Cinta Yang Tersurat
“Lima tahun lagi aku akan datang melamarmu, tunggu aku” kalimat itu meluncur begitu lantang dari lisan seorang pemuda berseragam putih abu, di hadapannya seorang perempuan berjilbab putih yang menjulur menutupi hampir seluruh tubuhnya tengah tertunduk malu.
“Hey kalian, buruan …sebentar lagi semua bubaran” seru seseorang dengan suara pekikan tertahan karena takut ada orang lain yang mendengarnya, dia merupakan teman sang pemuda yang memaksanya untuk menemui gadis pujaan hatinya itu.
“Mil, jangan lama-lama!” dari arah yang berlawanan bisikan seorang gadis pun terdengar mengingatkan kedua sejoli yang tengah saling diam itu agar segera mengakhiri pertemuan mereka.
“Lima tahun lagi aku akan datang melamarmu, tunggu aku.” Pemuda itu kembali mengulang kalimat yang sama setelah sebelumnya belum mendapat respon dari perempuan di hadapannya yang hanya terus menunduk itu.
Hari ini adalah hari terakhir mereka memakai baju seragam putih abu, ujian akhir telah usai. Setelah ini mereka hanya tinggal menunggu hasil dari kerja keras selama tiga tahun belajar di sekolah itu sebagai modal untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi.
Ariq Rafandra Malik dan Kamilia Izzatunnisa adalah sepasang anak remaja yang secara diam-diam telah menjalin kasih sejak memasuki sekolah berseragam putih abu.
Pertemuan pertama saat masa orientasi siswa baru menjadi awal tumbuhnya benih-benih cinta antara mereka. Kendati tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar, tapi hubungan keduanya tidak banyak orang yang tahu, hanya kedua sahabat mereka yang selama ini menjadi perantara komunikasi keduanya yang mengetahui hubungan spesial itu.
Tidak akan ada yang menyangka jika keduanya adalah sepasang kekasih, selama ini komunikasi keduanya hanya sebatas surat, keduanya saling menumpahkan rasa dan perhatian melalui rangkaian aksara yang menjadi saksi bisu ketulusan cinta keduanya.
Ariq sudah memikirkan semuanya, lima tahun adalah waktu yang cukup untuk dirinya menempa diri agar benar-benar menjadi laki-laki yang layak untuk menghalalkan kekasih hatinya itu. Dia memang sudah bertekad untuk menikah muda.
Rencananya sudah sangat matang, apa saja yang akan dilakukannya selama lima tahun ke depan. Di usianya yang terbilang masih remaja dia sudah memiliki pemikiran yang kontekstual dan futuristik.
Sebagai anak laki-laki paling besar, dia mempunyai tanggung jawab untuk membuat kedua orang tuanya bangga, menjadi teladan untuk saudari-saudarinya sekaligus pelindung mereka pengganti sang ayah karena memang dirinya adalah putra satu-satunya.
“Bicaralah, Milia” pintanya dengan suara lembut, posisi Kamilia yang terus menunduk semenjak keduanya berada di ruangan itu membuat dia belum bisa melihat seperti apa wajah pujaan hatinya itu sebagai respon setelah mendengar apa yang diucapkannya barusan.
Keduanya saat ini duduk berhadapan dengan meja panjang sebagai penghalang, keduanya diantar oleh sahabatnya masing-masing untuk bertemu di tempat yang sudah dipastikan steril dari siswa lainnya pada jam makan siang seperti ini yaitu perpustakaan.
Perlahan wanita bermata indah dengan bulu mata yang panjang dan lentik itu mendongak, tatapan keduanya pun bertemu, beberapa detik kemudian Kamilia mengalihkan tatapannya ke arah lain. Ada rasa di hati keduanya yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata setelah beradu tatap walau dalam hitungan detik.
“Tak perlu mengikatku dengan janji. Bila aku takdirmu, kita pasti akan bertemu. Untuk sekarang, kita kerjakan bagian kita masing-masing, aku dengan hidupku, kamu dengan hidupmu. Perihal temu, datanglah bila sudah benar-benar siap. Itu juga bila belum ada yang mendahuluimu.” Helaan nafas terdengar menjadi pamungkas dari ucapan gadis itu.
Deg …
Kalimat terakhir yang diucapkan Kamilia seolah menjadi sesuatu yang menghantam dadanya, sesak seketika dia rasakan, ada perasaan tak rela jika itu benar-benar terjadi.
“Lima tahun, Kamilia, tolong tunggu aku.” Pintanya lirih, tatapannya sendu.
“Selamat ya, kamu berhasil diterima di universitas favoritmu sesuai dengan jurusan yang kamu minati, fakultas kedokteran” Kamilia mengalihkan pembicaraan mereka, seulas senyum dia tampilkan ketika mengucapkan selamat kepada pemuda yang telah mengisi hatinya selama tiga tahun ini.
Kamilia memang selalu seperti itu, pandai menyembunyikan perasaannya ketika keduanya berkesempatan bertemu. Kadang Ariq dibuat ragu karena Kamilia tidak pernah sekalipun menunjukkan perasaannya melalui sikapnya. Dia selalu bersikap biasa, tak ada bedanya terhadap Ariq maupun teman-teman yang lain, seperlunya.
Tapi, setiap goresan pena yang terukir rapi karya indah tangan Kamilia selalu membuat Ariq yakin jika cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Kamilia begitu pandai merangkai kata yang membuat Ariq percaya, pilihannya untuk menghalalkan gadis itu lima tahun mendatang tidak akan salah.
Entahlah, dunia remaja memang unik. Selalu merasa paling benar, paling tahu dan paling yakin. Enggan untuk berpikir jika waktu bisa saja mengubah segalanya.
“Terima kasih” ucap Ariq dengan senyum yang juga mengembang di bibirnya,
Selama ini mereka sangat jarang bertemu berdua seperti ini, di momen ini Ariq sepertinya tidak ingin kehilangan kesempatan untuk memiliki kenangan kebersamaan mereka berdua.
“Lima tahun, Milia” Ariq kembali mengulangi kalimat itu, dengan panggilan khusus yang biasanya hanya Ariq yang memanggil dengan nama itu. Kamilia hanya membalasnya dengan senyuman.
“Aku akan menganggap kalimat terakhirmu tadi sebagai motivasi agar bisa selesai lebih cepat” ucapnya mantap,
“Fokuslah belajar, kejar cita-citamu, wujudkan harapan kedua orang tuamu”
“Bolehkah kita berfoto berdua?” tanya Ariq dengan sungkan, pasalnya selama ini mereka tidak pernah berfoto berdua,
“Tentu saja, aku yang akan memotret kalian berdua” Mirza yang tak lain sahabat Ariq yang mengetahui perihal hubungannya dengan Kamilia datang secara tiba-tiba membuat keduanya menengok dan di saat bersamaan jepretan kamera dari ponsel Mirza telah mengabadikan momen berdua mereka.
Lima tahun kemudian …
“Selamat ya, akhirnya kamu lulus menjadi abdi negara” Elisha memeluk sahabatnya erat, setelah hampir satu tahun tidak bertemu kini mereka dipertemukan kembali dalam suasana yang penuh dengan kebahagiaan.
Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang dokter di salah satu rumah sakit swasta terbesar di kota itu, Elisha sengaja meluangkan waktunya untuk bertemu dengan sahabat lamanya yang baru beberapa hari ini ditugaskan di kota yang sama dengannya setelah lulus tes menjadi abdi negara.
“Terima kasih, maaf sudah mengganggu waktumu” ucap Kamilia yang merasa tak enak hati karena tahu seperti apa sibuknya sang sahabat, dia tidak meminta untuk bertemu, mereka saling bertukar kabar melalui telepon saja sudah cukup tapi Elisha memaksa untuk bertemu di sela-sela kesibukannya itu.
Terhitung sejak seminggu yang lalu Kamilia resmi bertugas sebagai ASN di kota yang sama dengan sahabatnya. Kamilia yang awalnya berprofesi sebagai guru honor di salah satu sekolah di kota kelahirannya mengikuti tes penerimaan ASN setelah hampir satu tahun menjadi guru honor di kota kelahirannya pasca lulus sebagai sarjana pendidikan.
“Kamu jangan begitu, aku justru yang harusnya minta maaf karena baru bisa menemuimu. Harusnya aku tahu lebih awal, pasti aku akan mengajak kamu untuk tinggal di rumahku” Elisha mengurai pelukannya dan beralih menggenggam tangan Kamilia.
“Terima kasih” ucap Kamilia diakhiri kekehan karena melihat sahabatnya dengan wajah cemberut, masih sama seperti saat mereka masih berseragam putih abu.
Obrolan kedua sahabat pun berlangsung semakin seru, pertemuan keduanya seolah membawa mereka pada masa-masa indah di SMU, keduanya yang selalu saling terbuka dan saling membantu tentu sudah sangat saling merindukan.
Pertemuan terakhir mereka adalah saat lebaran tahun lalu. Elisha yang kebetulan mengunjungi makam leluhurnya di kota tempat Kamilia tinggal membuat keduanya berkesempatan untuk saling bertemu. Setelah hari itu hanya ponsel yang menjadi sarana komunikasi mereka itu pun di waktu tertentu seiring kesibukan keduanya.
“Oya, aku penasaran, hampir aja lupa mau nanya ini sama kamu” Elisha mengelap mulutnya setelah menghabiskan satu mangkok baso pedas di hadapannya.
“Apa?” tanya Kamilia tanpa menoleh, dia masih fokus pada baso di hadapannya yang tinggal beberapa suap lagi.
“Bagaimana kabar Ariq? Kalian sudah saling berkomunikasi kembali? Bukankah kalian sudah lima tahun berpisah” tanya Elisha to the point.
Mendengar pertanyaan sahabatnya seketika membuat Kamilia yang akan menyuapkan sendok berisi baso ke mulut menghentikan gerakannya.
“Kenapa?” tanya Elisha yang langsung bisa menangkap perubahan raut wajah Kamilia,
“Jangan bilang kalau sampai sekarang Ariq belum pernah menghubungimu.” telak Elisha dengan intonasi sedikit meninggi, dia tidak ingin sekali jika prasangkanya salah namun sayangnya Kamilia menganggukkan kepalanya pertanda jika yang dikatakan Elisha benar adanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
sakura
...
2024-10-22
0
Chu Shoyanie
Tetaplah berhusnuzhan pd Ariq ya Milia....
2024-05-29
0
S. M yanie
keren kak,,, do'ain aku biar bisa jadi penulis kaya author.
2024-05-27
2