Sangat Suka Oliver!

Flashback

"Permisi, Sir." Seorang petugas keamanan menatap kebawah saat seseorang menarik bajunya.

"Ya?" Sambil menatap sekelilingnya.

"Apa Oliver Stacy bekerja disini?" tanya Liam dengan wajah polos.

"Kau siapa, anak kecil? Kenapa bertanya begitu?" Takut jika salah-salah memberi jawaban. Nama itu cukup sensitif untuk disebutkan meski yang bertanya hanya anak kecil.

"Apa dia disini?" tanya Liam lagi.

"Iya, benar. Memangnya ada apa?"

"Aku sering mendengarnya, jadi aku penasaran."

Oh, ternyata hanya anak kecil yang penasaran.

"Benar, dia ada di lantai paling atas gedung ini. Tinggii sekalii ...," jelasnya sambil menunjukkan gedung paling tinggi di hadapan mereka. Kebetulan mereka ada di pos keamanan.

"Ternyata sangat jauh. Aku sangat ingin melihatnya." Menunduk murung, membuat penjaga itu menjadi kasihan.

"Hanya orang penting saja yang bisa bertemu dengannya. Tapi, jika kau mau melihatnya, tunggu saat jam pulang saja. Biasanya dia akan keluar tepat waktu."

Liam langsung berbinar. "Apa masih lama?"

"Tidak. Tunggu sebentar lagi."

Petugas menggeleng pelan. Pengaruh Oliver memang luar biasa hingga anak kecil saja harus penasaran dengannya.

Flashback off

-

-

-

-

Oliver merenggangkan tubuhnya setelah selesai memakai piama tidurnya. Setelah mencepol asal rambutnya, Oliver kemudian berkutat dengan perawatan malamnya di depan meja hias. Namun, bukan berarti pikirannya fokus pada hal itu saja karena matanya telah mengawasi Liam yang masih terlelap di atas ranjang dari pantulan kaca.

Suara ketukan pintu yang hati-hati membuat Oliver mengalihkan pandangannya. Kepala pelayan Ed masuk setelah dipersilahkan.

"Untuk sementara, ini pakaian tuan muda, Nona. Saya akan segera mengisi lemarinya setelah pakaian yang lain datang."

"Thank you, Ed," ucap Oliver tersenyum seraya melangkah pada Liam.

"Dia manis, kan, Ed?" Duduk di sebelahnya dengan hati-hati sembari mengelus kepalanya pelan.

"Iya, Nona, tapi kita harus mencari orang tuanya," ujar Ed yang membuat senyum Oliver memudar.

"Kalian sama saja!"

"Berdasarkan hukum tidak mudah melakukan adopsi terutama nona belum menikah. Kita juga harus mendapat persetujuan orang tuanya," jelas Ed tanpa takut meski ia tahu Oliver pastinya telah mengetahui hal itu. Hanya saja seperti yang diketahui jika wanita itu cukup keras kepala dan tidak takut pada hukum.

"Hm. Kalau begitu aku akan menjaganya saja."

Menjaga berarti tidak akan mengembalikannya, kan? batin Ed tidak mampu menyangkal lagi, tahu jika wanita itu tidak akan menyerah begitu saja. Sepertinya mereka harus bekerja keras lagi kali ini untuk memastikan tidak ada berita buruk apapun mengenai sang nona. Tidak lucu jika ada berita seorang Oliver Stacy menculik anak orang lain.

"Kalau begitu saya permisi, Nona."

"Baiklah. Bawakan makanan untuknya setelah ini, Ed."

"Baik, Nona."

Liam yang tertidur pun mulai terusik saat merasakan seseorang menusuk-nusuk pipinya meskipun pelan. Senyum manis Oliver yang pertama kali dilihat begitu membuka matanya.

"Sudah bangun. Kita harus mandi dan makan malam."

"Sudah malam?" tanya Liam dengan suara serak khas bangun tidur.

Oliver menjawab dengan deheman seraya berdiri dan membuka kedua tangannya sehingga Liam langsung masuk dalam gendongannya. Oliver membawanya seperti menggendong koala ke dalam kamar mandi.

"Mommy, aku ingin mandi sendiri." Meski masih kecil, Liam sudah cukup malu. Oliver yang ingin membuka pakaian Liam pun terhenti dengan raut bingung.

"Apa kau tahu berapa usiamu sekarang?"

"Tujuh tahun," jawabnya polos.

"Benar. Liam tahu apa artinya?"

"Aku sudah besar," jawabnya lagi.

Oliver menggeleng. "Salah!"

"Salah?"

"Artinya Liam masih kecil. Tidak ada salahnya bermanja-manja dengan orang tua."

Liam berkedip polos. "Tapi, daddyku tidak begitu. Daddy bilang aku harus mandiri dan tidak boleh merepotkan orang lain kecuali pelayan rumah," katanya.

Cih! Ayahnya itu hanya malas saja, batin Oliver mencibir.

"Termasuk mandi?"

Liam mengangguk. "Aku sudah mandi sendiri sejak usia lima tahun. Aku juga menjalani les bisnis sejak usia enam tahun hingga sekarang."

"Les bis— apa?!" Oliver terperangah mendengarnya. Anak sekecil ini sudah diberikan pendidikan sekeras itu? Wah, Oliver jadi ingin mencari pria itu dan menendang tulang keringnya.

"Kalau begitu tidak perlu pikirkan lagi. Sekarang Liam sudah bersamaku, jadi katakan apapun yang Liam mau padaku." Maksudnya Oliver ingin memberikan masa kecil Liam yang hilang.

"Baiklah, Mommy."

"Sekarang peluk aku." Bocah itu segera melakukannya. Tanpa Oliver ketahui, senyum licik tersinggung di bibir kecil Liam yang bersembunyi di lehernya.

Maafkan Liam, daddy. Kau akan kesulitan cukup lama, batinnya tidak menyesal sama sekali. Mendapatkan ibu baru yang sesuai dengan kriteria ayahnya adalah yang terpenting saat ini.

...***...

Keesokan harinya Liam dan Oliver turun bersama menuju lantai satu setelah menyelesaikan sarapan mereka di kamar. Liam jadi bertanya-tanya saat keadaan ruang tengah yang luas menjadi begitu ramai dengan pelayan yang berlalu lalang.

Oscar juga sudah ada disana memonitor semua orang. Kepala pelayan Ed pun tidak lupa ikut serta bersamanya.

"Mommy, kenapa disini sangat ramai?"

"Kau akan terbiasa melihatnya." Menyentuh kepala Liam sekilas, kemudian mendekati kepala pelayan.

"Berapa banyak lagi?"

"Sudah hampir selesai, Nona."

"Selamat pagi, Tuan muda. Bagaimana pagi anda hari ini?" Ed menyapa Liam dengan ramah setelah Oliver meninggalkanya untuk berbicara dengan Oscar.

"Selamat pagi, Ed. Sangat baik! Aku sangat suka tidur dipelukan Mommy."

Oliver yang sedang berbicara dengan Oscar pun menoleh kecil dan tersenyum tipis mendengarnya.

Setelah selesai berbicara dengan Oscar, Oliver membawa Liam menuju mobil. Dua mobil lainnya sudah terjejer rapi di halaman mansion yang nantinya akan mengikuti mobil Oliver.

"Kita akan kemana, Mommy?" Setelah mobil mereka bergerak meninggalkan mansion.

Oliver mengalihkan pandangannya dari tab di tangannya kepada Liam.

"Bertemu teman baru," ujar Oliver tersenyum.

Meski belum terlalu mengerti, Liam tidak bertanya lagi hingga mobil yang mereka naiki berhenti di sebuah bangunan yang cukup besar. Ada pagar besi yang membatasinya.

Sekarang Liam mengerti maksud ucapan Oliver setelah melihatnya sendiri. Sekitar dua puluh orang anak berusia lima hingga sepuluh tahun keluar dari bangunan itu menuju dirinya dan Oliver.

"Oliver!" teriak mereka semua. Liam mendongak untuk melihat reaksi ibu barunya itu. Rupanya juga tersenyum seperti saat tersenyum padanya. Ada kecemburuan menyusup di hati Liam.

Ia ingat Ed sempat mengatakan jika Oliver sangat jarang tersenyum karena sifatnya yang temperamental, tapi Oliver selalu tersenyum padanya. Itu sebabnya Ed bilang jika dirinya istimewa bagi Oliver. Ternyata tidak seperti itu. Liam sedikit cemberut.

Oscar serta pria berpakaian hitam lainnya juga sudah turun dari mobil dan mengeluarkan banyak barang. Tidak heran pagi ini sangat sibuk. Beberapa kotak besar berisi mainan serta bahan makanan diserahkan kepada pengurusnya dan anak-anak.

"Kami selalu datang kesini setiap bulannya. Mereka semua anak-anak yang tidak seberuntung kita. Jadi, Liam harus bersyukur atas apa yang kau punya sekarang."

Liam tersenyum lebar dengan mengangguk patuh. Ia suka Oliver! Pokoknya ia sangat menyukai Oliver! Daddynya harus bersama wanita ini!

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

...Gass terus Liam ......

Terpopuler

Comments

Siti Nadiroh

Siti Nadiroh

dasar liam kecil2 udah licik

2024-04-09

3

dewi

dewi

liam 💪💪💪💪💪 q mendukung mu..

2024-03-08

1

Ide'R

Ide'R

Liam cerdik..nyari Mommy sendiri..😊

2024-03-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!