Wulan melangkah menyisir tepi jalan menuju kantornya. Beruntung tempat tinggalnya kali ini tidak begitu jauh dari kantor. Cukup dengan berjalan kaki selama lima belas menit akan sampai di tempat kerjanya.
Awal pagi sengaja ia berangkat agar bisa bersantai di perjalanan. Masih dengan pakaian sama, celana panjang dan kemeja berlengan panjang pula dengan rambut diikat ekor kuda.
"Wulan!"
Seseorang di kejauhan memanggil namanya lirih, tangan yang sudah membuka pintu mobil hendak masuk, ia urungkan ketika melihat sosok yang begitu dikenalnya.
"Dia ada di kota ini juga?" Senyum sumringah terpasang lebar di bibirnya, ia berjalan mendekati Wulan. Bahkan, menghadang langkah Wulan.
Istri Sandi itu tersentak kaget sampai tubuhnya refleks mundur beberapa langkah.
"A-anda ... ke-kenapa ...?" Wulan tergagap, memasang mimik ketakutan ketika melihat sosok yang selalu ingin dihindarinya itu.
"Aku tidak menyangka akan bertemu kamu di sini setelah hampir satu tahun Sandi membuatku gila karena tidak bisa melihatmu," ujar laki-laki itu dengan senang.
Wulan membuang pandangan, tak ingin bersitatap dengannya.
"Maaf, saya harus pergi. Saya tidak ingin terlambat bekerja," ucap Wulan tanpa mengangkat wajah menatap lawan bicaranya.
"Bekerja? Kamu bekerja? Astaga! Apakah Sandi tidak mampu menafkahi kamu sampai-sampai kamu harus bekerja?" sengit laki-laki yang tak lain adalah Arya itu.
"Wulan, kalau Sandi itu suami yang bertanggungjawab dia tidak akan pernah membiarkan istrinya bekerja," sambung Arya sambil tersenyum mencibir.
Wulan mendongak, menatap nyalang laki-laki di hadapan. Tak senang mendengar ucapan yang baru saja keluar dari mulutnya.
"Jaga bicara Anda, Tuan! Suami saya sangat mampu untuk menafkahi saya. Permisi!" Wulan berjalan cepat meninggalkan Arya yang masih tersenyum mengejek.
Jarak ke kantornya hanya tinggal beberapa meter lagi, niat ingin bersantai gagal total karena pertemuannya dengan laki-laki menyebalkan seperti Arya.
"Aku dengar Sandi pergi berobat ke luar negeri? Jika benar, maka sudah dapat dipastikan dia akan sembuh. Aku tahu Sandi laki-laki seperti apa, dia hanya memanfaatkan kepolosan kamu saja. Setelah sembuh nanti, kamu pasti akan dibuangnya, Wulan," seru Arya berhasil menghentikan langkah Wulan yang bergerak cepat.
Dada wanita itu kembang-kempis menahan gejolak emosi, tangannya mengepal kuat. Matanya terpejam, sungguh apa yang dikatakan Arya begitu menghujam jantungnya.
"Jangan naif, Wulan. Sandi tidak seperti yang kamu pikirkan, dia laki-laki normal. Sama seperti yang lain, hanya mementingkan kebahagiaannya saja. Kamu benar-benar akan dilupakan dan dibuang dari kehidupannya. Percaya padaku, Wulan!"
Wulan berbalik, berjalan cepat menghampiri Arya yang masih berdiri di tempat semula. Lalu ....
Plak!
Wulan tak segan menampar laki-laki itu. Wajahnya merah padam, dikuasi amarah.
"Suami saya bukan orang seperti itu! Apapun yang Anda katakan, saya akan tetap mempercayai suami saya!" tegas Wulan seraya membawa dirinya pergi dengan cepat.
"Terserah apa yang kamu katakan, Wulan, tapi kalau Sandi sudah tidak menginginkan kamu lagi datanglah padaku. Aku masih setia menunggu kamu, Wulan! Dengar itu, Wulan! Aku menunggu kamu!" teriak Arya tidak tahu malu.
Wulan mengusap kedua matanya yang berair, berjalan tertunduk hingga tidak memperhatikan jalanan. Tanpa ia ketahui, sesosok laki-laki tengah memperhatikan dirinya dalam balutan busana tersembunyi di dekat gerbang masuk kantor. Sosok tersebut tersenyum, tapi kemudian mengernyit melihat kondisi Wulan yang berjalan sambil menangis.
Wulan! Ada apa dengan kamu?
Sosok yang lain adalah Sandi itu, hendak membuka topi berniat menghampiri Wulan. Namun ....
Brugh!
Wulan jatuh terjengkang karena menabrak sesuatu.
"Wulan! Kamu tidak apa-apa?"
Seseorang mengulurkan tangan hendak memberinya bantuan. Akan tetapi, Wulan menolak dan bangkit dengan cepat. Mengusap wajah, kemudian tersenyum pada sosok tersebut.
"Saya tidak apa-apa, Tuan. Permisi, saya masuk dulu," ucap Wulan dan dengan cepat melesat pergi masuk ke dalam kantor. Melewati Sandi yang tertunduk menyembunyikan wajahnya.
"Wulan!" Sosok yang hendak menolong itu mengejar Wulan, terlihat cemas dan panik. Hal tersebut membuat Sandi terbakar cemburu.
"Sial! Apa dia berani mendekati Wulan? Awas kamu, Chiko! Aku tidak akan pernah mengampuni kamu!" geram Sandi dari balik giginya yang merapat.
Untuk beberapa hari ke depan, dia ingin memastikan sikap Chiko terhadap Wulan. Juga mengawasi Wulan di kejauhan.
Sementara Chiko mengejar Wulan sampai ke pantry hendak menginterogasi.
"Wulan, tunggu!" Chiko menarik tangan Wulan, tapi segera ditepis oleh istri Sandi itu.
"Tolong, jangan menyentuh saya! Saya sudah menikah, Tuan," tolak Wulan tak ingin menimbulkan kesalahpahaman di antara mereka.
Chiko tercengang, membeku beberapa saat. Perasaan yang sempat timbul beberapa hari, menguap begitu saja. Ia tersenyum getir, terpaksa meredam gejolak di dalam hatinya.
"Ah, maaf. Aku tidak tahu, tapi apa yang membuatmu menangis? Apa suami kamu yang melakukannya?" tanya Chiko penuh perhatian.
Terlanjur menyimpan rasa, tak akan mudah melepasnya begitu saja. Butuh waktu untuknya melupakan semua.
"Bukan. Maaf, Tuan. Saya harus bekerja," ucap Wulan seraya masuk ke dalam ruang ganti untuk menghindari interogasi Chiko.
Laki-laki berjambang tipis itu menyugar rambut, membenturkan kepala pelan pada dinding. Ayahnya sudah berharap ia bisa mendekati Wulan. Mendengar cerita darinya membuat Chiko bersemangat untuk mendapatkan hati gadis itu.
Namun, apalah daya, pernikahan menjadi dinding pemisah paling kuat di antara mereka. Gegas membawa dirinya pergi kembali ke ruangan. Kenyataan Wulan sudah menikah amat menampar hatinya.
"Aku tidak menyangka ternyata dia sudah menikah. Kurasa Ayah juga tidak tahu soal ini. Kalau tahu, tidak akan mungkin dia memintaku untuk mendekati Wulan," gumam Chiko mengusap wajahnya gusar.
Di ruang ganti, Wulan menjatuhkan punggung pada dinding. Menatap langit-langit dengan hampa, membayangkan nasibnya ke depan nanti. Kata-kata Arya terngiang di telinga, begitu mengganggu pikiran. Bagaimana jika dia benar? Sandi akan membuangnya setelah sembuh dari lumpuh.
"Tidak! Mas Sandi tidak seperti itu. Aku percaya padanya."
Wulan menggeleng, menolak pemikiran buruk yang hinggap mengganggu segala rasa di dalam jiwa. Wulan melakukan tugasnya sebagai petugas kebersihan, mencoba menyibukkan diri dari pikiran-pikiran yang mengganggu.
Sandi bersembunyi di balik sebuah tembok, mengintai Wulan yang tengah melakukan tugasnya. Memperhatikan dengan wajah sendu, tak tega melihat sang istri berpeluh-peluh di sekujur tubuh.
"Rasanya tidak tega melihatnya harus bekerja keras seperti itu. Ya Allah, aku merasa tidak berguna menjadi suaminya," gumam Sandi menatap sedih istrinya yang tengah membersihkan lantai kantor.
"Wulan! Buatkan minuman seperti biasa!" teriak salah seorang karyawan memerintah Wulan.
Gadis itu meletakkan alat tempurnya dan bergegas menuju pantry, membuat beberapa minuman yang ia letakkan pada satu nampan.
"Lancang! Berani sekali dia memerintah istri atasannya sendiri! Awas kalian semua!" Sandi mengancam dalam hati, memperhatikan wajah karyawan yang tadi memerintah Wulan.
"Heh, sedang apa kamu di sana? Pergi!" usir karyawan tadi ketika melihat Sandi yang muncul dari balik pilar.
Ia membenarkan letak topi, dan berlalu. Membawa rasa marah pada kepalan tangannya. Dia akan mengakhiri semua dramanya dengan cepat, tapi bagaimana dengan Wulan? Dia pasti akan terkejut. Sandi takut Wulan akan menjauh darinya seperti dia menjauh dari Arya karena alasan kasta, dan dia tidak siap akan hal itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Sugiharti Rusli
ada untungnya juga Sandi sudah ada di dekat Wulan, paling tidak dia tahu kalo istrinya ga pernah berkhianat padanya walo ditinggal jauh,,,
2024-02-28
1
Hafifah Hafifah
bagus jangan mudah percaya ama omongan orang
2024-02-28
2