Bab 4

Kaluna yang baru saja keluar dari rumah lagi-lagi dikejutkan dengan ulah aneh dari manusia bernama Rajendra.

Kaluna menghela nafas, "apa yang anda lakukan disini Ketua?" tanyanya dengan tatapan malas.

"Menjemput istriku," jawabnya dengan ekspresi tengil yang membuat Kaluna menatapnya kesal.

"Sejak kapan nama belakangku berubah menjadi Wicaksono?" tanyanya kesal. Rendra memutar bola matanya seolah-olah sedang berfikir,

"Seharusnya sih dari beberapa tahun yang lalu seandainya kamu tidak minta berpisah,"

Kaluna menatap malas ke arah Rendra yang terus membahas tentang masa lalu mereka.

"hubungan kita sudah selesai mas, kenapa terus-terusan membahasnya?" ucapnya kesal.

Rendra mengangkat kedua pundaknya, "aku hanya ingin kita kembali, itu saja," jawabnya dengan ekspresi tidak bersalah.

"Dengarkan aku."

Rendra yang berdiri di samping mobil mencoba berdiri tegak untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh Kaluna.

"Kita tidak akan pernah kembali," Kaluna menjeda ucapannya seraya menghela nafas,

"Sekarang semua beban ada di pundakku. Aku harus membayar hutang, aku harus menghidupi ibuku. Aku masih terus dikejar bank karena mas Hendra menghilang entah kemana. Belum lagi aku harus mencari 500M untuk membeli lagi rumah ibuku yang sudah dipasang plang tulisan disita. Aku benar-benar tidak punya waktu untuk berkencan," ucapnya melanjutkan kalimatnya yang tertunda.

Rendr meraih tangan Kaluna, di genggamnya tangan itu dengan erat,

"Kalau begitu ayo bagi beban itu denganku. Pundakku masih cukup mampu untuk berbagi beban denganmu Lun." ucapnya dengan tulus yang tetap direspon dengan gelengan kepala oleh Kaluna.

"ayo kita hadapi sama-sama Lun, ayo kita bereskan semuanya sama-sama. Mau sampai kapan kamu menanggung semuanya sendirian? Aku rindu kamu yang dulu Lun,"

Kalimat Rendra berhasil membuat mata Kaluna menjadi nanar. Ya, jangankan Rendra, dia sendiri pun merindukan dirinya yang dulu.

Kaluna menghela nafas lalu melepas tangan Rendra dengan lembut,

"Terimakasih mas, tapi ini semua bebanku. Aku tidak mau membawa laki-laki baik ke dalam kubangan masalahku." ucapnya lembut yang mendapat tatapan sentimental dari Rendra.

"Uang bengkel akan aku transfer nanti. Aku permisi dulu." pamitnya meninggalkan Rendra yang hanya bisa menatap punggung Kaluna yang pergi meninggalkannya menuju ke arah jalan raya untuk mencari taxi.

...****************...

"dokter Luna tidak masuk?"

Luna terhenyak saat seorang perawat yang sudah di dalam lift memanggilnya. Dengan sedikit kelabakan wanita itu bergegas masuk ke dalam lift, tubuhnya coba mencari posisi di barisan bagian belakang lift.

Kaluna melangkahkan kakinya keluar ruangan saat lift sudah berhenti di lantai 9, lantai dimana ruangan wanita itu berada.

"Diem aja neng? Awas kesambet lho."

Kaluna hanya tertawa kecil saat melihat Dhira yang sedang berdiri di ambang pintu ruangan dengan tulisan Presiden Direktur.

"Kalau kesambet kan situ pawangnya," jawabnya asal yang mendapat respon tawa dari Dhira.

"Tadi mas Rendra ke rumah," ucapnya saat Dhira ikut masuk ke ruangan Kaluna.

"ngapain dia pagi-pagi bertamu? Gak punya kerjaan apa gimana itu orang?" tanyanya santai saat sudah duduk di sofa ruangan Kaluna.

"ngaku-ngaku jadi suami," jawab Kaluna dengan senyum tipis sembari menggantung kemeja yang dipakainya dari rumah.

Dhira mengernyitkan dahi saat mendengar ucapan sahabatnya,

"ha? Gimana maksudnya?" tanyanya tidak mengerti.

Kaluna hanya tersenyum, di ambilnya sepatu sport yang biasa dia gunakan saat sedang bekerja.

"Jadi kemarin aku kecelakaan, bagian belakang mobilku ringsek," Kaluna menjeda kalimatnya saat sudah duduk di sisi kanan Dhira.

"Kecelakaan? Kamu gak papa? Mas Rendra kok gak bilang?"

Kaluna tertawa kecil, "ya kaya gini nih yang bikin aku gak mau bilang. Kamunya gampang panik Ra," celetuknya.

Dhira membuat ekspresi kesal dengan memajukan bibirnya yang justru mendapat cubitan gemas di pipinya dari Kaluna.

"Aku kan khawatir Lun," ucapnya pelan.

"Iya iya, tau kok kalau anak bayikku khawatir. Maaf ya karena gak ngasih tahu," ucapnya sembari menepuk-nepuk kepala Dhira.

Di antara mereka bertiga, Dhira adalah si bungsu. Kaluna hanya lebih tua 3 bulan dari Gheya, tetapi dengan Dhira, dua orang itu lebih tua satu tahun yang tidak jarang membuat mereka memperlakukan Dhira seperti anak bungsu.

"Terus tadi mas Rendra ngapain?" lanjut Dhira penasaran.

"Pagi-pagi ada orang ke rumah, ya aku pikir dari bank, eh ternyata dari bengkel. Bilangnya disuruh suamiku buat ambil mobilku," ucapnya dengan ekspresi malas yang membuat Dhira tersenyum saat melihat mata berbinar Kaluna setiap kali membahas tentang Rajendra, kakak pertamanya.

"terus?" tanya Dhira dengan tatapan hangat.

"Ternyata mas Rendra yang nyuruh. Tadi dia juga kesana mau nganter kerja, tapi aku tolak."

Tatapan sendu Kaluna berhasil ikut menghapus senyum di wajah Dhira.

"Lun," panggil Dhira dengan tatapan tulus yang membuat Kaluna mengalihkan pandangan ke arah Dhira.

Dhira meraih tangan sahabatnya itu, menggenggamnya erat seperti yang selalu mereka lakukan satu sama lain.

"Mau sampai kapan kamu tanggung semuanya sendirian? Bahkan mas Hendra yang seharusnya bertanggung jawab sekarang tidak tahu dimana."

Kaluna menatap ragu ke arah Dhira setelah mendengar pertanyaannya,

"Aku hadapi sampai aku gak kuat untuk berdiri lagi Ra. Janjiku ke mendiang ayah kan melindungi ibuku,"

Dhira menghela nafasnya, matanya ikut berkaca-kaca saat melihat beban berat yang dipikul sahabatnya.

"Kalau kamu gak izinin aku ataupun Gheya bantu kamu, minimal biarin mas Rendra bantu kamu Lun, bagaimanapun juga..."

"Nggak Ra." jawabnya tegas memotong kalimat Dhira yang bahkan belum sempat diselesaikan.

"Aku gak akan bawa siapapun masuk ke kubangan masalahku. Aku gak mau orang-orang tidak bersalah harus ikut menanggung bebanku Ra,"

"Tapi ini juga bukan salah kamu Lun!" Dhira tanpa sadar membentak Kaluna yang selalu bersikeras bahwa dia harus menyelesaikan masalah ini sendirian.

"Mas Hendra Lun yang harusnya tanggung jawab! Bukan kamu!" ucapnya tegas.

"Tapi sekarang kamu lihat, dia kemana? Ada dia muncul? Gak ada Lun! Sekarang orang bank selalu nyari kamu, orang bank selalu ke rumah kamu. Kamu juga yang bayar hutang ke investor gara-gara mas Hendra gak becus kelola perusahaan. Bahkan kamu dapat ancaman bakalan di cari ke rumah sakit karena kamu ikut tandatangan waktu rumah mamamu dijadikan jaminan di bank. Mau sampai kapan kamu berusaha berdiri sendiri Lun? Kamu gak capek? Aku aja lihatnya capek Lun!"

Tetesan air mata tanpa sadar membasahi pipi Kaluna saat Dhira meluapkan semua kekesalannya. Tidak, Kaluna tahu benar Dhira tidak marah padanya. Dhira hanya marah dengan keadaan yang membelit sahabatnya, sama seperti Kaluna yang sedang marah dengan keadaannya saat ini.

"Aku bakalan kerja di dua rumah sakit Ra," ucapnya seraya menghapus air mata dengan punggung tangannya.

Dhira mengusap wajahnya dengan frustasi. Semua keputusan yang dibuat Kaluna selama setahun terakhir benar-benar membuatnya nyaris gila.

"Lun, kerja di dua rumah sakit gak segampang itu,"

"aku tahu Ra, tapi aku bisa apa? Aku sudah gak punya apa-apa selain ijazah dan gelarku! Aku juga capek Ra!" ucapnya dengan nada yang ikut meninggi diiringi dengan tangisannya yang sudah tidak bisa dia sembunyikan lagi.

Dhira bergegas mendekap Kaluna yang sedang menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Maaf ya Lun, harusnya aku gak ngomong gitu," ucapnya coba menenangkan wanita yang sedang menangis di pelukannya itu.

Terpopuler

Comments

Alina

Alina

jadi luna berat banget /Frown/

2024-03-02

1

Ayangnya Junmyeon❤

Ayangnya Junmyeon❤

Thorrrr tlong masrendku buat kaluna ajah gpp thorr, ikhlasssbgtt inih😭😭😭😭😭

2024-03-01

1

PemujaMu 😘😘😘

PemujaMu 😘😘😘

udah sedih sedih aja thor

2024-03-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!