Kamar bernuansa putih abu menjadi tempat ternyamannya saat ini. Perhelatan akbar penobatan dirinya menjadi direktur utama El-Malik Hospital telah usai.
Matanya terpejam dalam keheningan malam yang merangkak menuju hari baru, namun tidak dengan pikiran yang terus berisik semenjak bertemu dengan teman lama semasa putih abu-abu yang bertemu di pesta penyambutan dirinya.
Entah kebetulan atau apa, dia menjadi dokter di rumah sakit yang dipimpinnya. Bibirnya tersenyum, Ariq tidak sabar menunggu hari esok. Dia akan menemui Elisha, informasi sementara tentang seseorang yang dirindukannya sudah dia dapatkan.
Dari sang sahabat, Mirza, Ariq mendapat kabar jika Elisha masih berhubungan baik dengan Kamilia. Saat acara sedang berlangsung ingin sekali Ariq melipir dari kerumunan untuk menemui Elisha namun keadaan membuatnya sangat sulit untuk melakukannya.
Hingga akhir acara Ariq kehilangan Elisha, dari Mirza dia mendapat kabar jika Elisha lebih dulu meninggalkan tempat acara setelah tadi sempat beradu sapa dengan dirinya.
Ting ...
Notifikasi pesan masuk membuat Ariq kembali membuka matanya, dia memang sedang menunggu kabar lanjutan dari Mirza.
"Bro, Kamilia menjadi seorang guru, awalnya dia mengajar di Garut, namun menurut teman kita yang ada di sana katanya beberapa bulan yang lalu Kamilia lolos menjadi aparatur sipil negara dan bertugas di kota. Aku belum tahu pasti dimana dia bertugas, hanya itu sementara info yang aku dapatkan dari Harun. Sampai saat ini Elisha masih belum bisa dihubungi"
Cukup panjang informasi yang disampaikan Mirza, setelah acara di rumah sakit selesai dia memang langsung melaksanakan titah sahabat sekaligus atasannya untuk mencari tahu tentang Kamilia melalui Elisha atau teman yang lainya. Elisha yang dia tahu tergabung di grup angkatan SMA nya, berusaha dihubungi namun belum tersambung. Dia tahu Elisha sering aktif di grup alumni, tapi sampai malam hari pesan yang dikirimnya masih bercentang satu.
Selama ini Ariq bukannya tidak bermaksud memberi kabar tentang dirinya pada Kamilia, atau mencari tahu tentang kabar Kamilia. Sesuai janjinya pada gadis itu, jika lima tahun waktu yang akan digunakan Ariq untuk melayakkan diri agar saat tiba waktunya dia benar-benar pantas dan siap mempersunting gadis pujaannya itu.
Tanpa niat membalas pesan yang dikirim Mirza Arik menarik napas lega, setidaknya untuk malam ini dia sudah tahu apa yang akan dilakukannya esok hari. Matanya pun mulai terlelap, menjemput impian agar dipertemukan dengan yang pujaan hati. Ariq berharap walau pun dalam mimpi setidaknya kerinduannya dapat sedikit terobati.
Hari esok akan menjadi hari baru untuk Ariq, semangat untuk menemui Kamilia sudah mantap, sudah saatnya dia memperjuangkan cintanya, dan langkah pertamanya dia akan mencari tahu dulu tentang Kamilia dari sahabatnya.
Malam pun semakin merangkak, hari baru telah dimulai. Kumandang azan subuh menjadi alarm yang sudah disetting untuk membuatnya terbangun, Ariq mengerjapkan mata, walau semalam tidur sangat larut tapi tidak membuatnya kesiangan melaksanakan salat Subuh.
"Dad ..." sapa Ariq saat mendapati sang ayah sudah lebih dulu berada di Mushala yang sengaja di bangun di salah satu sudut rumahnya.
"Alhamdulillah, ternyata kamu sudah bangun, mommy bilang gak tega buat bangunin kamu, katanya semalam kelihatan sekali kamu sangat lelah" Arzan meminta sang putra untuk duduk di depan,
"Alhamdulillah tidur aku cukup, Dad"
"Kakak ..." serempak kedua adik kembarnya berlari ke arahnya, disusul di belakang mereka mommy dan tiga adik perempuannya.
Keluarga besar El-Malik pun melaksanakan salat subuh berjama'ah dengan diimami oleh Ariq.
"Hari ini mau langsung ke rumah sakit, Kak?'' tanya Tiara, mommy Ariq.
Suasana meja makan berangsur sepi, setelah si kembar berangkat sekolah, adik-adiknya yang lain juga kuliah dan memulai aktifitasnya masing-masing tinggallah Ariq dan kedua orang tuanya masih betah di meja makan sembari menikmati makanan penutup, puding coklat kesukaan Ariq yang sudah tersaji sejak pagi buta karena Tiara memang sengaja membuatnya sebelum subuh.
"Iya Mom, tapi sebelumnya Ariq ada urusan dulu dengan teman"
"Kamu tidak berminat mampir dulu ke perusahaan, Son" Arzan , daddy nya Ariq menimpali,
''Papa bakalan seneng banget kalau kamu juga mau mengurus langsung perusahaan kita" lagi-lagi Arzan mengutarakan harapannya. Inginnya Arzan, Ariq menjadi penerus kerajaan bisnis yang dibangunnya, namun apalah daya dia pun tidak mau dikatakan orang tua egois karena memaksakan kehendaknya. Dengan kerelaan yang setipis ari, berkat bujukan sang istri juga akhirnya dia merelakan Ariq mengejar apa yang menjadi cita- citanya, namun Arzan tetaplah Arzan.
"Mas ..." Tiara yang faham arah pembicaraan sang suami tidak tahan untuk menegurnya. Dia tidak ingin sang putra yang baru saja kembali ke tengah-tengah mereka merasa tidak nyaman.
"Mom, Dad ... ada yang ingin aku sampaikan" Ariq sangat tahu kemana arah pembicaraan sang ayah,
"Sayang, sekarang kita sedang di meja makan, lebih baik nanti saja kita bicaranya ya" Tiada yang mulai melihat gelagat tidak nyaman di wajah sang putra berusaha melerai, suasana hangat yang tercipta tiba-tiba terasa dingin dan dia tidak mau itu terjadi.
"Makanlah ...nanti kita bicara" sahut Arzan yang kemudian diangguki oleh Ariq.
Sarapan pagi yang menyisakan tiga orang di meja makan itu pun kembali berlangsung. Ariq yang tadi terlihat lahap menikmati nasi goreng buatan sang mommy yang sudah sangat dia rindukan sedikit berubah sendu saat menikmati puding coklat.
"Bicaralah" dua laki-laki beda generasi itu sekarang sudah duduk di teras belakang, pemandangan taman milik sang mommy menjadi objek pandangan keduanya.
"Ini teh nya Mas" Tiara datang menghampiri keduanya sambil membawa dua cangkir teh,
"Mommy, duduklah, aku juga ingin mommy mendengar apa yang akan aku sampaikan" Ariq menarik lengan sang bunda pelan dan mengarahkannya untuk duduk di kursi yang masih kosong.
"Dad, Mom ..." Ariq menatap kedua mata orang tuanya bergantian, apa yang akan dibicarakannya saat ini adalah bagian dari rencana hidup yang akan dilakukannya, dari hasil pembicaraan ini berharap tidak mengubah apapun rencana yang sudah disusunnya.
"Aku mau menikah" ucap Ariq mantap, kedua orang tuanya sontak saling menatap.
"Kamu serius sayang? Siapakan wanita beruntung yang sudah membuat hati putra mommy jatuh padanya?" tanya Tiara dengan binar bahagia,
"Ada mom, aku sudah mencintainya sejak lama ..." jelas Ariq yang mengundang kesimpulan lain di pikiran kedua orang tuanya terutama mommy nya.
"Mommy tahu ..." Tiara tersenyum menanggapi ucapan sang putra,
"Begitulah cinta Kak, bisa hadir kapan saja dan terhadap siapa saja tanpa bisa kita kendalikan, apalagi kalian terbiasa bersama dan selalu ada satu sama lain" ucap Tiara membuat Ariq menautkan kedua alisnya,
"Mom ..."
"Son ..." maksud Ariq untuk mengklarifikasi ucapan mommy nya terjeda saat Arzan tiba-tiba bicara.
"Tidakkah usia mu terlalu muda untuk menikah saat ini?" Arzan memicingkan matanya, meneliti reaksi sang putra,
"Aku sudah mantap Dad, aku sudah menyiapkan semuanya sejak lama, terutama mental dan kesiapan hati untuk melangkah mengarungi bahtera rumah tangga" jawab Ariq mantap, lagi-lagi membuat Tiara tersenyum bangga dengan sang putra yang sudah terlihat dewasa dan mampu mempertahankan apa yang sudah menjadi keputusannya.
"Baiklah ..."
"Daddy akan mengizinkan, tapi dengan satu syarat"
Mendengar apa yang dikatakan sang daddy Ariq mulai bereaksi, jika sejak tadi dia mampu membuat raut wajahnya tetap tenang, kini tidak mampu lagi.
"Mas ..." Tiara yang tidak tahu apa yang direncanakan suaminya pun menatapnya penuh tanya.
"Daddy akan mengizinkanmu menikah muda dengan syarat kamu mau terjun ke perusahaan" jelas Arzan membuat ibu dan anak itu kemudian saling beradu tatap.
Ariq menghela nafas sebelum bicara.
"Mas, Ariq kan sudah memegang rumah sakit, bukankah itu sudah cukup akan membuatnya repot?" protes Tiara yang kurang terima dengan keputusan suaminya,
"Daddy tidak menyuruhmu untuk memimpin perusahaan dan rumah sakit secara bersamaan. Untuk sekarang silakan kamu lanjutkan memimpin rumah sakit, tapi di waktu bersamaan kami juga harus mempelajari semua tentang perusahaan kita"
"Daddy, spesialisasi aku kedokteran"
"Itulah sebabnya daddy memintamu untuk mempelajari semua hal tentang perusahaan lebih dulu, bukan untuk menjadi presdir." tukas Arzan cepat,
"Mas ..." Tiara yang melihat kebimbangan di mata sang putra jadi khawatir,
"Daddy yakin, walau pun latar belakang pendidikanmu dari kedokteran tapi kamu cukup cerdas untuk mempelajari semuanya secara langsung. Minimal kamu tahu dan faham tentang data-data penting perusahaan kita" lanjut Arzan, tanpa menerima protes.
"Daddy beri waktu kamu untuk mempelajarinya selama enam bulan, jika dalam kurun waktu itu kamu berhasil dengan tantangan yang daddy berikan maka daddy akan mengizinkanmu menikah secepatnya" jelas Arzan tegas tanpa bisa ditawar lagi,
"Baiklah dad, enam bulan, aku bersedia" ucap Ariq pada akhirnya, dia tidak punya pilihan, dia sangat tahu keinginan sang ayah sejak dulu, selama ini kedua orang tuanya sudah cukup mengerti dan menerima setiap keputusannya, mulai dari belajar sambil mondok, melanjutkan kuliah sesuai keinginannya dan kini waktunya Ariq untuk menuruti keinginan orang tuanya terutama sang ayah.
Kesepakatan tidak tertulis sudah terjadi ayah dan anak itu, dengan disaksikan mommy nya Ariq menerima uluran tangan sang daddy sebagai tanda kesepakatan mereka dimulai.
Kini Ariq tengah berdiri di lantai paling atas gedung rumah sakit tempatnya bekerja. Setelah perbincangan dengan sang ayah dia langsung meluncur ke rumah sakit untuk memulai tugasnya.
Satu tangannya di masukkan ke dalam saku, sementara satu tangan lainnya menggenggam erat pas foto berukuran tiga kali empat, foto seorang gadis berjilbab putih tengah tersenyum manis menunjukkan dua lesung pipinya yang membuatnya semakin menawan. Belum lagi binar mata dengan bulu mata yang lentik membuat siapapun terpesona dengan kecantikan alaminya.
"Milia, tunggu sebentar lagi. Aku akan datang, bersabarlah" monolognya,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Nurhartiningsih
yah....Tiara salah paham kayanya.dikira ariq mau nikah sm yumna
2024-03-15
1
Yhanie Shalue
iya Riq milia udah sabar menunggumu selama 5tahun tapi milia tahunya kamu sudah punya calon dan milia sudah terlanjur menerima lamaran krang lain gimana dong😌Lanjut Kak🥰
2024-03-11
1