Salah Paham

"Siapa?"

Seorang laki-laki mengenakan kaos oblong berwarna putih membuka pintu, melongo keluar mencari siapa yang baru saja mengetuk. Tak ada siapapun di luar rumahnya, hanya ada seikat bunga yang tergeletak di depan pintu.

"Siapa yang baru saja datang?" gumamnya sambil mengambil buket bunga tersebut.

"Siapa, yang?" tanya seorang wanita yang berhambur keluar.

"Tidak tahu. Tidak ada orang, cuma ada bunga ini saja," jawab lelaki tersebut sambil menyerahkan bunga kepada wanitanya.

"Bunga?" Wanita dengan rambut sebahu yang tak lain adalah Mita itu bergumam lirih sembari membolak-balik buket di tangan.

"Kamu ... selingkuh?" tuduh pemuda yang tak lain adalah Yudi, kekasih Mita.

Mata sahabat Wulan itu mendelik tajam, bibirnya mengerucut tak senang.

"Jangan sembarangan!" tolaknya ketus.

Pemuda itu mendengus, sudah kadung cemburu buta menguasai diri.

"Lalu, punya siapa? Yang tinggal di sini cuma kamu, tidak ada orang lain. Kalau bukan dari laki-laki selingkuhan kamu, dari siapa lagi?" sengitnya dengan jelas.

Mata pemuda itu merah menyala, warna kulit wajahnya pun telah berubah menghitam. Benar-benar telah dibakar api cemburu. Mita terdiam dengan dada kembang-kempis menahan gejolak emosi. Tiba-tiba ia mematung ketika teringat pada Wulan yang pernah tinggal bersamanya.

"Tunggu! Jangan-jangan ...."

Tanpa melanjutkan ucapannya, Mita bergegas lari ke bawah menuju jalanan. Diikuti Yudi yang terus berteriak meminta penjelasan sampai beberapa tetangga berhambur keluar karena mendengar suara mereka.

"Tunggu!" Mita berteriak ketika melihat sebuah mobil sedan menjauh dari lingkungan tersebut.

Ia berlari berharap masih bisa mengejar, tapi sepertinya pengemudi roda empat itu telah salah faham. Mita membungkuk, mengatur napasnya yang memburu. Dada terasa sesak, betapa menyakitkan.

"Jelaskan padaku siapa yang datang?!" hardik Yudi sembari membalik tubuh Mita yang masih berusaha meredakan sesak.

"Apa?" Suara sahabat Wulan itu meninggi, kesal.

"Jelaskan siapa yang kamu kejar tadi?" Yudi berkacak pinggang, sebelah tangannya menuding jalanan di mana mobil yang dikejar Mita menghilang.

"Kamu ingat Wulan? Sahabat aku yang pernah ikut tinggal denganku? Ingat tidak?" cecar Mita dengan napas tersengal-sengal.

Yudi tercenung, mengingat nama gadis yang baru saja disebutkan oleh kekasihnya.

"Wulan? Sahabat kamu yang katanya diusir oleh mertuanya itu?" ucap Yudi setelah mengingat Wulan.

Mita mengangguk cepat.

"Lalu, apa hubungannya dengan laki-laki tadi?" Yudi kembali mengeras ketika mengingat seorang laki-laki membawa bunga ke kediaman sang kekasih.

Mita berdecak, menatap kesal padanya.

"Kamu lupa? Suami Wulan itu sedang berada di luar negeri untuk pengobatan. Kemungkinan dia sudah kembali dan mencari istrinya. Aku bersumpah tidak pernah berselingkuh darimu. Aku yakin, yang tadi datang adalah suami Wulan dan dia sudah salah faham. Bagaimana ini?" Mita menggigit ujung jari telunjuknya. Resah dan gelisah menjadi satu.

Karena dia hubungan Wulan dan suaminya akan hancur berantakan. Dia harus bisa menjelaskan apa yang sedang terjadi.

"Jangan berkilah. Wulan diusir mertuanya dari rumah, bagaimana mungkin suaminya itu tidak tahu," protes Yudi masih tidak mempercayai ucapan Mita.

Mata gadis itu melotot tajam, memukul dada Yudi dengan buket di tangannya.

"Kalau kamu tidak percaya padaku, jangan pernah datang lagi menemuiku!"

Mita berjalan meninggalkan Yudi yang menganga tak percaya. Terus lurus ke depan menaiki tangga menuju kediamannya meski suara Yudi terus terdengar lantang memanggil.

"Sayang! Jangan begitu, maafkan aku. Buka pintunya!" seru Yudi sembari menggedor pintu rumah Mita.

"Tidak! Pergi!" usir Mita sembari mengingat-ingat plat nomor mobil yang baru saja meninggalkan lingkungan rumahnya.

Ia buru-buru berlari ke arah meja rias, mengambil pena dan mencatat setiap angka yang dia ingat dari plat mobil tadi.

"Semoga saja tidak salah," gumamnya pelan.

Ia menghela napas, menengadah membayangkan pertemuan Wulan dengan sang suami yang dilatarbelakangi oleh kesalahpahaman.

"Maafkan aku, Wulan," lirihnya pilu seraya membanting diri ke tepi ranjang.

Sementara Yudi, menyugar rambut frustasi karena tidak dibukakan pintu oleh Mita. Ia mendesah berat, membawa kaki jenjangnya pergi sembari menendang udara.

****

Sandi mengemudi dengan kecepatan tinggi, teringat akan laporan-laporan orang suruhan Pak Andri yang mengabarkan tentang Wulan yang keluar dari rumah dan memilih tinggal di rumah susun itu.

"Sial! Apa mungkin dia memiliki laki-laki lain saat aku di luar negeri sana? Apa alasannya meninggalkan rumah jika bukan karena itu? Apa yang dimiliki laki-laki itu yang tidak aku miliki sehingga Wulan lebih memilih bersamanya dari pada menungguku?"

Sandi memukul kemudi dengan kesal. Menjerit keras meluapkan rasa sesak yang tiba-tiba merebak di dalam dada. Oh, sungguh! Rasanya hati seperti dipukul-pukul gada berduri. Disayat-sayat sembilu, dicabik-cabik serigala. Berdarah-darah tak henti.

"Wulan! Kenapa kamu melakukan ini? Aku sudah mencintai kamu sepenuh hatiku, tapi kamu tega mengkhianatinya. Pantas saja nomor kamu tidak aktif, rupanya ini yang kamu lakukan!" lirih Sandi dengan air mata berurai.

Ia menepi di jalanan sepi, menangis seorang diri. Menjatuhkan kepala pada kemudi, meremas lingkarannya.

"Semua wanita sama saja, mereka hanya singgah sebentar untuk memuaskan keinginannya. Tidak ada yang benar-benar tulus ingin berada di sisiku! Wulan, kamu sama saja seperti mereka!" lirih Sandi tergugu pilu.

Cukup lama ia berada di sana, menumpahkan segala amarah yang bergolak membakar jiwa. Dia seperti diadu domba dunia. Dilempar dari penderitaan satu ke penderitaan yang lainnya. Miris sekali takdir yang harus dijalani Sandi. Ditinggal pergi ketika cinta sudah tumbuh bersemi.

"Aku harus mencari tahu yang sebenarnya. Aku harus bertanya pada mamah dan kak Risna kejadian yang sebenarnya," ucap Sandi seraya mengangkat kepala dan menjalankan mobilnya.

Miranda dan Risna belum mengetahui tentang Sandi yang sudah kembali. Tadinya, dia ingin memberi kejutan pada semua orang di rumah. Namun, urung, ketika mendengar bahwa Wulan keluar dari rumah mereka beberapa bulan lalu karena alasan yang belum pasti.

Sandi menambah laju roda empatnya, berpacu dengan waktu. Ingin segera bertanya pada mereka yang di rumah tentang alasan Wulan meninggalkan rumah.

****

Sementara di rumah mereka, Miranda dan Risna tampak gelisah dan memikirkan sesuatu. Keduanya duduk di ruang keluarga, membahas sesuatu yang penting.

"Jadi, alasan apa yang akan kita berikan kepada Sandi ketika dia pulang nanti?" tanya Risna dengan cemas.

"Kenapa kamu tanya lagi? Bukankah sudah jelas masalahnya," sambar Miranda kesal.

"Tapi bagaimana kalau Sandi tidak percaya?" Risna kembali bertanya, ia tahu Sandi tidak mudah percaya begitu saja dengan ceritanya.

"Sudahlah, kamu tidak perlu khawatir. Semuanya sudah jelas, alasan Wulan keluar dari rumah ini karena dia sudah berani menggoda iparnya sendiri. Apa lagi?"

"Apa?!"

****

Maaf kalo lambat update.

Terpopuler

Comments

Soraya

Soraya

apakah Sandi jg menjadi Ceo yg bodoh percaya bgitu aja tanpa menyelidiki dahulu

2024-03-13

0

Sugiharti Rusli

Sugiharti Rusli

terus aja fitnah si Wulan,,,

2024-02-24

1

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

drama salah pahamnya dimulai

2024-02-24

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!