Bab 1

Suara ketukan pintu membuat Luna yang sedang memejamkan mata di kursi kerjanya membuka matanya.

"Kenapa?" tanyanya dengan ekspresi datar saat melihat Dhira, Presiden Direktur sekaligus sahabat baiknya masuk ke ruangannya.

"Makan siang yuk, lapar," ucapnya dengan ekspresi manja.

Kaluna hanya menghela nafas lalu menggeleng, wanita itu beralasan perut dan kepalanya sama-sama sedang penuh saat ini.

Dhira yang awalnya bersemangat tiba-tiba menunjukkan tatapan iba ke arah Kaluna yang kembali memejamkan matanya.

Ditariknya satu kursi di depan meja Kaluna agar dia bisa duduk,

"Orang bank ke rumah lagi Lun?" tanyanya dengan suara lirih yang membuat Kaluna membuka matanya. Tatapan kosongnya dia arahkan ke langit-langit ruangan bersamaan dengan helaan nafas berat yang berarti adalah jawaban "ya" dari pertanyaan Dhira.

"Pakai uang mami dulu aja ya? Biar aku yang bilang ke mami."

Kaluna menggelengkan kepala dengan cepat, "500 Miliar aku mau bayar pakai apa Ra?" ucapnya dengan nada pasrah.

Lagi Dhira hanya bisa menghela nafasnya. Semenjak usaha orang tuanya bangkrut setelah di kelola oleh kakak laki-lakinya, wanita berusia 32 tahun itu terpaksa harus mengangsur hutang kakaknya setiap bulan.

"Rumah mama dipasang plang disita Ra," jelasnya dengan mata yang mulai basah dan suara yang mulai bergetar. Wanita itu tampak berulang kali menghela nafas sembari mencoba sebisa mungkin menahan air matanya.

Ingin sekali dia melepas tanggung jawab, tetapi sekarang ibunya bahkan tinggal di rumah dengan posisi terpasang tulisan disita dari bank yang membuatnya dan kakak perempuannya harus mati-matian melunasi rumah yang dijadikan kakak laki-lakinya sebagai jaminan di bank.

"Mama gimana Lun?" kali ini Dhira bertanya dengan cukup pelan setelah mengetahui kondisi terbaru dari kasus hutang piutang mas Hendra, kakak pertama Kaluna.

Dengan sorot mata kosong, wanita berkacamata itu hanya mengangkat kedua pundaknya,

"di luar ya baik-baik aja Ra, tapi di dalam hatinya mama pasti hancur. Rumah itu beliau rintis bersama mendiang ayah" jelasnya mengingat kembali kenangan dari rumah utama yang masih ditempati oleh mamanya.

"Mas Hendra?"

Mendengar nama kakak pertamanya, Kaluna hanya tersenyum sinis, "tau dimana tuh orang, mati kali." ucapnya sarkas dengan sorot mata kecewa dan marah yang bercampur menjadi satu.

"Aku bilangin ke mami aja ya? Atau aku bilang mas Rendra aja biar bantu kamu kalau kamu gak mau pakai uangku,"

"Gak Ra! Aku gak mau berhutang sama siapapun lagi." jawabnya tegas menolak bantuan Dhira.

Kaluna menghela nafas seraya melepas kacamatanya,

"maaf ya Ra, aku gak maksud bentak kamu," ucapnya dengan nada menyesal.

"santai aja Lun, gak papa kok."

"Gajiku gak akan cukup kalau harus lunasin semua hutangnya mas Hendra, apalagi kalau harus merintis ulang kerajaan usaha yang ayah tinggalkan Ra," ujarnya dengan nada pasrah.

"Mama gak mau ikut tinggal sama kamu dulu aja Lun?"

Kaluna menggeleng. Wanita itu menjelaskan kalau ibunya bersikeras untuk tetap tinggal di rumah utama walaupun terdapat plang tulisan disita disana.

"Berarti mba Karin disana?"

Lagi Kaluna hanya mengangguk saat Dhira menanyakan keberadaan kakak perempuan keduanya.

"Mas Arka sama mas Radit yang malah bantuin mikir cara lunasin hutang mas Hendra," ujarnya pasrah.

"Makan dulu yuk, minimal biar ada tenaga buat rawat jalan sore,"

Dhira coba membujuk Kaluna tetapi wanita itu kembali menolak,

"Makan aja Ra, aku gak lapar." ucapnya dengan tatapan kosong.

Manik mata coklat itu benar-benar terlihat bingung dengan semua yang terjadi dalam hidupnya akhir-akhir ini.

"Pesan makan aja ya? Biar aku pesanin sekalian sama Gheya."

"Terserah Ra, ikut aja deh,"

...****************...

Flashback

Kaluna yang baru saja pulang dari kampus sedikit terkejut melihat ibu, 4 kakak dan 2 kakak iparnya sedang mengadakan rapat di rumah.

"Ada apa?" tanyanya ragu saat masuk ke dalam rumah.

"Mas Hendra ditipu orang dek, uangnya dibawa kabur dan sekarang perusahaan ayah terancam bangkrut." ucap mba Prisha, kakak kedua dari Kaluna.

Kaluna yang masih mahasiswa semester dua seketika kakinya terasa lemas yang dimana untuk menopang tubuhnya sendiri saja rasanya seperti sudah tidak mampu.

"Kok bisa?" tanyanya dengan nada bergetar dan tatapan tidak mengerti,

"Kan aku udah selalu bilang jangan kasih uang usaha atau perusahaan ke orang lain, kenapa gak ada yang mau dengar?" lagi ucapnya dengan tatapan kosong dan nada bergetar menahan tangis.

Mba Prisha hanya bisa menghela nafas, begitu juga dengan 2 orang kakaknya yang lain.

"Ya dia itu biasanya bisa dipercaya Lun," elak Hendra yang tentu saja langsung mendapat respon tatapan tajam dari Kaluna yang masih berdiri tidak jauh dari pintu.

"Aku kan sudah bilang puluhan kali mas untuk membedakan urusan pertemanan dan perusahaan. Kalau ditipu begini, siapa yang akan bertanggung jawab?" ucapnya dengan sorot mata penuh kemarahan yang tidak mendapat jawaban apapun dari orang-orang yang ada di hadapannya.

"Kuliah kamu cuti dulu gimana? Uang buat kamu bayar semesteran dipakai tambah buat bayar angsuran dulu."

Lagi Kaluna hanya bisa menghela nafasnya,

"Yang mau aku ambil jurusan kedokteran kalian tapi sekarang kalian juga yang mempersulitnya? Kalian ini maunya apa apa sebenarnya?" tanyanya dengan ekspresi tidak mengerti.

Kaluna mengedarkan pandangan tajamnya ke semua orang yang ada di ruang tamu rumahnya,

"Aku gak akan cuti kuliah apapun alasannya! Kalau mas Hendra gak becus pimpin perusahaan, mending turun aja, cari orang yang berkompeten! Nanti setelah lulus biar aku yang ambil alih," ucapnya penuh penekanan dan sorot mata penuh kemarahan sebelum meninggalkan orang-orang di ruang tamu rumahnya.

...****************...

Flashback end

Gheya masuk dengan membawa makanan sembari memberi kode ke Dhira mempertanyakan kondisi Kaluna yang sedang berbaring dan menutup matanya di sofa.

Dhira hanya menggeleng tanda kalau Kaluna benar-benar sedang tidak bisa di ganggu sekarang ini.

"Makan dulu neng," celetuk Gheya sembari memukul lembut betis Kaluna.

Kaluna menghela nafas sebelum menurunkan lengan yang sedari tadi dia gunakan untuk menutup matanya. Dhira dan Gheya hanya saling tatap saat melihat mata merah Kaluna yang mereka tahu wanita itu sepertinya baru saja menangis dalam diamnya.

"Makan dulu neng, nangis juga butuh tenaga," celetuk Gheya sembari menarik tangan kanan Kaluna untuk memberikannya sumpit.

"Kalau rumah mama gak bisa balik gimana ya?"

Gheya dan Dhira hanya bisa saling tatap disaat Kaluna hanya menatap kosong ke arah sushi yang ada di depannya.

Dhira yang duduk di depan Kaluna memutuskan untuk pindah ke sofa single yang ada di sisi kanan Kaluna.

"Lun," panggilnya seraya meraih tangan Kaluna. Tatapan kosong Kaluna berpindah dari sushi ke arah Dhira yang sedang menatapnya dengan tatapan tidak tega,

"Pasti balik kok, percaya sama aku." ucapnya meyakinkan sahabatnya yang sudah benar-benar di ambang kehilangan semua harta yang dimilikinya.

Terpopuler

Comments

Alina

Alina

woaa akhirnya keluar juga yg sudah ku tunggu² /Determined/

2024-02-25

0

nis_ma

nis_ma

Woahhh ini adiknya Karin tohhh

2024-02-25

1

Vhika Pendong Limbat

Vhika Pendong Limbat

sakit banget pasti 💔

2024-02-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!