Kamilia sudah selesai dengan persiapan ya untuk acara Perjusami. Sehubungan dengan akan adanya kegiatan tersebut yang dikhususkan untuk siswa kelas sepuluh atau siswa baru, maka kegiatan belajar pagi harinya diliburkan untuk kelas sepuluh dan sebelas.
Semua orang bersiap dengan keperluannya masing-masing. Feli yang sudah menempati kelas sebelas tidak mengikuti kegiatan itu, dia juga tidak terlibat dalam kepanitiaan karena Feli tidak aktif menjadi pengurus osis atau pun pramuka, di kelas sebelas ini Feli hanya aktif di ekskul bela diri.
Rencananya pagi ini Kamilia akan datang terlebih dahulu ke rumah Feli, dia akan membersamai dulu Feli mengaji untuk hari ini dan izin dua hari ke depan tidak bisa datang sehubungan dengan kegiatan perkemahan yang harus diikuti Kamilia.
Tepat pukul sembilan Kamilia tiba di rumah keluarga Feli, suasana tampak sedikit ramai. Beberapa mobil terlihat terparkir di sana, pintu utama pun terbuka.
Kamilia yang datang tanpa dijemput sopir keluarga Feli memilih turun di gerbang utama dan berjalan menuju pintu rumah utama yang sedikit jauh. Dia mengedarkan pandangannya, karena tidak ada satpam atau pun pegawai yang biasanya selalu ada di depan rumah itu.
Tok ...tok ...tok ...
Walau pun pintu terbuka Kamilia memilih untuk mengetuk pintu terlebih dahulu, dia menunggu beberapa menit setelahnya barulah datang Bi Marni, asisten rumah tangga di sana yang menyambutnya dengan wajah khawatir.
"Assalamu'alaikum, Bi" sapa Kamilia sopan, dia mengulurkan tangannya yang disambut oleh Bi Marni dengan sungkan.
"Wa'alaikumsalam, Bu Guru. Silakan masuk!" jawab Bi Marni, dia mundur beberapa langkah untuk memberi ruang pada Kamilia agar masuk ke dalam.
"Maaf Bi, sepertinya sedang banyak tamu ya, Felinya sudah siap? Saya langsung ke belakang saja?" tanya Kamilia, dia urung mendudukkan dirinya di sofa dan berniat untuk langsung ke halaman belakang, tepatnya gazebo yang sudah disulap menjadi tempat Feli belajar ngaji.
"Maaf Bu Guru, tadi Ibu berpesan kalau Bu Guru datang kayanya suruh langsung ke kamar Aden, kebetulan Den Cakra sedang sakit, jadi sekarang semuanya lagi ngumpul di kamarnya Den Cakra" jelas Bi Marni yang kemudian menuntun Kamilia untuk mengikutinya.
Dalam hati Kamilia bertanya-tanya, dia bingung mengapa dirinya harus ikut ke kamar Cakra.
"Assalamu'alaikum" ucap Kamilia saat sudah tiba di kamar Cakra yang berada di lantai dua, semua mata pun tertuju padanya. Jika dilihat seingat Kamilia semua yang ada di sana adalah keluarga inti Feli, Opanya, Omanya, Papi dan Maminya dan juga Cakra yang sedang tertidur membelakangi pintu. Tapi Feli mengerutkan keningnya, ada dua orang yang tkdak dikenalinya, laki-laki dan perempuan.
"Wa'alaikumsalam" jawab semua orang serempak,
"Alhamdulillah, akhirnya datang juga" ucap omanya Feli dengan sumringah.
"Cak, bangunlah sayang, ini dia pilihan mama" ucap Omanya Feli membuat semua orang kembali menatapnya dengan mode terkejut, sementara Kamilia bingung dengan situasi saat ini.
"Mama ..." seru Cantika, putri sulung oma Feli yang tidak lain mamanya Feli, setelah syukuran tempo hari, kedua orang tua Feli belum kembali ke Paris karena sesuatu hal yang Kamilia tidak tahu dan dia memang tidak pernah mau tahu.
"Kenapa? Cocok kan, Pa?" oma Feli meminta pendapat suaminya dan dijawab anggukan oleh suaminya tersebut.
"Cak ..." Cantika memanggil adiknya yang masih tertidur lemah sambil membelakanginya.
Perlahan Cakra bergerak, dengan sisa tenaganya dia berupaya bangun dan duduk bersandar di sandaran tempat tidurnya.
"Bagaimana, Cak?" tanya Omanya Feli memastikan,
Cakra hanya menatap Kamilia sekilas dengan wajah datarnya, Kamilia yang tidak memahami situasi yang sedang terjadi pun menatap Cakra yang tampak berwajah pucat, dan lebih tirus, dia ingat di sekolah Feli pernah bilang jika omm tampan kesayangannya sedang sakit.
"Terserah mama" ucap Cakra yang melengos saat beradu tatap dengan Kamilia,
"Oh jadi Bu Guru calon istrinya Omm Cakra? Kalau begitu Feli setuju Oma ..." entah dari mana datangnya anak itu, dia sudah siap dengan pakaian muslimah dan jilbabnya tiba-tiba datang dan berteriak lantang mengucapkan kalimat yang membuat Kamilia tersentak.
"Feli, sayang ..." Bayu Papanya Feli menegur sang putri karena aksinya barusan.
"Maaf Bu, Pak, ini maksudnya apa ya?" tanya Kamilia bingung, di sampingnya Oma Feli masih berdiri dengan merangkul bahunya full senyum.
"Silakan duduk Bu Guru, nanti Oma jelaskan" Kamilia menurut dia duduk di sofa yang masih kosong, tepat di samping omanya Feli.
"Begini bu guru, Oma dan Opa juga Mama dan Papa Feli sudah sepakat akan melamar bu guru untuk jadi istrinya Cakra, nanti kami akan segera datang menemui keluargamu, jadi kami sangat berharap Bu Guru mau menerima pinangan kami" jelas Omanya Feli membuat Kamilia mengerutkan keningnya, dia berusaha mencerna apa maksud pembicaraan omanya Feli ini.
"Kami ingin putra kami segera menikah, dan kami rasa Bu Guru adalah calon istri yang tepat untuk putra kami, Cakra" lanjut Omanya Feli, senyum masih menghiasi wajahnya, berharap apa yang dikatakannya disambut dengan senang hati oleh Kamilia.
Deg ...
Kamilia seketika menegang, setelah menerima penjelasan oma Feli yang kedua, dia baru benar-benar faham jika saat ini dirinya tengah dilamar.
Semua mata tertuju padanya, bukan hanya omanya Feli yang tampak tak sabar menunggu jawaban Kamilia, tetapi setiap pasang mata orang-orang yang ada di dalam kamar itu menatapnya dengan harap-harap cemas seolah menunggu jawaban apa yang akan aku lontarkan.
"Maaf sebelumnya Bu," Kamilia menarik nafasnya dalam, setelah beberapa detik sempat membeku dengan pikiran kosong, kini dia mulai bisa menguasai hatinya kembali.
"Sejujurnya saya sangat syok mendengar lamaran tiba-tiba ini, Bu, Pak, Mbak, Mas" Kamilia menyebut satu-satu orang yang tengah mengitarinya. Sementara pada cakra dan dua orang yang tidak dikenalnya Kamilia hanya menatap sekilas.
"Maaf saya ..."
"Bu Guru, kami tahu ini terlalu terburu-buru, tapi sebaiknya Bu Guru memang perlu memikirkannya sebelum memberi jawaban"
"Ma ..." Cantika mencoba mengingatkan sang ibu, dia tahu Kamilia sangat syok dan tidak nyaman dengan situasi saat ini.
"Kamu tenang saja, nanti kami yang akan datang langsung menemui orang tuamu" ujar Oma Feli tanpa ragu, senyum manis masih menghiasi wajah cantik wanita paruh baya itu.
"Ibu, saya ..."
"Tuan, nona Alexina sudah sampai di negara XX saat ini" laki-laki yang tidak Kamilia kenali tiba-tiba berbicara, menyebut nama wanita yang juga tidak Kamilia ketahui siapa dia.
"Ric ..."
"Aku tidak mau lagi mendengar kabarnya" Papa Cakra yang hendak menanggapi laporan asisten pribadi putranya terjeda karena ucapan Cakra. Laki-laki itu seketika mengubah posisinya membelakangi semua orang yang ada di sana. Persis seperti anak remaja yang sedang merajuk.
"Semuanya tolong keluar, aku mau sendiri" ucapnya lagi dingin, semua orang pun berangsur beranjak dari tempat duduknya masing-masing, membiarkan Cakra sendiri menikmati kehilangannya.
Kamilia mengikuti Feli yang mengajaknya untuk ke tempat mereka mengaji, walau pun belum faham dengan apa yang barusan dialaminya tapi Kamilia memilih tidak mengambil pusing, dia harus kembali fokus pada tugasnya berada di rumah ini yaitu untuk membimbing Feli, muridnya mengaji.
Kamilia berpamitan dan meminta izin tidak bisa datang dua hari ke depan karena harus menjadi pembimbing kegiatan perkemahan. Keluarga Feli pun memaklumi dan memberinya izin karena hal itu merupakan tugas utama Kamilia sebagai guru.
Tiga hari dua malam waktu yang dilalui Kamilia di tempat perkemahan. Lelah sudah pasti, dia menjatuhkan tas ransel dengan kasar sesampainya di rumah kontrakannya. Dia benar-benar sangat lelah dan mengantuk hingga memilih merebahkan tubuhnya di atas karpet bulu yang ada di ruang tengahnya.
Baru saja Kamilia hampir terbawa ke alam mimpi suara dering ponselnya mengembalikan kesadarannya. Dengan mata sedikit terpejam, samar dia melihat nama sang ayah yang meneleponnya.
"Assalamu'alaikum, Nak. Ini Ibu" dari ponsel sang ayah ternyata ibunya yang menghubunginya,
"Wa'alaikumsalam. Iya Bu, bagaimana kabar Ibu dan Bapak? Maaf Lia belum bisa pulang karena di sekolah lagi banyak kegiatan" ucap Kamilia dengan suara seraknya,
"Kasihan anak Ibu, pasti capek ya? Kalau ibu dekat pasti sudah ibu buatkan jamu dan dipijit biar capeknya hilang" sahut Ibunya Kamilia dari sebrang telepon,
"Tidak apa-apa, Bu. Ini juga Lia lagi istirahat kok" Kamilia tidak mau membuat ibunya bertambah khawatir, dia bangun dari rebahannya dan meraih botol yang masih berisi air dari sisi saku ransel yang tergeletak di sampingnya, agar suaranya tidak lagi serak.
"Tapi kamu harus pulang hari ini, Nak. Ibu dan Bapak kedatangan tamu yang akan melamar kamu, sekarang mereka sedang berbincang dengan Bapak, katanya nanti malam mereka akan datang lagi untuk meresmikan lamaran putranya untuk kamu" jelas sang Ibu dengan nada suara yang ceria, Kamilia mengernyit, dia ingin menyanggah tapi sang ibu tidak memberinya kesempatan.
"Ibu tahu kamu pasti masih capek karena baru pulang dari kemah, tapi sebaiknya sekarang kamu bersiap karena ada orang yang akan menjemput kamu" tegas sang Ibu lagi-lagi Kamilia tidak diberi kesempatan untuk sekedar bertanya kebenaran berita yang didengarnya.
"Ya sudah, teleponnya Ibu tutup dulu ya, Ibu mau membuatkan teh buat tamu. Ibu senang akhirnya mereka datang melamar kamu. Sudah ya, Assalamu'alaikum."
Tanpa sempat mengonfirmasi perihal siapa tamu hang datang Kamilia hanya bisa melongo karena sang ibu menutup sambungan teleponnya begitu saja. Dia menggelengkan kepalanya, berusaha mengembalikan kesadaran sepenuhnya setelah tadi sempat hampir terlelap dan langsung mendengar berita yang membuatnya syok.
"Ada yang datang melamar? Ariq, kamukah itu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Arkan Nuril
baca untuk yg ke dua kali nya ...ga bosen
2024-11-04
1
Yhanie Shalue
dicerita ini kok aku ngerasa bahasa dan kosakata yg dipakai seperti bukan kak Laila,, soalnya beda bgt sm karya2 kakak yg lainnya🤭tapi aku tetap suka 😍
2024-03-02
1