Happy Ending-14

Juwita terduduk di lantai dapur, matanya terbelalak ketakutan. Raut wajahnya pucat pasi saat melihat pintu kulkas yang terbuka lebar. Di dalamnya terdapat tubuh Kang Dadang, tukang kebun di villa tersebut, dengan darah mengucur dari kepalanya.

Tak lama, Nico, Sherli dan Rifki bergegas masuk ke dapur. Mereka terhenyak melihat pemandangan mengerikan di depan mereka. Bahkan, Charlie dan Clarisa yang baru saja tiba di dapur pun ikut terkesima.

 "Juwita, apa yang terjadi?!" tanya Nico dengan suara gemetar. Juwita tak bisa menjawab, tubuhnya menggigil ketakutan. Dia mengusap air matanya yang mulai menetes, masih tak percaya dengan apa yang ia saksikan. Sherli langsung mendekati Juwita dan memeluknya, mencoba menenangkan gadis itu.

 "Tenang, Juwita. Kita akan mengurus ini," ujarnya dengan lembut.

Sementara itu, Rifki mencoba mengontrol situasi.

"Kita harus segera melapor ke polisi. Ini bukan hal yang bisa kita tangani sendiri," ujarnya tegas. Semua orang mengangguk, menyadari bahwa mereka harus segera mengambil tindakan.

Di tengah kepanikan yang melanda, mereka berusaha saling mendukung dan mencari cara untuk mengatasi situasi mencekam ini. Mereka tidak tahu siapa yang telah melakukan perbuatan keji ini, tetapi satu hal yang pasti, mereka harus segera menemukan jawabannya sebelum keadaan semakin buruk.

Wilson, artis yang tengah bekerja di villa sebagai model pembuatan iklan yang telah dibayar oleh perusahaan Florist Entertainment, terpaku di pintu dapur, wajahnya memucat saat melihat mayat Kang Dadang tergeletak di dalam kulkas.

Pria itu terhenti dalam langkahnya, tubuhnya gemetar karena perasaan syok yang belum pernah dialami sebelumnya. Clarisa dan Charlie segera mendekat ke arah Wilson, mencoba untuk menenangkannya.

Bukan tidak pernah mengalaminya, justru hal itu menarik perhatian Charlie. Seakan, Wilson sudah pernah mengalami hal serupa sehingga melihat kondisi Kang Dadang begitu mengenaskan Wilson terlihat takut dan panik serta cemas dalam waktu yang bersamaan.

Clarisa menepuk-nepuk punggung Wilson pelan, sedangkan Charlie memegang bahunya, mencoba memberikan dukungan. Di sisi lain, Nico menyuruh Sherli untuk membawa Juwita keluar dari dapur. Gadis itu terus menangis ketakutan, memegangi tangan Sherli erat-erat sambil berusaha menutup matanya agar tak melihat pemandangan mengerikan tersebut.

Sementara itu, Rifki berusaha menghubungi polisi dengan ponselnya, tetapi tiba-tiba Wilson mengangkat tangannya, melarang Rifki untuk menghubungi pihak yang berwajib.

Semua orang terkejut dengan tindakan Wilson dan menatap pria itu dengan pandangan tak mengerti.

 "Apa yang Anda lakukan, Tuan Wilson? Kita harus segera menghubungi polisi!" tegur Rifki dengan nada tinggi.

"Aku tahu, tapi kita harus tenang dulu. Kita harus mencari tahu apa yang terjadi sebelum melibatkan polisi," jawab Wilson dengan suara yang bergetar, menatap semua orang yang ada di sekelilingnya.

Suasana di ruangan itu menjadi tegang, ketakutan dan kekhawatiran tergambar jelas di wajah setiap orang yang hadir. Wilson berusaha mengendalikan emosinya, memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Mereka harus bekerja sama untuk mengungkap misteri kematian Kang Dadang sebelum melibatkan pihak kepolisian.

Di ruang tamu. Semua orang berkumpul, mereka belum mengunjungi pihak kepolisian. Mayat Kang Dadang masih di dalam kulkas. Siang itu semua orang nampak panik.

"Sudah ku katakan, kita takkan aman bekerja di luar perusahaan. Ini terjadi lagi sudah dua kali seperti ini,"Juwita berkata sembari tak henti-henti menangis karena takut.

"Apa maksud dari perkataan kamu? Apa dulu kalian juga mengalami hal serupa?"tanya Charlie. Semua orang terkejut. Sherli dan Nico saling pandang satu sama lain. Rifki menatap tajam ke arah Juwita dan penuh arti.

"Tidak, Juwita hanya ngawur saya. Namanya, juga sedang takut dan panik. Wajar kalau dia asal ngomong,"ujar Nico yang mencoba mengalihkan pembicaraan mereka.

"Kita perlu menghubungi pihak kepolisian. Kita tidak mungkin hanya diam saja,"saran Clarisa. Mendadak Wilson berdiri dan memarahi sang adik.

"Kau tahu apa?! Berhenti ikut campur. Ini bukan urusan kita,"ujar Wilson. Clarisa menghela napas.

"Ini semua terjadi saat kita ada di sini. Kenapa kakak merasa kita takkan terlibat?!"Clarisa mulai geram. Sesaat kemudian suara ketukan pintu dari luar terdengar yang memecahkan kecemasan mereka mendadak menjadi panik dan takut.

"Siapa yang datang?"tanya Nico.

"Aku sudah menghubungi pihak kepolisan. Maaf, kita perlu mengatasi ini sebelum malam,"ungkap Charlie. Sontak Nico melayangkan satu pukulan ke wajah pria itu yang membuat Charlie tersungkur di lantai.

"Apa kau gila?! Kenapa kau melakukan ini?!"Nico mencengkram kerah kemeja Charlie. Sherli dan Rifki mencoba meleraikannya.

"Kita tak bersalah, kenapa kita harus takut?"tanya Charlie yang kini sudah kembali berdiri dengan dibantu oleh Rifki. Suara ketukan pintu semakin keras terdengar. Tanpa ada pilihan lain, Nico pergi membuka pintu dengan di susul oleh rekan yang lain.

Ketegangan mulai terasa di udara sejak kepolisian tiba di villa tempat penemuan mayat Kang Dadang. Aroma kematian yang menyengat terasa menusuk hidung mereka sejak pertama kali membuka pintu kulkas. Nico dan rekannya saling bertukar pandang, menahan rasa gugup dan cemas yang melanda.

"Ada yang ingin kalian sampaikan?" tanya Inspektur Andika dengan nada tegas kepada Nico dan teman-temannya.

Wajah mereka semakin pucat, seolah ingin berteriak minta tolong tetapi tak mampu mengeluarkan suara. Kepolisian mulai mengumpulkan barang bukti dan memeriksa seluruh ruangan di villa tersebut. Nico merasa jantungnya berdegup kencang, tangannya berkeringat dingin. Ia melihat teman-temannya yang juga terlihat ketakutan, mereka saling berbisik-bisik mencoba menenangkan diri.

"Sudah temukan sesuatu?" tanya Inspektur Andika kepada anggotanya yang sedang memeriksa lantai villa. Anggota tersebut menggeleng.

"Belum, Pak. Tapi sepertinya ada jejak darah di lantai ini." Mendengar itu, Nico dan teman-temannya semakin panik. Mereka saling berpandangan, berharap ini hanyalah mimpi buruk yang akan segera berakhir. Namun sayangnya, realita lebih kejam daripada mimpi.

"Kalian jangan kemana-mana, kami akan minta keterangan dari kalian," ujar Inspektur Andika kepada Nico dan teman-temannya. Tak ada pilihan lain bagi mereka selain mengangguk pasrah, menunggu nasib buruk yang mungkin akan menimpa mereka dalam penyelidikan kasus pembunuhan Kang Dadang ini.

Pihak kepolisian membawa mayat Kang Dadang dari villa tersebut. Beberapa petugas kepolisian berbicara dengan Charlie di luar villa yang membuat Nico menaruh kecurigaan terhadap pria itu.

"Terima kasih, Charlie. Kamu sudah menghubungi kami,"ucap Inspektur Andika. Charlie mengangguk dan mengambil kembali identitasnya di tangan Inspektur Andika.

"Sama-sama. Jika ada perkembangan terkait kasus ini mohon hubungi saya,"Charlie kembali memberikan sesuatu kepada inspektur Andika, hal itu yang membuat kecurigaan Noco semakin dalam. Apalagi, pria itu tak bisa melihat benda apa yang baru saja Charlie berikan pada inspektur Andika.

Garis polisi ada di mana-mana. Mereka tak bisa meninggalkan villa dalam keadaan penyelidikan belum selesai. Mereka harus tetap berada di tempat itu setelah mengungkapkan penyebab kasus tersebut.

Terpopuler

Comments

mochamad ribut

mochamad ribut

up

2024-04-22

0

mochamad ribut

mochamad ribut

lanjut

2024-04-22

0

Alexandra Juliana

Alexandra Juliana

Mang Dadang kan pengurus villa knp di bunuh apakah dia tau sesuatu atau memergoki seseorang?

2024-03-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!