Grandma Liam

"OLIVERR!" teriak seseorang di halaman depan dengan semangat.

Oscar turun dari mobil untuk membukakan pintu kamar Oliver dimana wanita itu langsung keluar sambil menggendong Liam.

"Oh God!" Orang yang berteriak tadi tertegun melihat sosok lain yang baru pertama kali dilihatnya.

"Siapa?" Wanita itu bertanya pada Oliver tanpa suara, tapi Oliver tidak langsung menjawab.

"Liam, perkenalkan. Dia Jeanne Brown, grandmamu. Dan Mom ... ini Liam, putraku!"

"Halo, Grandma."

Jean membeku di tempatnya dengan mulut terbuka karena terkejut. Putrinya yang pemarah membawa seorang putra di hari ulang tahunnya?!

"Syukurlah," gumamnya. "Aku belum mati hari ini. Kalau tidak, aku tidak akan melihat putriku menjadi seorang ibu.”

Oliver berdecak dan memutar bola matanya. Menurutnya, ibunya selalu dramatis. Tidak lama kemudian, seorang pria mengikuti keluar rumah.

"Welcome home, Oliver," sambutnya.

"Thanks, Edgar."

"Mari kita lihat siapa anak manis ini. Kemarilah, biar grandpa menggendongmu." Dengan berkata begitu, Liam mengetahui jika orang ini adalah kakeknya. Ia menatap Oliver lebih dulu dan wanita itu mengangguk. Liam kemudian berpindah tempat pada Edgar.

Edgar membawanya masuk meninggalkan Jean dan Oliver bersama, sementara Oscar pergi memarkirkan mobilnya ke dalam garasi.

"Keterlaluan. Berapa usianya? Berapa lama kau sembunyikan dia dari kami?" cerca Jean dengan pertanyaan. "Tapi, kapan kau hamil? Tiga bulan lalu perutmu masih rata."

"Aku menculiknya," jawab Oliver datar, kemudian masuk ke dalam rumah meninggalkan sang ibu yang sudah melotot kaget. Wanita paruh baya itu pasti percaya saja mengingat putrinya selalu penuh dengan kejutan.

Sebelumnya, mari perkenalkan lagi. Jeanne Brown adalah ibu kandung dari Oliver yang telah menikah lagi dengan pria bernama Edgar Brown setelah bercerai dengan ayah kandungnya, Sebastian Stacy.

Kini pernikahan mereka telah berjalan selama enam tahun. Meski begitu, Oliver belum terbiasa memanggilnya ayah mengingat mereka tidak begitu dekat, namun Oliver tidak menolak pria itu sebagai ayah sambungnya. Ibunya adalah wanita yang energik. Wanita itu sangat jarang berada di satu tempat sehingga Oliver terkadang merasa sendiri.

"Kami baru kembali beberapa hari, lalu menonton pertandingan bisbol secara langsung. Kami juga pergi memanen kaktus di Florida. Tempat itu sangat panas, kau tidak akan suka."

Jeanne dan Sebastian yang merupakan orang tua biologisnya tidak pernah merasa cocok. Keduanya memiliki kebiasaan dan kegemaran yang berbeda. Pertengkaran keduanya sudah sering ia saksikan, namun sekarang keduanya telah memiliki kehidupan masing-masing. Oliver pun memutuskan mengikuti ayahnya karena tak ingin menghalangi kesenangan ibunya setelah menikah. Karena wanita itu akan menahan diri dan mengalah demi kenyamanannya.

"Sekarang katakan sesuatu tentang Liam. Kau tidak terlibat dalam tindak kejahatan, kan?"

"Dia anak yang dibuang. Aku menemukannya saat terlantar," jawabnya dengan sedikit kebohongan.

"Dibuang?! Kau serius?" Jean terkejut lagi. Orang tua bodoh mana yang melakukan hal kejam itu.

"Apa wajahku seperti berbohong?"

"Oh." Jeanne tak memikirkannya lagi. Wanita itu berjalan mendekati suaminya yang bermain bersama Liam. Oliver cukup memperhatikan dari jauh dengan tersenyum tipis.

Alasan lainnya— karena dia bahagia bersama Edgar. Jauh lebih bahagia daripada bersama Sebastian dulu.

Tidak ada batas usia dalam meraih kebahagiaan yang belum terwujud. Tidak peduli kau seorang anak yang masih memegang permen atau seorang lanjut usia yang sudah tidak mampu berdiri, semua orang bebas mendapatkannya.

***

Di tempat lain ada seorang wanita yang seusia dengan Jean telah menghabiskan banyak air matanya selama seminggu ini. Cucu kesayangan dan satu-satunya menghilang tanpa ada satupun kabar yang terdengar. Bahkan anak lelakinya yang terkenal hebat itu tak mampu menemukan petunjuk!

"Sudahlah, Mom. Jangan menangis lagi."

Lihatlah pria tak berperasaan itu! Apa ia sadar jika kehilangan seorang anak, bukannya sebuah boneka!

"DIMANA CUCUKU! APA KEKUATANMU SUDAH MELEMAH SEHINGGA TIDAK BISA MENEMUKAN SEORANG ANAK SAJA!" teriak Molina Charles, ibu kandung dari Tyler Charles.

Tyler menutup telinganya untuk meredam suara menggelegar milik sang ibu yang belakangan ini kembali menggila. Padahal ia baru saja pulang bahkan tas dan jas kerja masih ada di tangannya.

"Aku akan menemukannya, Mom. Sudah kubilang, kan? Aku akan membawanya pulang, jadi berhentilah cemas."

"KAPAN?! KAU SUDAH BILANG BEGITU DARI SEMINGGU YANG LALU, TYLER!"

Damn! Ia memang sangat sulit melawan ibunya.

"Aku yakin Liam baik-baik saja, Mom. Wanita itu tidak mungkin berbuat macam-macam," gumam Tyler tanpa sadar dimana Molina langsung menoleh cepat padanya.

"Wanita apa?"

Ah shitt!

"Tyler! Kenapa kau diam saja!" Molina berkacak pinggang.

"Begini, Mrs. Charles ..." Jeremy yang juga disana ingin menengahi melihat Tyler tak berniat menjawab. "Tuan muda ingin mencari pasangan untuk tuan."

"What?!" Molina terperangah.

"Menurut dugaan kami, tuan muda sedang bersama dengan Oliver Stacy," jelas Jeremy.

"Oliver Stacy," gumam Molina sambil berpikir.

"Anda pasti juga mengenalnya, kan, Mrs," antusiasnya.

Molina mengangguk ragu. "Aku tahu, tapi— apa Liam akan bertahan dengannya?"

"Jika tidak, anak itu sudah pulang sejak kemarin. Dia pasti akan merengek-rengek pada wanita itu agar mengembalikannya ke rumah," cibir Tyler. Tidak ada satupun yang bisa bertahan pada bocah itu jika ia tidak mau. Buktinya sampai sekarang, bocah itu belum juga pulang. Bukankah artinya ia sedang berpura-pura menjadi anak baik?

Pakk!

"Bagaimana kau tahu, hah?! Bagaimana jika wanita itu menahannya? Bisa saja untuk memanfaatkanmu." Molina menerka-nerka.

"Dengan identitasnya, sepertinya tidak mungkin. Wanita itu selalu meninggalkan jejak bersih dalam menjalankan bisnisnya." Jeremy dan Tyler sudah mencari tahu cukup jauh demi menemukan Liam. Ia bukan wanita yang akan berbuat hal curang demi keuntungannya. Setidaknya begitu yang informasi yang mereka dapatkan.

"Tapi, kenapa kedengarannya dia tidak asing ya?"

Tyler memutar bola mata jengah. Pertanyaan macam apa itu? Bukankah sudah jelas alasannya!

"Aku pergi," putus Tyler beranjak berdiri. Jeremy dengan sigap mengikuti tuannya. Sedangkan, Molina masih tampak berpikir.

Cukup lama Molina berdiam seorang diri, dering ponselnya yang berbunyi langsung mengejutkannya. Cepat-cepat wanita itu meraih ponselnya.

"Siapa?" tanya Molina pertama kali setelah mengangkatnya tanpa berpikir meski tidak ada nama yang tertera.

...****...

"Mommy ...."

"Ya?" jawab Oliver tanpa menoleh karena fokus dengan laptop dan ketikan jarinya.

"Aku ingin meminjam ponsel."

Barulah Oliver menoleh padanya.

"Ponsel?" Liam mengangguk. Oliver sempat mengernyit, namun tetap memberikan ponselnya.

"Aku tidak punya game di dalamnya. Kau bisa mengunduhnya sendiri, kan?" kata Oliver kembali pada laptopnya.

"Bukan untuk bermain, tapi untuk menghubungi grandma."

"Oh baiklah— Apa?!" Oliver memekik kaget. "Coba ulangi lagi?"

"Grandma, Mommy!"

"Grandma ... ok," gumam Oliver sambil menatapnya. Wanita itu dengan cepat mengembalikan ekspresi tenangnya. "Ada sesuatu yang belum kau ceritakan padaku, Liam?" Oliver mencoba tersenyum.

Bocah itu menunduk sebentar, kemudian mengangkat kepalanya lagi untuk membalas tatapan Oliver. Ia sempat terkejut dengan reaksi Oliver tadi.

"Aku punya grandma yang baik. Dia pasti khawatir karena aku menghilang, tapi aku tidak bisa kembali kesana. Daddy pasti marah lagi," cicitnya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

hedehh😪

Terpopuler

Comments

Siti Nadiroh

Siti Nadiroh

dasar bocil pinter acting

2024-04-09

1

Tri Tunggal

Tri Tunggal

Sempat bingung gegara typo ka tyler ko jd luke 😁😁

2024-03-11

1

dewi

dewi

memang anak pinter 👍👍👍😅😅

2024-03-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!