Fakta Mengejutkan

"Begitu? Jadi, hanya permainan Liam saja?" Sebastian terbahak. Ia anak cerdik rupanya. Oliver menceritakan semuanya setelah tenang kembali.

"Dad ingat laki-laki yang bersamaku saat kuliah?" tanya Oliver.

"Laki-laki? Yang tidur denganmu itu?"

"Sudah kubilang kami tidak tidur bersama!" jengahnya.

"Ok, baiklah! Lalu?"

"Ternyata dia adalah daddynya Liam," jawab Oliver, membuat Sebastian melotot.

"Sungguh?!" Oliver mengangguk.

"Wah, ternyata dunia sempit sekali." Sebastian berdecak.

"Kau tahu, Dad?" tanya Oliver lagi.

"Apa lagi?"

"Orang itu adalah Tyler Charles," ungkapnya.

"Tyl— APA?!" pekik sang ayah. "Laki-laki tengil itu Tyler Charles?!" Oliver menutup telinganya.

"Aku juga terkejut saat melihatnya tadi."

"Hei, kalian benar-benar putus, kan?" kata Sebastian meragu. Bagaimana tidak? Ia ingat betapa dekatnya kedua orang itu dulu. Mereka bahkan sempat tinggal bersama saat ia mengunjungi putrinya itu.

"Pertanyaanmu sangat aneh, Dad. Padahal kau bersamaku selama ini."

"Haha ... benar juga. Daddy hanya khawatir kau akan mencintai suami orang." Sebastian menepuk-nepuk lengannya. "Kalau begitu dimana ibunya Liam? Apa mereka bercerai?" Oscar tidak menceritakan bagian ini.

"Dia meninggal," gumam Oliver.

"Oh." Sebastian mengatupkan bibirnya. "Maaf, aku tidak tahu."

"Aku juga tidak tahu."

Oliver bangkit menuju pagar balkon dan menumpukan lengannya disana. Hembusan angin laut menerpa wajahnya sehingga rambutnya beterbangan.

Sejuk sekali, batin Oliver memejamkan mata.

"Kau v

"Aku mengucapkan selamat ulang tahun pada ibumu."

"Oh iya? Seharusnya Dad ucapkan sejak dua bulan lalu," jawab Oliver santai seraya menoleh untuk melihat pria yang tidak muda lagi itu. "Aku akan menunggu Daddy membawa seseorang." Meski pernikahan mereka gagal, ayahnya harus tetap melanjutkan hidup. Pria itu tidak bisa sendirian selamanya.

"Noo, jangan menungguku. Aku benar-benar payah." Sebastian menolak keras. Oliver hanya tertawa di tempatnya.

...***...

Tyler telah sampai di mansion dengan menggendong Liam yang masih tertidur. Sepertinya anak itu sangat kelelahan sehingga tidak terusik sedikitpun, padahal waktu masih siang hari. Molina sendiri terkejut dengan kehadiran Liam di rengkuhan Tyler. Seingatnya ia sudah membuat janji dengan miss. Stacy untuk bertemu.

"Kenapa Liam ada padamu?" tanyanya heran.

"Kenapa?" Tyler terkekeh sinis. "Sepertinya Mom tidak terkejut anak ini disini. Kalian sudah membuat janji?" Memicing.

"Maksudmu apa?" Molina tampak gugup. "Tentu saja Mom terkejut! Cepat pindahkan Liam." Menepuk-nepuk lengan Tyler.

Tyler hanya memutar bola mata, kemudian membawa Liam menuju kamarnya. Molina mengikutinya dari belakang bahkan membantunya membuka pintu.

"Kau membelikannya jam tangan?" Molina menyadarinya saat menarik selimut. Tyler ikut memperhatikannya.

"Sepertinya pemberian Ollie."

"Ollie? Ah, benar juga. Kalian pasti sudah bertemu. Bagaimana?" Molina antusias.

"What?" datar Tyler.

"Bagaimana menurutmu?! Apa kau merasa cocok? Sebenarnya aku juga ingin memanggilnya Ollie karena namanya mirip dengan—"

"Ollie," potong Tyler.

"Itu maksudku! Tapi, mereka orang yang berbeda." Oliver adalah Ollie, tapi Oliver yang satu ini bukan Ollie! Paham, tidak?

Tyler menghela nafas sambil berjalan keluar. "Dia memang Ollie."

"Ya, kebetulan sekali nama mereka sama." Molina mengikutinya.

"Bukan hanya nama, tapi mereka memang orang yang sama." Tyler berhenti sejenak untuk membuat ibunya mengerti. Molina sempat memasang wajah bingungnya.

"Tunggu ... maksudmu— Dia memang Ollie?" tanya Molina dengan wajah penasaran.

"Mom tidak mengenali suaranya?" tanya Tyler datar. Padahal wanita tua ini bicara seperti teman pada Oliver.

Molina mulai menyerap. "Tidak. Aku tidak kenal— TIDAK, MAKSUDKU PANTAS SAJA MOM MERASA FAMILIAR!" pekiknya tidak tertahan disertai dengan lompatan kecil.

"Jangan berteriak, Mom. Kau mau membangunkan Liam?"

"Ini pasti takdir, Tyler! Dengar— ini pasti kesempatanmu. Kalian bisa memperbaikinya."

Kali ini Tyler terdiam, mencerna ucapan ibunya.

"Sepertinya akan sulit," gumam Tyler yang langsung mendapat pukulan dari Molina.

"Kau bodoh? Kau mau melepaskannya lagi? Dia di depan matamu, Tyler!"

"Bisakah Mom berhenti memukulku?"

"Kau masih menyukainya, kan? Makanya kau tidak mau menikah."

"Mom, bagaimana jika Liam dengar," tegur Tyler.

"Jangan mengelak!"

"Iya! Mom sudah tahu, tapi masih bertanya." Tyler merengut masam.

"Ya sudah! Kejar dia kembali, bodoh!"

...***...

Setelah habis-habisan mendengar omelan ibunya, Tyler memutuskan pergi ke ruang kerjanya. Sudah ada setumpuk pekerjaan yang tertunda akibat hal yang berada di luar kendalinya.

Saat baru saja membuka dokumen, pikirannya sudah berlarian entah kemana. Ia tidak bisa fokus saat ini. Jadi, Tyler melempar bolpoinnya sembarangan dan bersandar pada kursinya.

Wajah Oliver di kantor tadi masih terbayang-bayang di pikirannya. Ia pikir, dirinya telah melupakan wanita itu setelah waktu berlalu sangat lama, namun bagaimana bisa pertahanannya runtuh dalam sekali pertemuan saja!

Dan bodohnya, tidak pernah terpikirkan olehnya jika Oliver Stacy adalah orang yang sama dengan Oliver yang pernah dikenalnya saat kuliah dulu.

Ahh ... wajah kesalnya masih saja lucu. Sudut bibir Tyler terangkat tanpa sadar. Tak lama pria itu tersadar dan segera menormalkan ekspresi wajahnya.

"Dia masih saja pemarah. Pikirannya aku takut saat dia melotot dan sinis begitu, cih!" Lagi-lagi tersenyum.

Ralat! Belum sadar rupanya.

Jeremy memperhatikan tuannya dengan heran. Ya, dirinya sudah sejak tadi berada disana dengan tingkah baru yang di tunjukkan Tyler. Baru kali ini ia melihat tuannya tersenyum seperti sedang gila begitu. Apa karena miss. Stacy? Jeremy jadi penasaran.

"Tuan?"

"Jeremy!" Pria itu malah tersentak.

"Iya, Sir?"

"Kumpulan informasi tentang Oliver Stacy."

Eh?

"Maksud Tuan seperti statusnya? Seperti, apakah ada orang yang sedang dekat dengannya atau tidak?"

"Terserah kau saja. Intinya aku ingin semua tentangnya!"

"Tentu saja, Sir!" Jeremy kemudian mendekat jaim pada tuannya itu. "Tuan tertarik pada nona itu? Saya akan mencari informasi yang menguntungkan!"

Tyler mengernyit. Pria itu enggan mengakuinya. "Aku hanya tidak mau membuat usaha Liam sia-sia."

Ck, ck! Tuannya masih saja mengelak, padahal sudah jelas sekali jika pria itu tertarik.

Jeremy jadi ingin memancingnya sedikit. Ada yang bilang jika sedang jatuh cinta, seseorang akan menjadi sedikit bodoh. Mungkin saja tuannya akan begitu.

"Saya lihat, kalian berdua terlihat akrab. Apa dia temanmu, Sir?"

"Teman? Cih! Kami tidak cocok dibilang teman." Enak saja!

Astaga ... Jeremy terkejut Tyler menjawabnya begitu saja. Sepertinya jiwa penolakan Tyler sedang meronta-ronta.

"Lalu apa?"

"Kau sangat penasaran?" tanya Tyler. Raut wajahnya sedikit dingin, membuat Jeremy ingin mengurungkan niatnya.

"Tid—"

"Dia mantan pacarku!" kata Tyler begitu saja. Jeremy membuka mulutnya, terperangah.

"Mantan pacar?!" pekiknya. Kejutan macam apa ini?!

"Hm." Tyler terlihat bangga.

"Tuan dan miss. Stacy pernah menjadi kekasih?"

"Tentu saja."

Meski hanya pura-pura, batin Tyler resah. Ia sudah menyesal melakukannya, sungguh! Ia ingin sungguhan!

"Lalu, kenapa kalian putus?"

"Karena dia ingin berhenti."

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Terpopuler

Comments

Tri Tunggal

Tri Tunggal

wahhh bener mereka pernah dekat makin penasaran ka ros /Whimper/

2024-03-09

3

Rifa Endro

Rifa Endro

wow !!! kejutan dan aku terkejut pacar pura2. tapi tinggal serumah pula

2024-03-09

1

dewi

dewi

lanjut kak

2024-03-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!