Bab 16

"Pasiennya sudah habis dok."

Kaluna menghela napas lega saat Kinan, perawat yang menjadi tim-nya di rawat jalan memberi tahu kalau pasien sudah habis.

"Mba Kinan mau kemana habis ini?" tanyanya sembari menyandarkan kepala di sandaran kursi kerjanya.

"Pulang dok, suami saya sudah jemput soalnya."

Kaluna memicingkan mata saat pengantin baru di depannya itu memamerkan suaminya yang sudah menjemputnya.

"Iya deh iya yang baru nikah." oloknya dengan nada bercanda yang disrespon dengan tawa oleh Kinan.

"Dokter juga ada tuh yang nungguin di depan." celetuk Kinan.

Kaluna mengernyitkan dahi. "Siapa? Saya gak punya janji sama siapapun hari ini." tanyanya bingung.

Kinan mengangkat kedua pundaknya dengan ekspresi jahil. "Katanya sih calon suaminya dokter." ujarnya jahil.

Kaluna tertawa kecil mendengar ucapan Kinan karena dia tahu benar siapa laki-laki yang berani mengaku-ngaku seperti itu.

Kinan dan Kaluna keluar dari ruangan yang bertuliskan nama Kaluna di depannya. Lorong rawat jalan sore itu belum kosong, masih terdapat beberapa pasien yang menunggu panggilan dari dokter lain. Senyum Kaluna dan Rendra beradu saat mata mereka melempar tatap satu sama lain.

"Duluan ya dok" bisik Kinan dengan ekspresi jahil yang langsung diiyakan oleh Kaluna.

Rendra yang semula duduk di kursi tunggu terlihat mendekat ke arah Kaluna yang masih berdiri di ambang pintu ruangannya.

"Tumben dijemput?" tanyanya asal karena jujur saja Kaluna tidak tahu harus mengatakan apa kepada laki-laki yang ada di depannya itu.

Rendra mengangkat kedua pundaknya. "Lagi simulasi jadi suami siaga." jawabnya dengan ekspresi jahil yang berhasil membuat pipi Kaluna bersemu merah.

"Pulang yuk." Rendra mengulurkan tangannya.

"Yuk." ucap Kaluna tanpa menerima uluran tangan Rendra.

Rendra menghela napas. "Kok gak mau di gandeng?" protesnya saat mengikuti langkah kaki Kaluna yang bergerak meninggalkannya.

"Ini di rumah sakit mas. Gak enak dilihat yang lain." jelasnya singkat sembari berusaha menahan tawa saat melihat ekspresi kesal Rendra.

"Mas.." panggilnya begitu mereka masuk ke dalam lift.

"Aku sudah bilang mama mau ambil alih perusahaan ayah." lanjutnya menjelaskan. Rendra yang semula tampak kesal seketika ekspresinya berubah menjadi cukup serius.

"Respon mama?" tanyanya kemudian. Ekspresi harap-harap cemas tergambar jelas di wajah Rendra karena hanya ini satu-satunya cara membantu Kaluna tanpa membuatnya merasa berhutang budi.

Kaluna mengalihkan pandangannya ke Rendra yang berada di sisi kanananya. Sorot mata sendu dengan ekspresi wajah datar membuat Rendra semakin cemas menunggu jawaban dari wanita berstatus kekasihnya itu.

Kaluna menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. "Mama kasih izin, tapi mas Hendra gak mau."

Rendra seketika diam. Di hati terdalamnya ingin sekali laki-laki itu memaki kakak pertama Kaluna. Tidak, Rendra bukan hanya ingin memaki, Rendra bahkan ingin sekali menghajar hingga memenjarakan Hendra karena membuat hidup kekasihnya menjadi penuh ketakutan setiap harinya.

"Tapi yang punya hak mama kan?"

Kaluna mengangguk. "Mama sudah kasih izin, jadi mas Hendra mau gak mau harus aku depak dari perusahaan mas. Aku gak bisa kerja dengan dua kepemimpinan dalam satu tempat." Kaluna menjelaskan.

Rendra seketika memeluk Kaluna, helaan napas lega terdengar jelas saat laki-laki itu mendengar penjelasan kekasihnya.

"Mas temani sampai semuanya selesai." ucapnya lembut.

Kaluna mendorong pelan tubuh Rendra. "Gak mau!" Kaluna menolak dengan nada tegas.

Dahi Rendra mengernyit. "Kok gak mau?" tanyanya bingung.

"Kalau masalah hidupku sudah selesai, mas Rendra mau pergi gitu maksudnya?"

Sadar dengan ucapannya, Rendra terkekeh pelan. "Nggak gitu sayang makasudnya, maksudku tuh.." Kalimat Rendra terhenti saat pintu lift terbuka dan terlihat Dhira sedang menatap mereka berdua dengan tatapan malas.

"Bisa jaga jarak gak?" tanyanya sinis saat melihat tangan Rendra masih menempel di punggung Kaluna. Sadar dengan kalimat sahabatnya, Kaluna segera mundur beberapa langkah untuk menjaga jarak dengan Rendra.

"Bisa-bisanya pacaran di lift." Omelnya saat memasuki lift yang juga ditumpangi oleh Kaluna dan jug Rendra.

"Jutek amat sih?" goda Rendra sembari megacak-acak rambut adiknya yang tentu saja membuat Dhira semakin kesal.

"Mama kondisinya gimana Lun?"

Kaluna tersenyum. "Membaik kok. Tekanan darahnya juga stabil. Tapi ya itu, masalah pikiran itu yang masih sulit dikendalikan Ra."

Dhira mengusap lembut pundak Kaluna. Sorot mata bingung dan ekspresi sendu selalu tampak jelas di mata Kaluna setiap kali membahas tentang masalah yang diciptakan oleh Hendra.

"Orang bank masih suka ke rumah?"

Kaluna menghela napas kasar. "Aku kasih tahu jangan ke rumah, soalnya cuma mama yang di rumah. Aku suruh ke rumah mas Hendra." jelasnya dengan sorot mata bingung.

Dhira mengangguk mengerti. "Penyelesaiannya gimana?"

Belum sampai Kaluna menjawab, pintu lift sudah terbuka yang membuat Kaluna mengurungkan niatnya untuk menjelaskan semuanya.

"Lun, mas tunggu di parkiran ya?" Rendra menyela.

Kaluna mengangguk, begitu juga dengan Dhira yang membiarkan kakaknya pergi. Kaluna dan Dhira menyusuri jalan ke gedung utama dimana ruangan mereka berada.

"Mas Hendra gak bisa dihubungi, setiap kali dicari orang bank dia gak pernah ada." ujarnya yang diiringi dengan helaan napas.

"Istrinya?" Dhira penasaran.

Kaluna menggeleng. "Mas Hendra gak pernah pulang ke rumah. Jadi rumah mama itu benar-benar gak di cicil sama sekali sampai sekarang hampir 7 bulan."

Dhira menghela napas, mencoba mengendalikan emosinya. Ada sisi hatinya yang sangat ingin menyeret Hendra ke polisi karena mempersulit hidup Kaluna.

"Mas Rendra bilang kamu ambil alih posisi Presdir?"

Kaluna mengangguk. "Iya. Mas Rendra mau ajarin sampai aku bisa. Ya walaupun mungkin gak akan bisa untuk lunasin rumah mama, tapi minimal D'Book Print yang ayah bangun bisa aku selamatin."

Dhira meraih tangan Kaluna yang tergantung bebas. Digandengnya tangan sahabatnya itu saat menyusuri jalan menuju ke gedung utama. Tidak ada lagi pembahasan apapun di antara mereka setelahnya.

Kaluna berjalan keluar dari lobby utama setelah berganti pakaian di ruangannya. Dua ujung bibirnya tertarik tipis saat melihat Rendra berdiri bersandar di mobil warna dark gray. Lelaki yang sedang berkutat dengan ponselnya itu terlihat cukup serius saat Kaluna mendekatinya.

"Sibuk mas?"

Rendra mengangkat kepalanya, membuat lelaki yang sedari tadi berfokus ke layar ponselnya harus beralih ke arah wanita cantik yang berdiri di depannya.

"Udah ngobrolnya sama Dhira?" tanyanya lembut seraya tangannya mengusap kepala Kaluna.

Kaluna mengangguk. "Udah dijemput Athar dia." ucapnya yang dijawab dengan tawa kecil oleh Rendra.

"Ya udah, pulang yuk."

Kaluna mengangguk. Dengan cepat Rendra membuka pintu mobil bagian penumpang untuk mempersilahkan Kaluna masuk.

"Awas kepalanya." ucapnya seraya meletakkan tangan kirinya di atas kepala Kaluna.

Terpopuler

Comments

PemujaMu 😘😘😘

PemujaMu 😘😘😘

duh baru juga maju selangkah udah ada masa lalu aja di depan 🤣🤣🤣🤣

2024-03-30

0

Ayangnya Junmyeon❤

Ayangnya Junmyeon❤

Duhhhh stok masrendd msh ada gasiii thorrr, mau dong kranjang kuningnya😭😭😭

2024-03-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!