"Anak-anak, ayo bangun, turun. Waktunya sarapan!" seru seorang wanita berpenampilan dewasa, dengan usia sekitar 30 tahunan, dari arah dapur lantai bawah.
"Iya, Bu~" balas suara yang terdengar dari lantai atas.
Tidak lama setelah itu, dua orang kakak-beradik turun dari lantai dua, mata mereka masih setengah terpejam dan belum sepenuhnya sadar. Keduanya lalu berjalan mendekat ke meja makan dan duduk di kursi yang ada di ruang makan dalam keadaan masih mengantuk, sesekali mengusap mata.
"Hora... ini sudah pagi, loh. Ibu sudah memasakkan makanan kesukaan kalian berdua. Jika kalian tidak bangun, kalian tidak akan kebagian, loh," ucap ibu mereka sambil bercanda, mengancam keduanya agar bangun sepenuhnya.
"Huh! Tidak...!! Aku... aku bangun. Jadi, jangan habiskan dulu masakannya sebelum aku...!" ucap gadis kecil berambut pink yang sepenuhnya terbangun.
"Hey... Kakak... Kakak... bangun! Jika tidak, aku akan memakan bagianmu, loh!" lanjutnya membangunkan anak laki-laki dengan penampilan anak berusia 5 tahun yang duduk di sebelahnya.
Anak laki-laki itu mengusap matanya dan menguap. "Oke, oke... aku bangun," katanya setengah mengantuk.
Ibu mereka tersenyum melihat kedua anaknya yang perlahan-lahan mulai terjaga sepenuhnya. "Nah, itulah semangat yang Ibu suka. Sarapan sudah siap. Ayo, makan sebelum dingin."
Gadis kecil itu segera menyantap makanan dengan antusias, sedangkan kakaknya mulai mengambil piringnya dengan mata yang sudah mulai terbuka sepenuhnya. Sarapan pagi itu pun dimulai dengan kebersamaan dan canda tawa di meja makan, membangun suasana hangat dalam keluarga mereka.
Ayah mereka, yang juga ikut makan bersama, memperlihatkan sedikit kebahagiaan melihat keluarganya yang manis dan harmonis ini.
"Jadi, ke mana kalian ingin pergi hari ini?" tanya Ayah kepada kedua anaknya.
"Eh...? Kami yang memutuskan?" tanya gadis itu sambil mengarahkan sendok ke mulutnya dengan tidak percaya.
"Tentu, ini hari perayaan untuk kalian karena sudah berhasil masuk sekolah dasar," lanjut Ibu dengan senyuman bangga.
"Kalau begitu, aku ingin ke taman akuarium!" seru gadis itu dengan penuh antusias.
"Bagaimana denganmu?" tanya Ayah sambil mengarahkan pandangannya ke anak laki-lakinya.
Anak laki-laki itu, yang sudah lebih terjaga, berpikir sejenak sebelum menjawab. "Aku ingin pergi ke taman bermain," katanya dengan mata berbinar.
Ayah tersenyum dan melihat ke Ibu. "Bagaimana kalau kita pergi ke taman akuarium dulu, lalu lanjut ke taman bermain? Kita bisa membuat hari ini menjadi sangat spesial untuk kalian berdua."
Ibu mengangguk setuju. "Terdengar seperti rencana yang bagus. Ayo kita bersiap-siap setelah sarapan."
Kedua anak-anak bersorak kegirangan, senang dengan rencana hari itu. Sarapan pagi itu pun berlanjut dengan semangat dan kegembiraan, penuh dengan obrolan, benar-benar keluarga bahagia yang harmonis seakan dewa selalu menjaga kehangatan keluarga tersebut.
Namun, kehangatan yang keluarga itu perlihatkan mungkin membuat orang-orang iri dan dengki sehingga mengutuk keluarga itu.
Dalam perjalanan menuju taman akuarium, sebuah kecelakaan hebat menimpa mereka. Mobil yang mereka naiki tergelincir dan terjun ke jurang dalam. Kedua orang tua mereka meninggal di tempat, meninggalkan anak-anak mereka sendirian di dunia. Seakan kutukan belum puas menghancurkan keluarga tersebut, gempa hebat terjadi di sekitar mereka.
Kini, anak-anak itu berusaha keluar dari mobil yang terbalik, dihadapkan dengan situasi bahaya lainnya. Mobil mereka yang terbalik mulai jatuh bebas ke dalam lubang besar yang disebabkan oleh gempa. Kegelapan dan debu menyelimuti mereka, suara gemuruh tanah yang bergerak semakin keras.
Gadis kecil itu menangis, tangannya gemetar saat mencoba membuka sabuk pengamannya. "Kakak, aku takut..."
Anak laki-laki itu, meskipun takut, mencoba tetap tenang. "Tenang, kita akan keluar dari sini. Jangan panik." Dia berhasil melepaskan sabuk pengamannya dan merangkak ke adiknya, dengan cepat membebaskannya juga.
Entah keajaiban atau takdir. kedua anak itu selamat, mereka berhasil keluar dari mobil terbalik yang baru saja jatuh bebas ke bawah tanah.
Dengan gemetar, mereka merangkak keluar dari mobil, bergerak menuju celah kecil di tepi lubang. Mereka saling berpegangan tangan, mendukung satu sama lain di tengah kekacauan.
"Jangan lepaskan tanganku," kata anak laki-laki itu. "Kita akan selamat bersama."
Mereka berdua berjuang melewati reruntuhan dan tanah yang tidak stabil, langkah demi langkah, mencoba mencari tempat yang aman. Suara gemuruh terus mengancam mereka, tetapi tekad mereka untuk bertahan hidup lebih kuat.
Di tengah kegelapan dan kehancuran, kedua anak itu kedunya berusaha bertahan hidup. Mereka hanya memiliki satu sama lain dan harapan yang tidak.pasti bahwa mereka akan bisa keluar dari mimpi buruk ini, bersama-sama.
Saat mereka berhasil merangkak sampai ke permukaan tanah, keduanya disambut dengan pemandangan yang mengerikan.
Asap hitam membumbung tinggi di atas langit, menyelimuti pandangan mereka. Monster-monster besar dengan bentuk yang mengerikan berkeliaran, menghancurkan bangunan dan menyerang orang-orang. Teriakan dan jeritan orang-orang yang panik terdengar di mana-mana, menambah kengerian suasana.
Gadis kecil itu menggenggam erat tangan kakaknya, air matanya mengalir deras. "Kakak, apa yang terjadi? Kenapa ada monster-monster itu?"
Anak laki-laki itu, meskipun juga ketakutan, mencoba tetap tenang. "Aku tidak tahu, tapi kita harus mencari tempat yang aman. Kita tidak bisa tinggal di sini."
Mereka berdua berusaha mencari perlindungan, bergerak dengan hati-hati melalui reruntuhan dan menghindari monster-monster yang berkeliaran. Mereka melihat orang-orang berusaha melarikan diri, beberapa di antaranya tertangkap oleh monster-monster itu.
Dengan napas tersengal-sengal, mereka akhirnya menemukan sebuah bangunan yang tampak cukup kokoh. Mereka masuk ke dalam, mencari tempat yang bisa melindungi mereka sementara waktu. Di dalam, mereka bertemu dengan beberapa orang yang juga berlindung dari kekacauan di luar.
Seorang pria tua dengan wajah penuh keprihatinan melihat mereka. "Anak-anak, kalian baik-baik saja? Di mana orang tua kalian?"
Anak laki-laki itu menggelengkan kepala, air mata mulai mengalir. "Mereka... mereka meninggal dalam kecelakaan mobil. Kami sendirian." ucapnya dengan tubuh yang gemetaran.
Pria tua itu menghela napas dalam-dalam, lalu merangkul mereka berdua. "Kalian aman di sini untuk sementara. Kita harus tetap bersama dan mencari cara untuk bertahan hidup."
Di tengah-tengah kehancuran dan kengerian, kedua anak itu menemukan secercah kehangatan dan sedikit kebahagian yang bisa sedikit mengobati luka kehilangan yang baru saja mereka alami. Mereka tahu, meskipun dunia di sekitar mereka telah berubah menjadi mimpi buruk, mereka masih memiliki satu sama lain. Dan selama mereka bersama, mereka akan terus berjuang untuk bertahan hidup.
Tiga hari setelah kecelakaan, dunia telah berubah menjadi tempat yang jauh lebih berbahaya dan tidak bersahabat. Kota yang dulu damai kini penuh dengan monster yang berkeliaran, mengancam siapa pun yang berani keluar dari tempat persembunyian mereka.
Orang-orang yang berhasil selamat dari serbuan monster berjuang mati-matian untuk bertahan hidup. Bahan makanan dan obat-obatan menjadi barang yang sangat langka, dan tidak ada air bersih yang bisa digunakan karena semuanya telah tercemar oleh limbah dan racun yang dibawa oleh para monster.
Di tengah kekacauan ini, pencurian dan pembunuhan untuk memperebutkan persediaan menjadi hal yang biasa. Orang-orang yang dulu hidup dengan damai sekarang berubah menjadi sosok yang penuh dengan ketakutan dan putus asa, melakukan apa pun yang diperlukan untuk bertahan hidup.
Di salah satu sudut kota yang hancur, kedua anak itu bersembunyi bersama sekelompok orang lainnya di dalam sebuah bangunan yang rusak namun masih memberikan sedikit perlindungan. Gadis kecil itu menggenggam tangan kakaknya erat-erat, wajahnya penuh dengan ketakutan dan kelelahan.
"Aku lapar, Kak," bisiknya, suaranya hampir tidak terdengar. "Apakah kita akan mendapatkan makanan hari ini?"
Anak laki-laki itu menghela napas, mencoba menahan air matanya. "Aku tidak tahu, tapi aku akan berusaha. Kita harus tetap kuat."
Pria tua yang telah menolong mereka sejak hari pertama gempa itu mendekati mereka dengan langkah tertatih-tatih. "Anak-anak, kita harus pergi keluar mencari persediaan. Ini berbahaya, tapi kita tidak punya pilihan lain."
Mereka semua tahu risikonya. Keluar berarti menghadapi monster dan mungkin bertemu dengan orang-orang yang putus asa yang bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang mereka miliki. Namun, tetap bersembunyi di sini tanpa persediaan juga bukan pilihan yang lebih baik.
Dengan tekad yang kuat, anak laki-laki itu menggenggam erat tangan adiknya. "Kita akan baik-baik saja. Kita akan menemukan makanan dan kembali dengan selamat."
Pria tua itu mengangguk, memberikan semangat kepada semua orang yang ada di sana. "Kita harus tetap bersama dan saling melindungi. Itu satu-satunya cara kita bisa bertahan hidup."
Dengan langkah yang hati-hati, mereka keluar dari tempat persembunyian mereka, bergerak melalui reruntuhan kota yang hancur. Mata mereka waspada, telinga mereka mendengarkan setiap suara yang mencurigakan. Di dunia yang telah berubah menjadi mimpi buruk ini, hanya keberanian dan tekad kuat untuk hidup yang bisa memberikan mereka harapan untuk bertahan hidup.
Setelah lama berjalan mereka menemukan reruntuhan minimarket yang masih berdiri, dengan harapan dapat menemukan bahan makanan mereka memasuki reruntuhan itu.
Saat mereka memasuki minimarket yang setengah hancur itu, suasana sunyi dan lengang terasa mencekam. Rak-rak yang dulu penuh dengan berbagai barang kini kebanyakan kosong, hanya menyisakan beberapa barang yang terserak di lantai.
"Ayo, kita harus cepat. Siapa tahu ada kelompok lain yang juga sedang mencari makanan di sini," kata pria tua itu sambil memimpin kelompok kecil mereka masuk lebih dalam.
Anak laki-laki itu mengangguk, menggenggam tangan adiknya lebih erat. "Tetap di sampingku, jangan sampai terpisah."
Mereka semua berpencar, mencari di setiap sudut dan rak yang masih berdiri. Harapan mereka sedikit naik ketika menemukan beberapa kaleng makanan yang tersembunyi di rak paling bawah. Mereka segera mengumpulkannya dengan hati-hati.
Gadis kecil itu, sambil tetap dekat dengan kakaknya, menemukan botol air mineral yang setengah penuh di bawah reruntuhan meja kasir. "Kak, lihat! Air!" serunya dengan penuh semangat.
"Bagus sekali," kata kakaknya dengan senyum tipis. "Setidaknya kita punya sedikit air untuk bertahan."
Pria tua itu juga menemukan beberapa bungkus mie instan yang tersembunyi di balik rak. "Ini bisa membantu kita bertahan beberapa hari," katanya sambil memasukkan bungkus-bungkus itu ke dalam tasnya.
Namun, saat mereka sibuk mengumpulkan persediaan, mereka tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang mengintai mereka dari bayangan. Tiba-tiba, suara geraman pelan terdengar dari ujung minimarket yang gelap. Mata mereka semua langsung tertuju ke arah suara tersebut.
"Semua, berhati-hatilah," bisik pria tua itu, matanya menyipit mencoba melihat apa yang ada di sana.
Dari kegelapan, sosok besar dengan mata merah menyala perlahan muncul. Seekor monster yang tampak seperti campuran antara manusia dan binatang buas, dengan gigi tajam yang berkilau dalam kegelapan.
"Kita harus keluar dari sini sekarang," kata pria tua itu dengan nada tegas namun pelan. "Jangan buat gerakan tiba-tiba."
Dengan sangat hati-hati, mereka mulai bergerak mundur, mencoba untuk tidak menarik perhatian monster itu. Namun, sebuah kaleng yang terjatuh dari rak membuat suara keras, membuat monster itu langsung menoleh dan mengeluarkan geraman yang menggetarkan.
"Sekarang, lari!" teriak pria tua itu.
Mereka semua segera berlari keluar dari minimarket, berusaha menghindari cengkraman monster yang kini mengejar mereka dengan kecepatan yang mengerikan. Adrenalin memacu mereka untuk berlari lebih cepat, berharap bisa menemukan tempat aman untuk bersembunyi sebelum monster itu menangkap mereka.
Tanpa sadar kelompok itu telah terpisah satu sama lain, berlarian ke segala arah memcoba yang terbaik menyelamatkan nyawa masing-masing.
Kedua bersaudara yang baru menyadari jika mereka baru saja terpisah dari kelompok tidak memiliki pilihan lain selain mencari tempat aman lainnya. tidak mungkin kembali ke tempat persembunyian mereka sebelumnya dalam keadaan di kejar oleh monster.
kedua saudara itu memutuskan untuk lebih baik mencari tempat aman lain sambil secara perlahan kembali ke tempat persembunyian mereka.
Kedua saudara itu berlari sekuat tenaga, mencari tempat aman sementara mereka terus-menerus melihat ke belakang untuk memastikan monster itu tidak lagi mengejar mereka. Mereka berlari tanpa henti sampai napas mereka terasa berat, dan akhirnya menemukan sebuah bangunan kecil yang tampak cukup kuat untuk memberikan perlindungan sementara.
"Kita harus masuk ke sana," kata kakaknya, sambil menggenggam tangan adiknya lebih erat.
Mereka bergegas masuk ke dalam bangunan itu dan menemukan sudut yang gelap dan tersembunyi di mana mereka bisa bersembunyi. Dengan hati-hati, kakaknya mengintip keluar dari jendela yang pecah untuk memastikan tidak ada monster yang mengikuti mereka.
"Sepertinya aman untuk saat ini," bisiknya. "Kita harus berdiam di sini sebentar, lalu kita akan mencari jalan kembali ke tempat persembunyian kita."
Adiknya mengangguk, matanya yang besar penuh dengan rasa takut namun juga kepercayaan pada kakaknya. "Apakah kita akan menemukan orang lain lagi, Kak?"
"Kita akan mencoba," jawab kakaknya. "Kita tidak boleh menyerah. Kita akan bertahan dan mencari mereka."
Setelah beberapa saat, ketika mereka merasa sudah cukup aman, kakaknya mulai merencanakan langkah selanjutnya. "Kita harus bergerak dengan hati-hati. Kita harus tetap bersama dan tidak membuat suara yang bisa menarik perhatian monster."
Mereka berdua mulai berjalan pelan-pelan keluar dari bangunan itu, memastikan setiap langkah mereka tidak menimbulkan suara. Mereka terus mencari jalan yang aman untuk kembali ke tempat persembunyian mereka, berharap dapat bertemu kembali dengan kelompok mereka yang terpisah.
Dalam perjalanan, mereka harus bersembunyi beberapa kali ketika mendengar suara-suara aneh dan langkah-langkah berat dari monster yang berkeliaran di sekitar mereka. Ketegangan semakin terasa, namun kedua saudara itu saling memberikan kekuatan satu sama lain.
Saat mereka melangkah lebih jauh, mereka menemukan beberapa jejak kaki yang mengarah ke arah yang sama dengan tujuan mereka. "Ini mungkin jejak kelompok kita," kata kakaknya dengan harapan. "Kita harus mengikutinya."
Dengan hati-hati, mereka mengikuti jejak kaki itu, berharap bisa bersatu kembali dengan kelompok mereka. Dalam situasi yang penuh bahaya ini, kebersamaan dan tekad mereka untuk bertahan hidup menjadi harapan satu-satunya.
Di saat kedua bersaudara itu sedang mengikuti jejak kaki yang mereka temukan, Sang kakak mendengar suara orang-orang yang berbicara tidak jauh dari tempat mereka berada saat ini.
kedua bersaudara itu dengan hati-hati mengintip sumber suara dari kejauhan.
"Cih. sial. tidak ada apa-apa lagi di sini"
"Hah, ini salahmu. coba saja kau tidak menghabiskan satu botol air minum secara langsung. kita tidak akan terkana hukuman seperti ini! "
"Bedebah. apa kau baru saja menyalahkanku!? "
"YA! Ini memang salahmu?!, kau bajingan tidak ada otak! "
"Ku bunuh kau. sialan! "
Mereka melihat beberapa orang dewasa yang terlihat tidak ramah, saling bertengkar satu sama lain, kelompok itu memiliki senjata api dan senjata tajam di tangan dan punggung mereka.
Kedua bersaudara itu merasakan ketegangan semakin meningkat ketika melihat orang-orang dewasa yang bersenjatakan api dan senjata tajam. Mereka tahu, orang-orang tersebut bukanlah orang baik, dan bertemu dengan mereka bisa berarti bahaya yang lebih besar.
“Kita harus menjauh dari sini,” bisik kakaknya pelan, sambil menarik adiknya mundur perlahan.
Mereka berusaha bergerak tanpa suara, kembali ke arah yang lebih aman. Namun, nasib tidak berpihak pada mereka. Sebuah cabang kayu kering patah di bawah kaki adiknya, membuat suara yang cukup keras untuk menarik perhatian orang-orang dewasa itu.
“Apa itu?” Salah satu dari mereka berteriak. “Ada seseorang di sini!”
Seketika, kelompok orang dewasa itu berhenti bertengkar dan mulai mencari sumber suara. Kedua bersaudara itu merasa jantung mereka berdebar kencang, ketakutan menyelimuti mereka.
“Kita harus lari!” bisik kakaknya dengan suara gemetar. “Sekarang!”
Tanpa membuang waktu, mereka berlari secepat mungkin menjauh dari tempat tersebut. Namun, orang-orang dewasa itu sudah melihat mereka dan mulai mengejar.
“Di sana! Jangan biarkan mereka kabur!” teriak salah satu dari mereka.
Mereka berlari dengan sekuat tenaga, tetapi kaki kecil mereka tidak bisa menandingi kecepatan orang-orang dewasa itu. Ketika mereka hampir tertangkap, kakaknya melihat sebuah celah kecil di antara dua bangunan yang hanya cukup untuk tubuh kecil mereka.
“Masuk ke sana!” perintahnya, mendorong adiknya masuk lebih dulu.
Keduanya berhasil menyelip ke dalam celah itu tepat sebelum orang-orang dewasa tersebut mencapai mereka. Mereka menahan napas, berharap tidak ditemukan.
“Apa mereka masuk ke sini?” salah satu dari pengejar bertanya.
“Sial, terlalu sempit. Mereka pasti bersembunyi di sekitar sini. Ayo kita cari mereka!”
Mereka mendengar suara langkah kaki menjauh, dan setelah beberapa saat, keadaan menjadi tenang kembali. Kedua saudara itu menunggu beberapa menit lagi sebelum keluar dari celah tersebut, memastikan situasi benar-benar aman.
“Kita hampir saja tertangkap,” bisik adiknya, matanya masih lebar karena ketakutan.
“Tapi kita selamat,” jawab kakaknya, mencoba menenangkan diri dan adiknya. “Sekarang, kita harus lebih berhati-hati. Mari kita temukan jalan lain untuk kembali ke tempat persembunyian kita.”
Dengan langkah hati-hati dan waspada, mereka melanjutkan perjalanan mereka, keduanya mengambil jalan memutar untuk menghindari bertemu dengan orang-orang jahat seperti yang baru saja mereka temui.
Mereka terus bergerak sepanjang hari hingga tidak terasa hari sudah mulai gelap. Berpikir akan sangat berbahaya jika terus melanjutkan perjalanan, keduanya memutuskan untuk mencari tempat aman di dekat mereka untuk bisa dijadikan tempat bermalam dan beristirahat.
Kakaknya melihat sebuah bangunan kecil yang tampaknya sudah lama ditinggalkan. Jendela-jendela pecah dan pintu depan tergantung dengan satu engsel, namun masih tampak cukup kokoh untuk memberikan perlindungan sementara.
"Ayo, kita masuk ke sana," kata kakaknya, mengarahkan adiknya ke dalam bangunan tersebut.
Setelah memastikan bahwa tidak ada ancaman di dalam, mereka menutup pintu sebaik mungkin dan mencari sudut yang terlindungi untuk beristirahat. Kakaknya mengumpulkan beberapa bahan yang bisa dijadikan alas tidur, seperti potongan kain dan kertas yang berserakan.
"Kita akan aman di sini untuk malam ini," ujar kakaknya, mencoba memberikan rasa aman pada adiknya.
Adiknya mengangguk, matanya lelah dan tubuhnya mulai menggigil karena dingin malam. Kakaknya menarik adiknya dekat dan memeluknya erat untuk memberikan kehangatan.
"Kita akan menemukan jalan keluar dari semua ini," bisik kakaknya, walaupun dalam hatinya ia juga merasa ketakutan dan tidak pasti. "Besok pagi, kita akan mencoba mencari kelompok kita lagi."
Adiknya mengangguk lagi, lalu tertidur di pelukan kakaknya.
"kakak. jangan tinggalkan aku sendirian" ucap adiknya dengan nada pelan saat dia sedang tertidur.
"Aku di sini. Aku tidak akan pergi kemana-mana " Ucapnya sambil mempererat pelukan pada adiknya.
Malam itu dirinya tetap terjaga, mendengarkan suara-suara malam, berusaha untuk tetap waspada. Ia tahu, di dunia yang sekarang, bahaya bisa datang dari mana saja, kapan saja. Namun, ia bertekad untuk melindungi adiknya dan membawa mereka berdua ke tempat yang aman.
Di bangunan kecil yang usang, kedua bersaudara itu beristirahat, berusaha mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi hari esok yang penuh ketidakpastian.
Pada malam itu, tidak ada yang menyangka sebuah keajaiban yang sudah diharapkan banyak orang terjadi. Sebuah kemampuan supernatural mulai bangkit di antara orang-orang, terutama mereka yang belum berusia 20 tahun. Kemampuan ini disebut Sorcière dan menjadi harapan baru manusia untuk bisa bertahan dari mimpi buruk ini.
Pagi hari, kedua saudara itu terbangun dari tidur mereka karena cahaya redup sinar matahari yang masuk melalui celah bangunan. Mereka masih belum menyadari tentang keajaiban yang terjadi pada malam hari saat mereka tertidur.
Keduanya kemudian mulai menyiapkan sarapan dengan makanan seadanya yang berhasil mereka bawa dari minimarket sebelumnya. Mereka berbagi beberapa potong roti kering dan sedikit air yang tersisa. Meski sederhana, sarapan ini memberikan mereka sedikit kekuatan untuk melanjutkan perjalanan mereka.
Saat mereka sedang makan, adiknya tiba-tiba merasa ada sesuatu yang aneh pada dirinya. "Kak, aku merasa aneh... seperti ada sesuatu yang berbeda," ucapnya dengan suara ragu.
Kakaknya memandang adiknya dengan cemas. "Apa yang kamu rasakan? Apakah kamu sakit?"
"Tidak, bukan sakit. Lebih seperti... aku merasa ada sesuatu yang bisa aku lakukan, tapi aku tidak tahu apa itu," jawab adiknya sambil mengusap tangannya yang sedikit gemetar.
Kakaknya mencoba menenangkan adiknya, "Mungkin kita hanya lelah dan lapar. Setelah kita makan, kita akan merasa lebih baik."
Setelah sarapan, mereka melanjutkan perjalanan mereka. Sepanjang jalan, adiknya terus merasakan sensasi aneh itu, seperti ada energi yang mengalir di dalam dirinya. Mereka tidak tahu bahwa malam sebelumnya telah membangkitkan kemampuan supernatural dalam diri mereka, dan bahwa mereka kini memiliki potensi untuk menjadi Sorcière, harapan baru manusia dalam menghadapi ancaman monster.
Keduanya terus bergerak, tak menyadari bahwa dunia di sekitar mereka sedang berubah dengan cepat. Kemampuan mereka yang baru bangkit akan segera menjadi kunci untuk bertahan hidup dalam dunia yang kini dipenuhi monster dan ketidakpastian.
...----------------...
"Kakak, gimana ini...?"
"Sstt... jangan khawatir. Kita bakal baik-baik saja."
Di hadapan mereka, tiga serigala buas menghadang. Serigala-serigala ini tampak normal, tanpa tanda-tanda seperti monster serigala yang pernah mereka lihat sebelumnya. Sang kakak menduga serigala ini keluar dari hutan dan berkeliaran ke wilayah perkotaan karena kalah bersaing dengan monster serigala. Mereka tidak bisa mendapat makanan dan akhirnya tiba di sini.
Kedua bersaudara itu mencoba melangkah mundur perlahan, berusaha melarikan diri dari kepungan serigala ganas dan kelaparan. Namun, begitu mereka baru saja melangkah mundur, salah seekor serigala melompat ke arah mereka.
Anak laki-laki itu bereaksi cepat, mendorong adiknya ke samping untuk menghindari serangan serigala itu. Dia sendiri jatuh ke tanah, merasakan cakaran tajam di lengannya. Jeritan kesakitan keluar dari mulutnya saat rasa perih dari cakaran serigala menjalar dari lengan ke seluruh tubuhnya. Darah segar yang menetes dari luka cakaran itu membuat serigala-serigala kelaparan semakin ganas, menunjukkan taring mereka kepada dua saudara yang malang tersebut.
Meskipun terluka, anak laki-laki itu berusaha bangkit dan melindungi adiknya dengan tubuhnya. Namun, rasa sakit dan kelemahan akibat luka dan kelelahan membuatnya jatuh kembali ke tanah. Gadis kecil itu panik melihat kakaknya yang terluka. Dia bergegas mendekat, menggoyang-goyangkan tubuh kakaknya dengan kasar dalam kepanikan.
"Kakak...!! Kamu terluka! Darahnya terus mengalir! Tidak... jangan tinggalkan aku sendirian. Kakak... TIDAK!"
Teriakan gadis itu menggema sangat keras, seperti sebuah gelombang kejut. Tiga serigala yang mengepung mereka seketika meledak seperti balon, darah menyembur ke mana-mana.
"Apa... apa yang barusan aku lakukan?" tanya gadis kecil itu dengan suara ketakutan.
Rasa takut pada gadis kecil itu teralihkan begitu dia melihat kondisi kakaknya. Luka pada kakaknya sudah sepenuhnya pulih, bahkan tidak berbekas sama sekali, namun dia masih tetap tidak sadarkan diri.
"Kakak... kakak... kakak..." Gadis itu terus memanggil-manggil kakaknya tanpa henti.
Di tempat terbuka yang berbahaya, di mana kematian bisa mengincar mereka kapan saja, gadis itu memeluk kakaknya yang belum sadar dan karena rasa lelah pada dirinya, gadis itu jatuh tertidur di sampingnya sambil memeluknya erat-erat.
...****************...
Satu tahun kemudian.
Grrr...
"Diam, anjing nakal," ucap seorang gadis berambut pink sambil mengarahkan tangannya ke monster serigala di depannya. Monster serigala itu berubah menjadi debu seketika.
Di tengah reruntuhan kota yang hancur, seorang anak laki-laki dan seorang gadis, keduanya berusia 7 tahun, berdiri di tengah jalan besar. Lima serigala setinggi dua meter mengelilingi mereka dalam lingkaran. Tidak ada rasa takut dalam pandangan mereka, hanya tatapan predator yang melihat mangsa di hadapannya.
"Kakak, kita selesaikan ini dengan cepat, ya?" ucap gadis itu dengan suara tenang namun tegas.
Anak laki-laki itu mengangguk. "Tentu, adik. Kita tidak punya waktu untuk bermain-main."
Dengan gerakan cepat, mereka berdua menyerang serigala-serigala tersebut. Gadis itu dengan kekuatan misterius yang mereka miliki, menghancurkan serigala-serigala satu per satu, sementara kakaknya dengan ketangkasan dan kekuatan fisik yang sudah keluar batas manusia menghadapi serigala yang tersisa.
Dalam hitungan detik, semua serigala telah menjadi debu. Kedua saudara itu berdiri tegak, memandang sisa-sisa musuh mereka dengan kepuasan.
“Kita semakin kuat.“ kata anak laki-laki itu.
“Ya, kakak. Kita harus terus berjuang dan bertahan,“jawab gadis itu.
Mereka melanjutkan perjalanan di tengah reruntuhan kota yang sunyi, tanpa ada tanda-tanda kehidupan.
Sambil berjalan, gadis itu mulai bertanya-tanya tentang kemampuan yang mereka dapatkan dan dari mana asalnya. “Sebenarnya kekuatan apa ini?” katanya sambil melihat telapak tangannya yang dia buka-tutup.
“Ne... kakak, apa kamu tahu sesuatu tentang ini?”
Anak laki-laki itu menggeleng. “Tidak, aku juga tidak tahu. Yah, selama itu berguna bagi kita, kenapa tidak biarkan saja. Toh, kita juga membutuhkan kekuatan ini untuk bertahan hidup,” balasnya.
Mereka berjalan dalam diam sejenak, merenungi perubahan besar yang terjadi dalam hidup mereka setahun terakhir. Kekuatan yang mereka miliki memang membantu mereka bertahan, tapi juga menimbulkan banyak pertanyaan yang belum terjawab.
“Kakak,” panggil gadis itu, “Apakah kita akan terus seperti ini?”
Anak laki-laki itu menoleh, menatap adiknya dengan pandangan penuh tekad. “Kita akan terus berjalan, terus berjuang. Sampai kita menemukan jawaban, dan sampai kita bisa hidup dengan tenang lagi.”
Gadis itu mengangguk, merasakan ketenangan dalam kata-kata kakaknya. Mereka melanjutkan perjalanan dengan semangat dan tekad untuk bisa hidup damai seperti sebelumnya.
3 Tahun Berlalu...
Kedua saudara kini berumur 10 tahun. Perjalanan panjang mereka sebentar lagi akan berakhir. Mereka sudah dekat dengan tempat tujuan mereka: tempat persembunyian pertama mereka. Dengan harapan bertemu kembali dengan orang-orang dekat yang mereka kenal, kedua bersaudara itu melangkah penuh keberanian menghadapi apa pun yang ada di depan mereka.
"Ne, kakak, apakah kau pikir kakek masih di sana?" tanya gadis itu, menatap reruntuhan yang semakin familier.
"Aku harap begitu," jawab kakaknya. "Kakek selalu bilang dia akan menunggu kita kembali. Aku yakin dia masih di sana."
Dengan penuh harapan, mereka mempercepat langkah mereka. Begitu sampai di tempat persembunyian pertama mereka, keduanya terdiam sejenak. Tempat itu terlihat lebih usang dan hancur dari yang mereka ingat, tetapi masih ada tanda-tanda kehidupan.
"Kakek!" teriak mereka bersamaan saat melihat sosok tua yang mereka kenal, duduk di dekat api unggun kecil.
Pria tua itu berbalik, matanya yang dipenuhi keriput bersinar dengan kebahagiaan saat melihat dua anak yang pernah diselamatkannya. "Kalian kembali," katanya dengan suara serak namun penuh kasih.
Mereka berlari menghampirinya, memeluknya erat-erat. Air mata kebahagiaan mengalir di pipi mereka.
"Kakek, kami kembali," kata sang kakak. "Kami punya banyak cerita untukmu."
Gadis itu mengangguk, matanya bersinar. "Kami bertahan, seperti yang kau ajarkan."
Pria tua itu tersenyum, menepuk-nepuk kepala mereka. "Aku tahu kalian bisa. Sekarang, duduklah dan ceritakan semuanya padaku. Kita punya banyak waktu."
Dengan api unggun yang hangat di tengah reruntuhan kota, mereka mulai menceritakan perjalanan panjang mereka, pengalaman mereka, dan kekuatan baru yang mereka temukan. Di tempat yang penuh kenangan itu, mereka menemukan kembali harapan dan cinta, siap untuk menghadapi masa depan bersama.
"Ho, ho, ho, itu cerita yang menakjubkan. Kalian sudah mengalami banyak hal yang luar biasa, ****,****. Kakek bangga pada kalian berdua," ucap kakek tua itu dengan senyum sayup di wajahnya.
"Benar, kan? Benar, kan? Kami juga tidak percaya sudah melakukan hal luar biasa seperti itu," ucap sang gadis penuh energi, matanya berbinar-binar dengan kebanggaan.
Kakek tua itu mengangguk, menepuk bahu mereka dengan lembut. "Kalian telah menunjukkan keberanian dan kekuatan yang luar biasa. Dunia mungkin berubah menjadi tempat yang mengerikan, tetapi kalian berdua adalah harapan bagi masa depan."
Anak laki-laki itu tersenyum, merasa hangat oleh pujian kakeknya. "Terima kasih, Kakek. Kami akan terus berjuang dan melindungi satu sama lain."
"Dan kita akan selalu bersama," tambah gadis itu dengan semangat. "Kami tidak akan membiarkan apa pun memisahkan kita."
Kakek itu mengangguk lagi, matanya berkaca-kaca. "Itulah semangat yang benar. Sekarang, mari kita makan malam dan beristirahat. Besok adalah hari baru, dan kita harus siap menghadapi apa pun yang datang."
Mereka menghabiskan malam itu dengan bercerita dan tertawa, merasakan kembali kebahagiaan dan kenyamanan keluarga. Dalam kehangatan api unggun dan di bawah langit yang penuh bintang, mereka menemukan kedamaian dan harapan baru,
Keesokan harinya.
Anak laki-laki itu terbangun lebih awal dari biasanya. Setelah membasuh muka dengan air bersih, dia berjalan menuju kakek tua itu, berniat membangunkannya.
"Kakek... ayo bangun. Hari ini biarkan aku yang menyiapkan sarapannya. Aku akan tunjukkan kehebatanku dalam memasak yang sudah aku pelajari selama tiga tahun ini," ucapnya sambil menggoyang-goyangkan bahu kakek tua itu.
"Kakek?.."
Tidak ada jawaban.
"Kakek?!"
Di pagi hari yang tertutup awan tebal itu, kakek tua itu telah tiada. Anak laki-laki itu menemukan sepucuk surat di genggaman kakeknya. Dengan tangan yang gemetaran, dia mengambil surat itu dan mulai membacanya.
...---...
**Anak-anak,**
**Sebelum itu, biarkan kakek minta maaf kepada kalian berdua melalui surat ini.**
**Sebenarnya, kakek sudah hampir mencapai batas umur kakek. Hanya saja kakek bertahan selama ini menunggu kepulangan kalian. Kakek sangat mengkhawatirkan kalian berdua, tetapi tubuh rentan kakek sudah tidak bisa lagi bergerak untuk mencari kalian. Kakek sungguh minta maaf.**
**Selama satu tahun ini, kakek selalu menunggu kepulangan kalian di tempat ini. Kakek selalu berdoa semoga kalian baik-baik saja setiap malam sebelum kakek tertidur.**
**Kemarin, saat kalian datang, kakek sungguh merasa bahagia. Hingga kakek ingin menangis saat melihat kalian baik-baik saja.**
**Saat kalian mulai menceritakan pengalaman kalian yang begitu luar biasa, kakek sungguh sangat bersyukur. "Ah, mereka sudah dewasa dan penuh keberanian," itulah yang kakek pikirkan saat mendengar cerita kalian. Kakek sungguh tidak pernah sebahagia ini. *****, *****, kalian adalah anak-anak yang luar biasa.**
**Maaf karena kakek sudah tidak bisa lagi bersama dengan kalian. Satu pesan terakhir kakek untuk kalian, "Tetaplah hidup dan cari kebahagiaan bersama saudaramu."**
^^^**Dari kakek.**^^^
...---...
Anak laki-laki itu menangis terisak, memeluk surat itu erat-erat. Gadis kecil itu terbangun karena mendengar tangisan kakaknya, dan segera menghampiri.
"Kakak, ada apa?" tanya gadis itu dengan cemas.
Anak laki-laki itu menunjukkan surat tersebut kepada adiknya. Gadis itu membaca surat itu dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Kakek...," bisiknya dengan suara yang bergetar.
Mereka berdua memeluk tubuh kakek mereka yang kini telah tenang. walau tidak memiliki hubungan kekeluargaan apapun dengan kedua bersaudara itu. Tapi. Mereka merasakan kehilangan yang mendalam, dan juga merasakan kehangatan dan cinta yang kakek itu tinggalkan di lubuk hati terdalam mereka.
Di bawah langit yang suram, mereka berdua berjanji untuk terus hidup, berjuang, dan mencari kebahagiaan bersama-sama, sesuai dengan pesan terakhir kakek mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments