Bab 19

Mama terbangun dari tidurnya, tampak wajahnya masih pucat namun terlihat lebih segar dari sebelumnya.

Titin segera berjalan mendekati mama dengan penuh kekhawatiran, "Mama, bagaimana keadaanmu sekarang?" tanyanya lembut.

"Aku merasa lebih baik sekarang, Nak Titin. Terima kasih sudah menjengukku," jawab mama dengan senyum lemah. Mereka pun saling mengobrol, berbicara tentang kegiatan sehari-hari dan saling menenangkan hati.

"Tin, aku nitip mama sebentar ya? Mau mandi dulu," seruku sambil berdiri dari samping tempat tidur.

"Baik, Bu bos . Aku akan menemani Mama di sini," sahut Titin dengan semangat.

Aku melihat piyama milik Kimberly di tas mama tadi, dan merasa yakin bahwa aku bisa mengenakannya karena kami memiliki tinggi badan yang sama.

Hanya saja, Kimberly sedikit lebih gendut daripada aku, sehingga piyamanya mungkin sedikit longgar.

Setelah mandi, aku merasa sangat segar dan bertenaga. Aku segera mengenakan piyama milik Kimberly dan keluar dari kamar mandi dengan hati gembira.

Ternyata, Kimberly sudah datang duduk di samping Titin dan Mama yang sedang bercengkerama.

"Wow, kamu pakai piyama Kim, ya?" tanya Kimberly sambil tertawa. "Cocok juga di kamu, kak !"

Aku pun tersenyum, merasa bahagia karena dapat merasakan kehangatan keluarga meski dalam situasi yang tidak mudah.

Kami pun melanjutkan obrolan dengan penuh keceriaan, menikmati waktu bersama sampai senja di ufuk timur.

Titin berdiri dari kursinya, merapikan rok panjang yang dikenakannya, dan berpamitan pada mama, aku dan Kimberly.

"Aku harus pulang sekarang, karena hari sudah mulai gelap. Sampai jumpa besok, ya." ucapnya dengan senyum ramah.

Tak lama setelah Titin pergi, seorang suster datang ke ruangan mama, membawa nampan berisi makan malam dan obat.

"Ini makan malam dan obatnya, Bu," kata suster tersebut sambil meletakkan nampan di meja samping tempat tidur mama.

"Trimakasih" kompak aku dan Kimberly

Aku segera mengambil sendok dan mulai menyuapi mama dengan sayur sop yang hangat, sementara Kimberly membuka botol obat dan mengupas buah mangga yang segar untuk mamah.

Wajah mama terlihat lelah, namun tersenyum tipis saat menikmati makan malam yang disuapi olehku.

Setelah selesai menyuapi mama, aku merasa perutku mulai keroncongan dan menyadari bahwa aku dan Kimberly belum makan malam.

Aku memutuskan untuk keluar mencari makanan untuk kami berdua. "Kim, aku mau keluar sebentar ya, mau beli makan malam untuk kita. Tolong jagain mama dulu," pinta ku pada Kimberly.

"Oke kak"

Aku pun berjalan keluar dari bangsal mama, menuju lift yang terletak di ujung lorong. Sesampainya di lantai bawah, aku merasa sedikit takut karena suasana rumah sakit yang sepi dan sunyi, terasa horor.

Aku menguatkan diri, berusaha mengabaikan rasa takut yang menyelimuti hatiku, dan melanjutkan langkahku menuju parkiran rumah sakit untuk membeli makan malam.

Dengan senyuman menggembang di wajahku, aku melajukan mobil dengan kecepatan sedang, membelah jalanan yang ramai namun lancar. Hatiku terasa girang, seolah tidak ada beban yang menghimpit.

Tiba-tiba, perutku terasa keroncongan. Aku ingat betapa nikmatnya makan nasi Padang, dan seketika itu juga.

einginan untuk menyantap hidangan tersebut menggelayuti pikiranku. Aku pun segera berbelok ke sebuah rumah makan Padang yang terlihat ramai.

Setelah memesan dua porsi nasi Padang dengan lauk rendang dan perkedel, lengkap dengan sayur dan sambal, aku merasa tak sabar untuk segera menyantapnya.

Begitu pesanan tiba, aku segera melahapnya dengan lahap. Rasa lapar yang tadinya menyiksa kini terobati, dan aku merasa lebih berenergi.

Setelah membayar makananku, aku kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan ke rumah sakit.

Tiba-tiba, ponselku berbunyi dengan notifikasi pesan masuk. Aku melirik layar ponselku dan melihat bahwa Rena, maduku baru saja mengirimkan sebuah foto.

Akan tetapi, aku memutuskan untuk tidak membukanya sekarang, dan fokus pada jalanan di depanku.

Dengan hati yang lebih ringan, aku melajukan mobil, menjauhi rumah makan Padang itu dan semakin dekat dengan rumah sakit.

Kembali Rena mengirimkan foto yang membuatku merasa jengkel. Begitu tiba di parkiran rumah sakit, aku segera menghentikan mobil dan membuka pesan yang berisi foto dari Rena.

Ternyata, foto itu menampilkan Rena bersama keluarga Hans. Tak hanya itu, Rena juga mengirimkan video yang membuatku terkejut.

Dalam video itu, ibu mertuaku tampak sangat bahagia mendengar kabar bahwa Rena hamil. Ia bahkan merestui hubungan mereka dan berencana untuk segera melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat.

Sungguh tak disangka, ibu mertua yang selama ini kujadikan tempat bersandar, kini tak peduli lagi dengan perasaanku.

Hatiku terasa sakit melihat kebahagiaan mereka, sementara aku harus menanggung luka di hati ini.

Air mataku tak henti-hentinya menetes, sakit yang tak tertahankan ini. Mereka benar-benar sudah tak menganggap aku ada. Aku terisak-isak sendirian di mobil yang gelap.

Ting.

Ponselku bergetar, menandakan ada pesan baru. Dengan perasaan berat, kubuka pesan itu. Ternyata dari Rena, sahabatku yang kini berkhianat.

Rena [Aku tahu sekarang pasti kamu lagi nangis, kan? Duh, kasihan Tuan Putri Rea, akhirnya aku pemenangnya! Bodoh kamu, Rea, memberikan Hans begitu saja kepadaku! Tapi bagus sih! Dan kamu lihat sendiri kan, ibu mertua kamu sekarang sangat merestui hubungan aku dan Hans.]

Hatiku semakin teriris-iris membaca pesan itu. Tidak terasa air mataku semakin deras mengalir.

Aku tak kuasa menahan amarah dan kesedihan. Dengan gemetar, aku mengumpulkan semua foto, video, dan juga chat dari Rena yang menghancurkan hidupku ini.

Kemudian, aku kirimkan semuanya kepada Imas, sahabatku yang paling dekat denganku. Aku ingin dia tahu betapa jahatnya Rena dan Hans yang telah mengkhianati kepercayaanku,

Siapa tau akan jadi barang bukti di persidangan nanti, Kini, aku hanya bisa pasrah menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Semoga saja semua berjalan lancar, tidak apa apa aku menjadi janda, yang terpenting menjadi janda yang terhormat.

Aku mengusap air mata yang terus mengalir, memutuskan bahwa tidak ada gunanya menangisi Hans yang sudah tidak peduli padaku dan bahkan sudah bahagia dengan hidupnya.

Langkah gontai membawaku keluar dari mobil sambil membawa dua bungkus nasi Padang id tanganku.

Aku Menemukan sebuah kursi kosong di taman yang sunyi, aku segera duduk dan menatap langit yang penuh bintang.

Dalam kesendirian ini, aku berdoa semoga kehidupan di masa depan akan lebih baik, menjadi manusia yang sabar dan kuat menjalani takdir kehidupan ini.

Tiba-tiba, suara sinis menyela lamunanku. "Dasar cengeng," ucap seseorang di sebelahku. Aku menoleh ke arah suara itu dan melihat dokter yang menyebalkan itu duduk santai di kursi sebelahku.

Wajahku memerah karena malu dan amarah, namun aku mencoba menahan perasaan itu. Aku tak ingin menunjukkan kelemahanku di hadapan orang yang sama sekali tidak mengerti perjuanganku.

Dokter itu melirik ke arahku, tatapan sinisnya membuatku ingin melarikan diri. Namun, aku tidak mau dia mengira aku adalah orang yang lemah dan mudah menyerah.

Aku menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri dan kembali menatap langit yang indah.

Sebuah tekad baru terlahir dalam hatiku, aku akan membuktikan kepada semua orang, termasuk dokter menyebalkan itu, bahwa aku bisa melalui semua cobaan ini dengan kuat dan tegar.

**

Terpopuler

Comments

Soraya

Soraya

greget sm Rea msh aja berurusan sama rena klo dicuekin notifnya Rena kn pasti kesal

2024-05-05

1

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

Semangat Rea

2024-03-23

0

Masitoh Masitoh

Masitoh Masitoh

aduh jgn d Lyn Rena block nomernya..kok bego

2024-03-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!