Wanita untuk Daddy

"Seperti apa tipe wanitamu, Daddy?" Pertanyaan dari bibir kecil Liam mengalihkan perhatian Tyler dan Jeremy yang sedang berdiskusi.

Tidak tahu mengapa putranya tiba-tiba bertanya pertanyaan yang menurutnya aneh itu. Tak ingin pusing, Tyler hanya menjawab, "Setara dengan Daddy."

Jeremy mengangguk setuju dengan jawaban Tyler. Awalnya ia juga penasaran dengan pilihan Tyler karena tidak pernah dekat dengan siapapun lagi setelah sekian lama. Terus terang Tyler menolak dengan tegas berhubungan dengan wanita manapun dan di kalangan apapun.

Jawaban yang dilontarkan Tyler sama saja dengan mengatakan bahwa tidak ada wanita yang cocok dengannya. Tentu saja karena belum ada yang bisa menandingi seorang Tyler Charles dalam hal kekayaan dan keunggulannya dalam dunia bisnis eropa.

"Tunggulah disini, Liam. Daddy akan rapat dulu."

Tyler keluar lebih dulu meninggalkan Jeremy yang sedang membereskan meja kerjanya.

"Apa ada wanita kaya seperti daddy, Jeremy?"

Jeremy yang ditanya menghentikan kegiatannya dan mengerjap menatap Liam. Ia lupa jika Liam adalah anak yang tidak mudah menyerah.

"Sepertinya tidak ada, Tuan muda."

Mungkin?

"Ehm!" Liam mengangguk-angguk. Sudah jelas tidak ada. Ia juga mengetahui hal itu. Daddynya, kan, termasuk orang terkaya di Eropa. Setelah dipikir-pikir tentu tidak ada yang cocok dengan daddynya itu.

"Apa benar-benar tidak ada?" tanya Liam lagi.

Jeremy sudah siap untuk menyusul Tyler kembali terhenti. Pria itu terlihat berpikir sebentar.

"Ada banyak wanita dari kalangan atas, tapi tidak ada yang sesuai dengan kriteria Sir. Tyler."

"Memang sulit." Liam lagi-lagi setuju.

Jeremy sudah berniat pergi lagi kembali berhenti. Kali ini bukan Liam, tapi pikirannya sendiri.

"Mungkin ada satu orang," celetuknya. "Benar, tidak salah lagi."

"Siapa?" Liam sangat tertarik hingga turun dari sofa mendekati Jeremy.

Pria itu sedikit membungkukkan badan untuk mensejajarkan tingginya dengan Liam, kemudian berbisik, "Oliver Stacy."

Begitulah kesialan muncul bagi Jeremy karena anak lelaki itu menghilang setelahnya. Jeremy mencurigai jika Liam pergi mencari wanita bernama Oliver itu meski belum sepenuhnya yakin. Jika tuannya tahu Liam menghilang karena ulahnya, entah apa yang terjadi. Jeremy ingin bersembunyi dalam lubang saja.

...***...

Berdasarkan dugaan Jeremy, memang benar jika Liam pergi mencari wanita itu. Tidak tahu apa yang dilakukan Liam hingga akhirnya bertemu dengan Oliver Stacy yang hampir menabraknya. Bagi Liam ini bukan kebetulan, tapi keberuntungan yang disengaja.

Ada rumor jika Oliver sangat lembut dan manis, namun juga bukan hal asing jika ada yang menyebut wanita itu temperamental. Sifatnya berubah-ubah, begitu kata orang yang pernah bertemu dengannya.

Namun, Liam sudah memastikannya sendiri. Selain hampir setara dengan sang ayah, ia juga menyukai wanita itu! Meskipun pria yang bernama Oscar itu terus saja menatapnya curiga.

"Sudah tidak sakit lagi, kan, Sayang?" Oliver berujar lembut setelah memeriksa lukanya. Hanya lecet kecil di telapak tangannya karena tergores aspal saat jatuh tadi. Sebenarnya biasa saja bagi Liam, tapi demi menarik perhatian target, ia harus memainkan peran anak yang manis dan polos.

"Udara dingin sekali. Suruh kepala pelayan siapkan pakaian untuk Liam, Oscar."

Oscar menghela nafas pasrah sambil mengangguk. Sudahlah. Biarkan saja anak itu bersamanya jika nona mudanya senang. Untuk masalah kedepannya bisa dipikirkan nanti saja. Lagipula ia tidak bisa melawan nona bosnya yang keras kepala.

"Kita akan kemana, Mommy?"

"Karena sudah hampir gelap, kita pulang ke rumah."

Liam tersenyum lebar begitu mendapatkan kecupan dari Oliver di keningnya. Tidak rugi ia nekat pergi sendiri mencari wanita ini. Ia sempat khawatir jika Oliver Stacy seorang nenek tua, tapi ternyata seorang wanita yang secantik dewi.

Mungkin karena udara dingin dan pelukan Oliver yang hangat, Liam tanpa sadar sudah tertidur dengan nyaman dalam perjalanan. Dan atmosfer dalam mobil seketika membuat bulu kuduk Oscar meremang.

Suasana hatinya cepat sekali berubah, batinnya.

"Ini jas keluaran terbaru. Sepatunya hanya ada dua di dunia karena dibuat oleh desainer ternama paris yang merindukan anaknya. Dia diurus dengan sangat baik, tapi kenapa dia dibuang?" tanya Oliver tanpa ekspresi ramahnya barusan, seolah apa yang dilakukannya tadi hanyalah sebuah acting untuk menipu anak kecil.

"Nona ... apa kau percaya dia benar-benar dibuang? Dia kelihatan licik." Prasangka Oscar belum berubah.

"Tidak juga," gumam Oliver dengan nada malas.

Mobil berhenti tepat di depan gerbang tinggi. Oscar menjalankan mobilnya kembali setelah pintu gerbang terbuka lebar. Dari sana sudah terlihat sebuah bangunan megah berupa mansion yang di dominasi oleh warna putih.

"Benar, kan! Sudah saya duga nona tidak mungkin percaya begitu saja."

"Meski begitu aku akan tetap membawanya." Keputusan Oliver tidak berubah membuat Oscar lesu kembali.

Oscar menghentikan mobilnya lagi setelah berhenti di depan mansion yang menjadi kediaman Oliver Stacy selama 26 tahun ini.

"Selamat datang kembali, Nona." Ed, kepala pelayan menyambutnya di depan pintu.

"Thanks, Ed. Tolong tidurkan dia kamarku." Meski merasa bingung dengan anak lelaki yang dibawa sang nona, Ed tetap meraihnya dengan hati-hati.

"Oh, dia putraku!" Oliver mengerti kebingungan Ed dan beberapa pelayan.

"Putra? Ah! Saya bawa tuan muda ke kamar dulu." Ed mengundurkan diri. Tinggallah Oscar, Oliver dan beberapa pelayan yang menyambutnya juga tadi.

"Namanya Liam. Perlakukan dia sebaik mungkin layaknya pemilik rumah. Dia putraku sekarang," tegas Oliver.

"Baik, Nona," jawab Ed sembari melirik pada Oscar yang mengangguk pasrah.

Dengarkan saja dia. Aku sudah menyerah. Begitu maksud Oscar.

"Mari kita lihat apa yang dia bawa."

Oliver membuka dengan santai tas ransel yang dipakai Liam sebelumnya. Muncul kerutan kecil di keningnya setelah mengeluarkan isi ransel tersebut, meski begitu bibirnya melengkungkan senyuman.

"Liam Parrish, anak laki-laki dari Lohan Parrish dan Caitlin Parrish," ejanya. "Dia bahkan membawa dokumen identitasnya, Oscar. Wah, luar biasa. Sepertinya dia benar-benar dibuang." Sedikit berbisik di akhir. Tapi, ia takjub karena dibuang bersama identitas diri. Seharusnya sangat aneh, bukan?

"Meski begitu kita tetap tidak bisa menculiknya." Oscar masih tetap dengan pendiriannya sehingga lirikan Oliver berubah sangat tajam kearahnya.

"Aku tidak menculiknya!" tekan Oliver. "Memangnya tidak boleh mengambil anak yang dibuang orang tuanya? Berapa kali harus ku katakan ini. Pergilah sana! Urus pekerjaanmu saja."

Meski sempat terjingkat akibat hardikan Oliver, Oscar berhasil mengatur nafasnya lagi. Kemarahan Oliver sebenarnya tidak terlalu menakutkan lagi karena ia sudah terbiasa, tapi bukan berarti ia harus menganggap remeh, kan? Sering mengaum bukan berarti tidak akan menerkam.

"Hei kalian, baik-baiklah dengan anak itu. Semua orang nona harus kalian hormati," peringat Oscar pada para maid yang menunduk sejak tadi.

Tanpa diberitahu pun, mereka juga tahu itu. Lagipula, Oliver satu-satunya ratu di kediaman ini. Wanita dengan kekuasannya. Siapapun akan bergidik mendengar namanya. Dan mereka semua disini sebagai pelayannya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Terpopuler

Comments

dewi

dewi

😂😂😂😂

2024-03-08

2

dewi

dewi

liam untung banyak 😅😅

2024-03-08

1

dewi

dewi

ternyata gara2 Jeremy 🤦

2024-03-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!