Bab 13

Bab 12

 

Rendra mendekati wanita yang terlihat masih diam di kursi taman rumah sakit dengan tatapan kosong itu.

Kaluna terhenyak saat merasakan sebuah jaket menutupi tubuh bagian belakangnya. “Mas Rendra belum pulang?” tanyanya dengan tatapan tidak fokus.

Rendra mengambil ruang kosong tempat duduk di sisi kanan Kaluna. “Mas gak pulang, mas temani kamu di rumah sakit malam ini.” Ucapnya dengan helaan napas.

“Pulang aja mas, mama biar aku yang jaga.”

Rendra menoleh ke sisi kirinya. Matanya menatap dalam wanita cantik yang sedang menatapnya dengan sorot mata kosong.

“kakak kamu pulang. Kalau aku ikut pulang, yang temani kamu siapa?”

Kaluna tersenyum tipis. “Aku kan biasa tidur di rumah sakit mas, jadi gak masalah kalaupun harus nungguin mama sendirian.” Jelasnya coba menenangkan Rendra.

Rendra menggeleng. “Aku disini aja, nemenin kamu.”

“Mas, mama kan di rawat di ICCU, aku bisa tidur di ruanganku, kamu mau tidur dimana?”

Rendra berpikir sebentar. “Di depan ICCU kan ada kursi tunggu Lun, aku bisa tidur disitu.”

Kaluna segera menggelengkan kepala tanda dia menolak keras kemauan Rendra. “Yang ada badan kamu sakit semua mas.” Ucapnya kesal.

“Ya udah, aku tidur di ruangan kamu ya?”

Kaluna mengernyitkan dahi. “Di ruanganku Cuma ada satu ranjang kecil mas.”

“Aku bisa tidur di sofa.” Jawabnya cepat yang berhasil membuat Kaluna menghela napas tanda dia menyerah dengan perdebatan tidak penting ini.

“Ya sudah. Tidur di ruanganku saja.”

Rendra hanya tersenyum tipis melihat kekasihnya yang akhirnya menyerah daripada berdebat dengannya perihal tempat tidur mereka malam ini.

Rendra meraih tangan Kaluna yang sedari tadi dia biarkan bebas di atas pangkuannya. “Tadi kenapa nangis?” telisiknya.

“Mas lihat ya?”

Rendra mengangguk. “Tadi mas mau cari kamu, begitu mas cari ternyata kamu lagi nangis di ujung lorong IGD.”

Kaluna tersenyum sinis, matanya menatap lurus ke arah beberapa orang yang masih berlalu lalang di area rumah sakit walaupun malam sudah semakin larut.

“Aku juga gak tahu mas. Setelah kepergian ayah, aku selalu takut kalau lihat ibu sakit.”

Rendra hanya diam, lelaki itu menunggu Kaluna menyelesaikan kalimatnya.

Flashback

Malam itu, Kaluna yang berusia 12 tahun terbangun sekitar pukul 11 malam. Suaranya memanggil ibu dan ayahnya, tetapi tidak mendapat jawaban.

“Cari siapa dek?” tanya Theo, kakak laki-laki yang paling dekat dengan Kaluna.

“Ayah sama mama kemana mas?” tanyanya dengan ekspresi bingung.

Anak laki-laki yang memiliki selisih usia 4 tahun dari Kaluna tersebut menggenggam tangan adiknya.

“Mama sama mas Hendra antaerin ayah ke rumah sakit dek.”

Kaluna kecil menatap bingung ke arah kakaknya. “Ngapain mas mereka malam-malam ke rumah sakit?” tanyanya tidak mengerti.

Theo mengangkat kedua pundaknya. “Mas juga gak tahu. Tadi ayah bilang dadanya rasanya sakit, habis itu mama sama mas Hendra lagngsung bawa ayah masuk mobil terus ke rumah sakit.”

Kaluna yang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi hanya mengangguk . Anak perempuan itu tidak tahu lagi harus merespon atau ebreaksi seperti apa.

“Tapi nanti ayah pulang kan mas?”

Theo menggeleng. “Mas juga gak tahu dek. Mama cuma bilang untuk mas jaga kamu di rumah”

Kaluna hanya diam. Anak berusia 12 tahun yang sebentar lagi akan berulang tahun itu hanya diam. Dia tidak tahu harus merespon bagaimana dengan kondisi yang sedang terjadi.

Keesokan harinya, Kaluna memeluk mamanya yang baru saja masuk ke dalam rumah. Wanita itu tersenyum lembut, tangannya mengusap kepala putri buungsunya dengan sorot mata lelah.

Kaluna melihat ke arah belakang mamanya, mencari sosok laki-laki yang biasa dia panggil dengan sebutan Ayah. “Ayah mana ma?” tanyanya penasaran.

Mama Kaluna kembali tersenyum. “ayah tidur di rumah sakit dulu ya dek.” Ucapnya coba memberi pengertian.

Kaluna mencebik, anak perempuan itu menunjukkan ekspresi kecewa saat mendengar ayahnya tidak ikut pulang ebrsama mamanya.

“Kenapa?” tanya Mama Kaluna.

Kaluna menggeleng. “Padahal kan besok ulang tahun Luna ma.” Ucapnya dengan nada sedih. Wanita berusia 40 tahunan akhir itu hanya bisa menghela napas melihat putri bungsunya berjalan meninggalkannya dengan ekspresi sedih.

“Ulang tahunnya dirayakan nanti kalau ayah pulang aja ya?” ucapnya seraya mengikuti langkah putri bungsunya.

Kaluna hanya bisa mengangguk. Ya, anak kecil satu itu memang jarang sekali protes. Dia emmang keras kepala, tapi dia adalah anak yang paling penurut di antara saudara-saudaranya.

Malam harinya, Kaluna yang sedang belajar di kamarnya dikejutkan dengan suara teriakan ibunya. Gadis kecil dengan rambut panjang itu segera berlari keluar kamar, menuruni tangga rumahnya untuk melihat apa yang etrjadi dengan ibunya.

Sesampainya di ruang tamu, Kaluna seketika membeku saat melihat ibunya sedang menangis histeris dalam dekapan mas Hendra, kakak poertamanya.

Kaluna diam, gadis kecil itu masih coba menelaah apa yang sebenarnya terjadi. Tatapannya dia edarkan ke beberapa orang pegawai ayahnya yang malam itu berkunjung ke rumahnya.

Theo yang baru saja masuk ke dalam rumah segera mendekap tubuh Kaluna. Tidak, anak perempuan itu tetap tidak paham dengan apa yang sedang terjadi di keluarganya.

“Mas, ini ada apa?” tanyanya dengan ekspresi bingung.

Theo meraih kedua tangan adiknya yang sedari tadi menggenggam erat tangan kirinya. Laki-laki berusia 17 tahun itu menatap iba ke arah adiknya. “Ayah meninggal dek.”

Deg!

Jantung Kaluna seketika terasa berhenti berdetak. Sorot matanya berubah menjadi kosong hingga kedua kakinya yang tidak mampu lagi menjadi tumpuan tubuhnya. Ya, anak perempuan itu sedang terduduk lemas di lantai dengan posisi mamanya yang masih menangis histeris di dekapan mas Hendra.

Theo berlutut di depan adiknya, anak laki-laki itu berusaha membantu adiknya untuk berdiri tetapi tangannya di tepis oleh Kaluna.

Mata kosongnya tiba-tiba berubah menjadi sangat merah. “mas Theo bohong kan mas? Ayah cuma harus rawat inap lebih lama aja kan mas? Iya kan mas?” Calula berteriak sembari memukul dada Theo dengan keras.

Tangisan dan jeritan Kaluna justru berhasil membuat mamanya kembali etrsadar. Wanita yang sebelumnya menangis histeris itu seketika mendekap putri bungsunya, mendekap anak yang pernah memiliki mimpi ingin di antarkan ke altar pernikahan oleh ayahnya.

“Dek sudah dek, masih ada mama.”

Ucapan mamanya seperti hanya sebuah pantulan yang tidak bisa diterima dengan baik oleh Kaluna. Anak perempuan itu masih menangis dengan teriakan yang benar-benar tidak bisa dikendalikan. Tidak ada yang bisa dilakukan mamanya selain hanya mendekap tubuh putri bungsunya.

Sejak kepergian sang Ayah, Kaluna tidak pernah mau lagi merayakan hari ulang tahunnya. Baginya, memori ulang tahun akan terasa berbeda setelah kepergian sang Ayah dari hidupnya.

Terpopuler

Comments

Vhika Pendong Limbat

Vhika Pendong Limbat

lanjuttt

2024-03-20

1

lakesya aldebaran

lakesya aldebaran

thor...lama nunggu up bacanya bentar banget udah gitu flashback...berasa kurangggg terus ketemu sama masrend/Sob//Sob//Sob//Sob/

2024-03-19

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!