Bab 17 ; Salah sasaran

sekitar setengah jam perjalanan menuju rumah Sovia,akhirnya Dika telah sampai di depan pintu rumah Sovia.

di saat itu lah Dika memulai drama kebohongannya ia enggan mengatakan dengan jujur atas apa yang telah menimpa Sovia.

"Assalamualaikum...,paman,bibi ini saya Dika".

mendengar ketukan pintu,Bram yang tadinya sedang beristirahat siang segera berjalan ke arah pintu untuk menyambut tamunya.

"Walaikumsalam,eh Dika".

segera setelah pintu terbuka,betapa terkejutnya Bram yang melihat putrinya sekarat dalam gendongan Dika.

panik bukan main seakan tiba-tiba badai menyambar di suasana tenang,bahkan untuk mengandai-andai sangat lah nyaman,namun seketika berubah menjadi suram karena susana sudah berubah tanpa mendukung.

"Sovia anak ku.......apa yang terjadi padanya kenapa sampai bisa seperti ini?...".

melihat kepanikan Bram Dika hanya bisa tertawa di dalam hati,seakan-akan dia lah yang sudah menjadi pemenangnya,namun kejahatannya belum juga membuatnya puas sebelum dapat menikmati keperawanan Sovia.

"maaf paman tadi saya menemukan Sovia telah tergeletak di jalan dekat pintu gerbang sekolahnya,pas waktu saya ingin mengantar Maya ke pasar".

dengan lugunya Bram sama sekali tidak mencurigai Dika,bahkan Bram malah sangat berterimakasih kepada Dika karena sudah mengantar Sovia pulang.

"pasti anak-anak nakal itu yang telah melukai putri kesayangan ku,awas aja besok akan ku balas,emang gak ada kapoknya udah di hukum juga tapi tidak mau berubah".

lalu Dika mengantar kan Sovia masuk kedalam rumah,ibu Sovia yang melibat keadaan Sovia sekarat menjadi syok berat dan jatuh pingsan.

setelah usai meletakan Sovia di dalam kamar,lalu Dika membantu pamannya untuk menyadarkan kembali ibu Sovia.

"saya benar-benar minta maaf man,bik tidak bisa menjadi kakak yang baik Sovia".

permintaan maaf itu segera di rekam oleh Dika sebagai tanda bukti bahwa Dika sudah menepati janjinya,bahkan sebagai aktingnya Dika juga berpura-pura simpati kepada keluarga Bram.

setelah selesai Dika lalu berpamitan pulang dan sebagai rasa simpatinya Dika memberikan sedikit uang untuk biaya berobat Sovia.

"ini paman saya ada sedikit untuk biaya pengobatan Sovia,semoga menantu ya,maaf sekali lagi tidak dapat menjaga Sovia dengan baik".

dengan tampang tanpa berdosa nya Dika membalikan fakta bahwa dia lah sebenarnya pelaku yang sudah tega melukai Sovia.

"harusnya saya yang minta maaf karena sudah merepotkan kamu Dik...saya juga mengucapkan banyak terimakasih karena sudah mengantarkan Sovia pulang,terimakasih juga atas bantuannya ini sangat membantu".

setelah berbahasa basi Dika segera berpamitan dan memesan ojek online,Bram yang dari tadi tidak fokus karena keadaan Sovia bahkan tidak menyadari ada sesuatu yang mengganjal dan bahkan tingkah laku Dika yang mencurigakan.

"eh Dik..kamu gak bawa mobil sendiri,kenapa harus pesan ojek online?...".

Dika yang mulai menyadari bahwa pamannya mulai menyadari atas hal yang berbeda dari kebiasaan Dika,lalu mencoba mencari alasan.

"oh mobil saya tadi ban nya keles jadi saya tinggal di bengkel,karena saya terburu-buru untuk mengantar Sovia yang dari tadi lemas".

setelah menjelaskan alasannya segera ojek online yang ia pesan sudah menunggunya.

setelah menunggu beberapa saat akhirnya Sovia sadar ketika di bawa ke rumah sakit terdekat,Bram yang geram gak abis pikir dalam hatinya ngedumel bahkan menurutnya apa kejadian tetang Sovia hampir kehilangan nyawanya belum cukup bagi mereka sehingga teman-teman Sovia masih saja menyakiti Sovia.

Bram juga berniat besok ingin mendatangi sekolah Sovia dan melupakan semua emosinya karena menurutnya kejadian tentang Sovia ini ada kaitannya dengan sekolah terutama teman-temannya.

karena di kambing hitam kan oleh Dika,tujuan luapan emosi Bram hanyalah ke sekolah,yang padahal sama sekali pihak sekolah dan teman-temannya tidak tau atas kejadian yang menimpa Sovia.

keesokan harinya tepat hari selasa Bram benar-bener mendatangi sekolah Sovia,karena dari semalam Sovia di tanya i siapa saja pelaku yang melukainya,namun tanggapan Sovia hanya diam dan tidak sama sekali menjawab satu pun pertanyaan dari orang tuanya.

Bram langsung menuju ruang kelas yang dia mana setau Bram teman-teman Sovia yang tidak menyukai keberadaan Sovia adalah empat sekawan.

Bram menyangka mereka lah pelakunya,kedatangan Bram seketika mengejutkan semua siswa-siswi yang sedang fokus belajar di dalam kelas.

tanpa basa-basi Bram langsung mendatangi tempat di mana empat sekawan tersebut duduk,pada hal di dalam kelas masih ada guru yang mengajar bahkan Bram tidak memperdulikannya.

empat sekawan yang heran tiba-tiba ayah Sovia datang hanya bisa terdiam,bahkan mereka yang melihat ekspresi Bram seakan-akan menahan emosi membuat mereka ketakutan,meski pun mereka tidak melakukan kesalahan.

"maksud kalian apa?...tidak puas ngelakuin Sovia sekarang kalian ulang lagi,sebenarnya apa masalah kalian dengan anak saya sampai se benci itu kepada anak saya?.."

seketika meraka yang mendengar perkataan dan teriakan Bram semakin heran,karena mereka tidak merasa nyakitin Sovia,bahkan kemarin di waktu jam sekolah mereka hanya sibuk dengan diri sendiri dan menyiapkan diri untuk mengikuti ujian lahir sekolah sebagai tanda kelulusan.

guru yang melihat kondisi di kelasnya ribut segera mendatangi Bram dan mencoba menenangkan Bram.

"maaf pak di sini tempatnya para siswa-siswi harus fokus belajar,jika bapak berteriak-teriak kasihan mereka jadi merasa terganggu,jika memang ada yang bisa kami bantu mohon bapak datang ke ruang guru".

menyadari memang kehadiran ya mengganggu fokus anak-anak jadi Bram mencoba mengikuti pinta sang guru.

sesampainya Bram di dalam ruang guru segera Bram mengutarakan semua maksud darinya datang ke sekolah,bahkan dari sekian penjelasan dari Bram justru membuat para guru heran terutama wali kelas yang bertanggung jawab di kelas Sovia, wali kelas kemudian angkat bicara dan ia mengatakan bahwa dari kemarin ia mengawasi anak-anak yang sibuk belajar mereka tidak ada sama sekali keributan.

bahkan dari empat sekawan pun dari jam pertama masuk sampai pulang tidak ada yang keluar dari kelas.

karena melihat Bram yang belum puas dengan jawaban wali kelas,akhirnya empat sekawan di panggil untuk mencoba menjelaskan agenda mereka kemarin.

setelah di panggil pun jawaban mereka tetap sama dengan wali kelas,seketika membuat Bram terdiam sesaat,karena memang Bram sendiri tidak memiliki bukti bahwa mereka yang melukai Sovia.

"bapak jika ada bukti kami dapat memproses kasus ini,tapi jika tidak ada bukti bagaimana kami mau mencari kebenaranya".

salah seorang guru menerangkan agar Bram juga dapat ber pikir secara logika,setelah semua terdiam seketika suasana menjadi hening.

"kami akan mencoba membatu sebisa kami pak untuk mengungkap pelakunya,tapi kami mohon juga bantuan dari bapak,apa bila Sovia sudah bisa di interogasi tolong tanyakan dengan detail ciri-ciri pelaku masih siswa-siswi sekolah ini atau bukan".

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!