh."

"Oke, beres!" Aku pun berjalan menuju meja pendaftaran dan mencatat namaku di buku registrasi.

Sementara itu, dari dalam ruangan, aku mendengar suara Rena yang sedang asyik mengobrol dengan salah satu karyawan klinik.

Aku tersenyum dan tidak peduli, yang jelas aku merasa senang bisa kembali ke klinik kecantikan kesayanganku setelah sekian lama aku sibuk dengan rutinitas ku.

"Eh ada istri pertama" seru rena saat berpapasan denganku

Sial !! Ternyata bener perempuan uler ada di klinik ini juga, jangan sampai aku bertemu dengannya.

**

Terpopuler

Comments

Soraya

Soraya

jgn mau kalah sama Rena Rea

2024-05-05

1

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

si Rena tipe perempuan yg suka melihat org menderita, apa pelakor seperti itu ya

2024-03-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!